zonamahasiswa.id - Meskipun telah tinggal di Korea Selatan sejak masa SMA, Xaviera Putri masih merasa terkejut dengan budaya belajar dan kerja keras yang sangat intens di negara tersebut hingga sering dinilai toxic.
Menurut Xaviera, di SMA Korea Selatan, diterapkan sistem belajar mandiri (self-study time) selama beberapa jam di luar jam sekolah formal yang wajib diikuti oleh semua siswa. Bahkan, ada sanksi bagi siswa yang tidak mengikuti sistem ini, termasuk kemungkinan dikeluarkan dari sekolah.
Xaviera mengakui bahwa meskipun sistem ini membantunya memadatkan materi pelajaran dan menjadi lebih disiplin, ia merasa bahwa tingkat ketekunan ini seringkali berlebihan bagi banyak teman-temannya.
Yang menarik, sebelum masuk ke KAIST dengan beasiswa full, Xaviera juga bersekolah di Korea Science Academy dengan beasiswa full pula. Terlepas dari pencapaiannya yang mengagumkan ini, ada perjuangan berat yang ditempuh Xaviera selama sekolah.
Mulai SMA di Korea Selatan
Xaviera Putri merupakan orang Indonesia yang mendapatkan kesempatan beasiswa untuk menuntut ilmu di Korea Selatan. Dia mendapatkan beasiswa penuh pada saat duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Xaviera bersekolah di Korea Science Academy pada usia 15 tahun.
“Alasan aku SMA ke Korea dan jauh dari orangtua karena aku dari kecil suka mencoba hal baru/out of my comfort zone,” ujar Xaviera. Sebagai seorang yang berhijab di negara minoritas muslim, dia mengaku tidak masalah dengan lingkungan pertemanannya.
Teman-teman Xaviera juga tidak pernah memandang dia sebelah mata. Bahkan pada saat Ramadan ia juga mendapatkan dukungan dari temannya. Saat ini, Xaviera atau viera sedang melanjutkan pendidikannya di Korea Advance Institute of Technology (KAIST).
Akibat adanya pandemi Covid-19 mengharuskan dia kuliah online pada tahun pertamanya, ia juga mendapatkan beasiswa penuh di bangku perkuliahan ini. Tidak tanggung-tanggung Xaviera mengambil double major dengan mengambil jurusan Computer Science dan Business.
Kehidupannya yang unik membuat teman-temannya mendukung jika ia harus membuat kanal YouTube, itulah alasan mengapa dia membuatnya. Selain itu, menurut Xaviera potensi anak Indonesia untuk bisa meraih pendidikan yang tinggi itu sangat besar. Dia juga ingin menjadi salah satu orang yang bisa memotivasi dan mendorong anak Indonesia untuk tidak takut mencoba meraih impian.
Menurutnya dengan keluar dari zona nyaman bisa memperluas pikiran kita terhadap penyelesaian suatu permasalahan.
“Hidup aku berubah banget setelah aku memutuskan untuk pindah sekolah ke negara baru, memang enggak gampang tapi di sini aku merasakan mindset aku berubah ketika bertemu orang-orang baru dan itu juga yang membuat kamu bisa berubah menjadi orang,” ujar Xaviera seperti dikutip dari kanal YouTube miliknya.
Dia juga mengatakan, semua mimpi tidak akan pernah berjalan mulus, hambatan dan rintangan akan selalu ada.
Perjalanan yang telah Xaviera laluin ini semoga bisa menjadi motivasi untuk anak Indonesia yang ingin meraih impiannya. Meski menggunakan hijab di negara minoritas tidak menghalangi semangat Xaviera untuk bermimpi.
Budaya Belajar dan Realitas Pendidikan di Korea
Di sekolah menengah atas (SMA) di Korea Selatan, terdapat sistem belajar mandiri (self-study time) yang wajib diikuti oleh semua siswa di luar jam sekolah formal selama beberapa jam. Bahkan, siswa yang tidak mengikuti aturan ini dapat dikenai sanksi, termasuk kemungkinan dikeluarkan dari sekolah.
"Misalnya, setelah kelas selesai pukul 5 sore, kami diwajibkan belajar mandiri di sekolah dari jam 7 hingga 10 malam setiap hari. Jadwalnya sudah diatur," ujar Xaviera.
"Kami memiliki tempat duduk yang sudah ditentukan, dan kehadiran kami harus dicatat. Jika absen tanpa alasan yang jelas, kami bisa mendapatkan sanksi atau bahkan dikeluarkan. Ada sistem poin penalti," ungkap Xaviera dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Raditya Dika
Xaviera mengakui bahwa meskipun sistem ini membantunya menyerap materi pelajaran lebih cepat dan menjadi lebih disiplin, ia merasa bahwa tingkat ketekunan ini seringkali terlalu berlebihan bagi banyak teman-temannya.
"Di satu sisi, saya melihat manfaatnya karena ada banyak hal yang harus dikejar. Pada saat itu, kurikulum di sekolah saya berusaha merangkum materi 3 tahun menjadi 1 tahun. Kemudian, pada tahun kedua dan ketiga, kami mulai mempelajari materi kuliah," jelasnya.
"Jadi, saya melihatnya sebagai sesuatu yang positif karena saya menjadi lebih disiplin, tetapi sering kali saya melihat teman-teman saya sampai kewalahan," tambah Xaviera.
Pengalaman hidupnya yang unik membuat teman-temannya mendukung keputusannya untuk membuat kanal YouTube, dan inilah alasan mengapa dia memulainya. Selain itu, menurut Xaviera, potensi anak-anak Indonesia untuk meraih pendidikan tinggi sangat besar. Dia ingin menjadi salah satu yang bisa memotivasi dan mendorong anak-anak Indonesia agar tidak takut mengejar impian mereka.
Menurutnya, keluar dari zona nyaman dapat memperluas cara berpikir dalam menyelesaikan masalah.
"Hidup saya berubah banyak setelah saya memutuskan untuk pindah sekolah ke negara baru. Memang tidak mudah, tapi di sini saya merasakan perubahan mindset ketika bertemu orang-orang baru, dan hal itu juga bisa membuat seseorang berubah,” ujar Xaviera seperti yang dikutip dari kanal YouTube miliknya.
Dia juga menambahkan bahwa setiap mimpi tidak akan selalu berjalan lancar, hambatan dan tantangan akan selalu ada. Perjalanan yang telah ditempuh Xaviera diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak Indonesia yang ingin meraih impian mereka.
Meskipun memakai hijab di negara yang mayoritasnya bukan Muslim, hal itu tidak menghalangi semangat Xaviera untuk terus bermimpi.
Cerita Xaviera Putri saat Sekolah di Korsel, Budaya Belajarnya Keras!
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.
Baca juga: Viral! Dokter OBGYN Ungkap Cerita Bocah 10 Tahun Suka Tidur Bareng di Rumah Temannya, Ternyata...
Komentar
0