
Zona Mahasiswa - Kasus tewasnya pelajar berinisial MAF (13) akibat tembakan dua oknum prajurit TNI di Sumatera Utara berakhir dengan vonis yang memicu kemarahan publik. Pengadilan Militer I-02 Medan menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan pemecatan dari dinas militer kepada dua terdakwa, Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Fransisco Manalu. Vonis ini dinilai terlalu ringan oleh keluarga korban dan aktivis, terutama jika dibandingkan dengan hukuman yang diterima oleh rekan-rekan sipil para terdakwa.
Baca juga: Mengejutkan! 'Sound Horeg' Ternyata Pernah Jadi Senjata Korsel untuk Serang Korut
Kronologi Penembakan Tragis
Peristiwa tragis ini terjadi pada 1 September 2024. Serka Darmen Hutabarat, ditemani tiga rekan sipil, sedang melakukan monitoring peredaran narkotika di Hotel Deli Indah, Kabupaten Deli Serdang. Pada saat yang sama, MAF dan geng motornya sedang berkumpul dan bersiap untuk tawuran dengan geng motor lain di Jembatan Sungai Ular.
Saat MAF dan teman-temannya mengejar geng motor lawan ke arah Hotel Deli Indah, Serka Darmen melihat situasi tersebut dan melepaskan tembakan peringatan ke udara. Dalam kepanikan, MAF dan rekan-rekannya berusaha melarikan diri. Namun, saat dikejar, terjadi baku tembak yang mengakibatkan MAF tertembak di bagian dada.
MAF segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Sawit Indah Parbaungan, namun nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia saat tiba di rumah sakit.
Vonis yang Dinilai Tidak Adil
Dalam persidangan, oditur sebelumnya menuntut Serka Darmen 18 bulan penjara dan Serda Hendra 1 tahun penjara. Namun, majelis hakim yang dipimpin oleh Letkol Djunaedi Iskandar menjatuhkan vonis yang lebih berat, yaitu 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta, serta pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer. Serda Hendra menerima vonis yang serupa.
Vonis ini sontak menuai protes keras. Ilham, kakak dari MAF, berteriak di ruang sidang, "Yang sipil divonis 4 tahun, kenapa yang membunuh cuma 2 tahun!" Protes ini menyoroti ketidakadilan, karena rekan-rekan sipil terdakwa yang terlibat dalam insiden tersebut divonis 4 tahun penjara.
Ketidakpuasan juga diungkapkan oleh Bonaerges Marbun, seorang aktivis mahasiswa. Ia menunjukkan ketidaksetujuannya dengan membentangkan bendera One Piece di depan majelis hakim. Bonaerges juga mengaku mengalami kekerasan oleh prajurit di ruang sidang dan saat ditahan.
Protes dari keluarga dan aktivis ini menunjukkan betapa dalamnya kekecewaan mereka terhadap sistem peradilan militer. Vonis yang dijatuhkan dianggap tidak sebanding dengan nyawa seorang anak yang hilang dan menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum terhadap anggota militer.
Baca juga: Tragedi Cinta Segitiga Maut, Cucu 9 Naga Tewas Usai Grebek Pacar Pesta Miras
Komentar
0