Pilihan Editor

Ngeri! Kisah Horor Dosen Ghaib Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Dinik Afrianingsih 09 Desember 2021 | 21:18:37

zonamahasiswa.id – Halo, Sobat Zona. Gimana kabarnya? Semoga baik dan sehat selalu ya. Sans balik lagi nih dengan cerita-cerita horor yang bikin semuanya penasaran. Kali ini Sans akan membawa kalian ke Universitas Negeri Semarang (UNNES).

Perguruan tinggi negeri satu ini sebelumnya bernama IKIP Negeri Semarang sebelum berubah nama pada 1999 menjadi Universitas Negeri Semarang (UNNES). Banyak kisah tentang dinamika perkuliahan di sini, namun terselip juga kisah horor yang mewarnai kehidupan di UNNES. Salah satunya adalah kisah horor dosen ghaib.

Nah, biar Sobat Zona nggak penasaran dengan kisah horor dosen ghaib di Universitas Negeri Semarang (UNNES). Yuk, Sans mulai ceritanya! Sebelum itu jangan lupa untuk matikan lampu dan aktifkan mode horornya, agar lebih seru! Selamat membaca.

Pukul 20.00 malam, tepatnya hari Kamis, suasana kelas yang biasanya sepi menjadi ramai karena para mahasiswa tengah menunggu dosen. Mereka tampak membicarakan sang dosen yang tak biasanya mengganti jam di waktu seperti ini.

Sebab, sangat jarang ada dosen yang mau mengganti jam kuliah semalam itu. Apalagi gedung UNNES  yang katanya sering terjadi penampakan-penampakan misterius.

“Aneh nggak sih? Biasanya Pak Arip ganti jam kuliah jadi besok lho. Lah kok jadi sekarang,” tanya Agus, seorang mahasiswa UNNES.

“Turutin aja, namanya juga dosen,” ujar Nando sang ketua kelas.

Meskipun Nando menuruti perintah Pak Arip, namun di dalam hatinya ada rasa penasaran dengan permintaan sang dosen. Ia pun membaca ulang pesan yang ia peroleh.

"Tolong atur jam kuliah saya hari ini jadi jam delapan malam, ya," tulis sang dosen.

"Baik, Pak", jawabnya.

Sang dosen sendiri merupakan sosok pria tampan yang banyak dikagumi oleh para mahasiswa dan dosen lainnya. Pria muda, ramah, tinggi, rapi, dan cerdas. Sosok idaman khas wanita. Meskipun begitu ketika para mahasiswa tahu pergantian jam kuliah mereka tampak was-was terutama mengetahui ruang kelas yang akan digunakan.

Ruang itu ada di lantai satu bagian pojok lorong yang sangat sepi, dengan sebuah pohon beringin di luarnya, tampak tali beringin menjuntai-juntai dari jendela kelas. Memberikan kesan mistis bagi siapapun yang melihatnya. Selain itu, lampu kelas di sana selalu buram, hingga memberi kesan creepy saat memasukinya.

Tap tap tap

Tampak Pak Arip dengan gaya berpakaiannya yang biasa datang dengan seulas senyum tipis terpatri di wajah tampannya. Para mahasiswi yang melihat tampilan sang dosen pun terpukau. Hingga tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari sang dosen muda.

"Wah, kacau Pak Arip, tambah sip nih," ucap salah satu mahasiswi centil bernama, Sisca.

"Heh, jangan dilihatin terus takutnya ilang tu yang katanya ganteng, padahal gantengan juga aku," sambar Agus.

Mendengar itu Sisca menatap ke arah Agus sambil mendelik. Yang sedetik kemudian langsung kembali menatap sang dosen tercinta. Nando pun menggelengkan kepala melihat tingkah teman-temannya itu.

"Sebelum kita memulai perkuliahan ini, mari kita berdoa sesuai dengan keyakinan kita masing-masing. Berdoa dimulai," ucap Nando.

Saat para mahasiswa berdoa sang dosen juga mulai berjalan ke arah belakang kelas. Nando merasa heran dengan sang dosen yang hanya diam saja. Namun, kemudian tak dihiraukannya lagi.

"Berdoa selesai, beri salam!" instruksi Nando.

"Assalamu'alaikum Pak Arip," salam para mahasiswa pada sang dosen tampan.

Setelahnya semua hening, sang dosen hanya terdiam membisu. Para mahasiswa mulai terheran-heran dengan tingkah sang dosen. Tak biasanya beliau tidak menjawab salam dari mahasiswanya. Pak Arip yang kini tengah di belakang mereka hanya terdiam menatap ke sekeliling kelas. Matanya manatap tajam sambil tersenyum kecil.

"Heh, dosenmu kenapa sih? Kok diam aja?" bisikn Agus pada Sisca.

"Nggak tahu heh, kau kira aku bakal tahu semua tentang Pak Arip apa?" jawab Siswa sewot. Agus pun mencep sambil mengendikkan bahu, dan kembali ke posisi awalnya.

Kelas masih sunyi, ada pun mahasiswa yang mulai tampak mengantuk dan ada pula yang mulai membaca buku pelajarannya. Nando menatap ke belakang tempat sang dosen berdiri. Di sana tak ada satu pun mahasiswa yang duduk di posisi paling belakang. Sang dosen yang berdiri sembari menatap satu per satu mahasiswa kelas A dengan senyuman tak biasa.

Hingga tibalah mata Nando bersibobok dengan mata Pak Arip. Sang dosen mulai tersenyum lebih lebar, sementara Nando juga membalas senyum dengan canggung.

Setelahnya Nando manatap ke arah depan kelas kembali. Ia mulai merasa aneh dengan si dosen. Jika diperhatikan sang dosen tampak lebih putih dari biasanya, lebih pucat tepatnya. Senyumnya pun agak menakutkan, dan matanya lebih sipit ketika tersenyum. Tiba-tiba Nando merasa merinding sendiri.

Namun, ia mencoba berpikir positif, mungkin sang dosen tengah menguji mahasiswanya. Ia ingin para muridnya belajar mandiri tanpa perlu menjelaskan materi. Memikirkan itu akhirnya Nando pun membuka buku yang telah ia pinjam dari perpustakaan. Ia membuka bab yang harusnya dipelajari hari itu. Sambil mencoba-coba soal di sana.

Tap tap tap

Suara langkah kaki menggema di ruang kelas. Sang dosen akhirnya kembali ke depan kelas. Menatap para mahasiswanya dengan sebuah buku di tangannya. Para mahasiswa lagi-lagi merasa ada yang aneh, namun kemudian  kembali tak peduli.

Drrt...drrt....

Handphone Nando bergetar di saku celananya, perlahan ia ambil sembari melirik sang dosen yang tengah menatap Sisca. Terlihat sebuah pesan singkat dengan nama yang membuatnya terkejut. Sembari melirik-lirik Pak Arip yang ada di depan kelas, ia membuka pesan tersebut. Dia baca lamat-lamat pesan yang membuat jantungnya mulai berdetak sangat kencang.

Tangannya Nando tampak mulai bergetar, keringat dingin mulai muncul perlahan. Ia kembali menatap sang dosen lamat-lamat. Pak Arip kembali menatapnya dengan senyum yang sama. Nando memperhatikan sang dosen muda itu. 'Ya, tidak salah lagi,' pikirnya.

Jari-jarinya mulai mengetik pesan di grup Line. Nando berusaha tak tampak tegang ataupun bergetar. Ia mencoba merilekskan diri, agar 'Pak Arip' tidak menyadarinya.

"Sekarang tolong keluar satu per satu, urut dari yang paling belakang dan tanpa teriakan," tulis Nando di grup kelas tersebut.

Semua yang melihat pesan itu mengernyit heran. Mereka bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Tiba-tiba mereka merasa hawa dingin mulai mengisi ruangan tersebut. Bulu kuduk mereka mulai meremang. Mereka melirik-lirik 'Pak Arip' yang menatap ke arah jendela kelas.

"Ada apa seh?," tanya Agus penasaran.

"Meneng dan nurut aja, cepet suruh Khoirul keluar dulu!" bisik Nando yang pura-pura menatap bukunya.

Agus pun jengkel melihat Nando yang tidak menjelaskan apapun. Ia tak tahu kenapa mereka harus keluar dari kelas tanpa menjerit.

"Memangnya ada hantu apa?" gumamnya kesal.

Sambil menggerutu, Agus menatap kembali ponsel di tangannya dan membaca sebuah pesan di Line, yang ternyata adalah sebuah gambar screenshot percakapan Pak Arip.

"Kuliah di batalkan hari ini, cari hari lain saja," tulis Pak Arip

"Pak, bukannya Bapak sudah di kelas," balas Nando

"Hah? Enggak saya ada urusan lain di luar jadi nggak bisa ngajar hari ini."

"Te-terus yang di kelas sekarang siapa, Pak?"

"Ndo, coba kamu lihat kakinya ya, pelan-pelan jangan sampai ketahuan"

Begitu lah isi pesan yang dikirim Nando di grup line. Semua yang membacanya akhirnya mengerti kenapa ketua kelas mereka menyuruh keluar tanpa berteriak. Perlahan Khoirul yang duduk paling belakang sendiri keluar dari kelas tanpa mengatakan apapun pada 'Pak Arip'. Hingga akhirnya semua benar-benar sudah keluar dari kelas, kecuali satu yaitu Nando.

'Pak Arip' kembali berjalan ke belakang kelas secara perlahan. Ia tidak terusik dengan para mahasiswa yang keluar dari kelasnya. Seolah ia tak peduli sama sekali. Pria itu tetap tersenyum ketika melewati Nando. Hingga ia tepat di bagian belakang kelas dan memunggungi satu-satunya mahasiswa yang tersisa. Ia tetap diam seribu bahasa.

Tak

Suara bolpoin jatuh. Nando memberanikan diri melakukan perintah Pak Arip, sang dosen yang asli. Dengan tangan yang bergetar dan tubuh ketakutan. Nando mengambil perlahan bolpoin yang sengaja ia jatuhkan. Soalnya, bolpoin itu jatuh ditempat yang salah. Dekat dengan sang dosen KW. Dengan perasaan tak karuan akhirnya Nando memberanikan diri. Sembari membawa tasnya, ia mengambil bolpoin itu sambil melihat kaki 'Pak Arip'.

Set...

Ada yang mendekatinya. Tak ada suara langkah kaki lagi. Suara jam yang terdengar semakin keras dengan senyuman jantung yang hampir meledak rasanya mengisi ruangan kelas itu. Atmosfer diantara kedua makhluk itu terasa mencekam. Nando yang masih membungkuk mengambil bolpoinnya, menatap sosok dihadapannya. 'Ya, benar. Tidak ada.'

'Astaghfirullah, Ya Allah bagaimana ini? Saya masih muda, belum siap ketemu Engkau di akhirat Ya Allah," serunya di dalam hati.

Deg deg deg

"Ah, kamu sudah tahu saya?" tanya sosok di hadapan Nando. Suaranya mengerikan, tidak semanis kata orang yang sering bilang suara Pak Arip sangat halus dan menyejukkan.

Tidak. Itu salah, ini adalah suara yang mengerikan. Perlahan Nando menatap mata sang 'dosen' yang ternyata juga membungkukkan dirinya. Mata mereka bersibobok kembali dengan sangat dekat. Pemuda itupun menelan ludahnya berkali-kali.

Tubuhnya kaku, sulit bergerak. Ia menatap sosok itu, sosok yang berbeda dari sebelumnya. Wajahnya sangat pucat sepucat mayat. Senyuman yang semakin melebar menakutkan, seolah mau memangsa. Warna matanyapun mulai berbeda, hitam merah entah bagaimana mendeskripsikannya.

"ARGHHHHHHHHHHHHHHH...," teriak Nando sambil berlari meninggalkan kelas itu.

Sangking ketakutannya ia berlari hingga terjatuh beberapa kali. Beberapa kali pula ia menatap ke belakang takut dikejar sang hantu. Tampak sosok itu muncul, melihatnya dari depan pintu kelas tadi, sambil memiringkan kepalanya 90°. Dan tampak sangat menakutkan.

Nando terus berlari hingga akhirnya ia bertemu dengan Agus yang menunggunya di gedung fakultas. Tampak raut khawatir terpancar dari wajah sahabatnya itu.

"Gila! Kok bisa seh suwe ndek kelas?" tanya Agus khawatir.

Nando tak bisa menjawab, nafasnya masih tersengal dan lelah setelah berlari dari kelas itu.

"Ayo mulih!" ajak Nando tanpa menatap ke belakang lagi.

Agus menurut dengan raut wajah yang masih khawatir. Ia memapah temannya itu. Tanpa di sadari sosok itu juga melihat keduanya dari kejauhan, melambai.

"Sampai jumpa anak-anak."

Sosok itupun menghilang. Sejak saat itu cerita ini pun menyebar luas di kalangan mahasiswa UNNES bahkan orang awam pun tahu akan cerita satu ini.

Ngeri! Kisah Horor Dosen Ghaib Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Sobat Zona punya kisah yang sama dengan mereka nggak? Sharing sama Sans yuk! Oh iya, kira-kira kampus mana lagi nih yang harus Sans kunjungi untuk menceritakan kisah horor selanjutnya? Tulis di komentar ya.

Baca Juga: Cerita Mencekam Ruang B101 FISIP Universitas Diponegoro

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150