Berita

Mengejutkan! 'Sound Horeg' Ternyata Pernah Jadi Senjata Korsel untuk Serang Korut

Muhammad Fatich Nur Fadli 07 Agustus 2025 | 16:20:08

Zona Mahasiswa - Fenomena "sound horeg" atau sistem pengeras suara super besar yang sering kita dengar dalam konteks hiburan, ternyata memiliki kisah lain yang tak kalah mengejutkan di Semenanjung Korea. Korea Selatan (Korsel) pernah menggunakan "sound horeg" sebagai senjata propaganda untuk menyerang Korea Utara (Korut) di perbatasan. Strategi ini bukan sekadar alat komunikasi, melainkan bagian dari perang psikologis yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Baca juga: Begini Pengakuan Pemain Judol Usai Rekening Dormant Diblokir PPATK, Akankah Mereka Menyerah…

Sejarah Perang Propaganda Suara

Penggunaan pengeras suara super besar ini dimulai oleh Korsel pada tahun 1963, sebagai respons atas siaran propaganda yang diluncurkan Korut setahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1962. Sejak saat itu, kedua negara terus-menerus menggunakan "sound horeg" di sepanjang perbatasan untuk menyiarkan berbagai pesan.

Siaran dari Korsel umumnya menyiarkan konten yang menunjukkan superioritas budaya mereka. Mereka sering memutar musik pop atau lagu-lagu populer, serta program-program tertentu yang sengaja ditujukan agar didengar oleh para tentara dan warga Korut. Tujuannya adalah untuk menarik simpati dan memikat mereka agar membelot.

Di sisi lain, Korut juga tak kalah gencar. Mereka menyiarkan seruan-seruan yang mengajak warga Korsel untuk membelot ke "negara tanpa pajak", istilah yang mereka gunakan untuk menyebut Pyongyang. Masing-masing negara mencoba mematahkan semangat lawan dan menarik sebanyak mungkin pembelot.

On-Off Sesuai Situasi Politik

Siaran propaganda suara ini sempat dihentikan pada tahun 2004, selama periode "detente" atau peredaan ketegangan antara kedua negara. Namun, perdamaian ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 2015, siaran kembali diaktifkan setelah dua prajurit militer Korsel terluka akibat ranjau darat yang ditanam oleh militer Korut.

Sejak saat itu, siaran propaganda "sound horeg" di perbatasan menjadi indikator ketegangan antara kedua negara, di mana siaran akan dihidupkan (on) setiap kali muncul konflik dan dimatikan (off) saat situasi mereda.

Contoh terbaru adalah pada bulan Juni 2024, ketika "sound horeg" Korsel kembali diaktifkan. Pemicunya adalah aksi Korut yang mengirimkan balon-balon berisi sampah ke wilayah Korsel. Aksi Korut ini sendiri merupakan balasan atas kiriman selebaran anti-Korut yang disebarkan oleh para aktivis Korsel.

Era Baru di Bawah Kepemimpinan Baru

Namun, babak baru dalam hubungan kedua Korea dimulai pada Agustus 2025. Setelah terpilih, Presiden Korsel yang baru, Lee Jae Myung, menyatakan bahwa ia ingin menciptakan perdamaian dengan Korut. Sebagai langkah konkretnya, militer Korsel akhirnya membongkar pengeras suara-pengeras suara tersebut. Pembongkaran ini menjadi sinyal kuat bahwa Korsel di bawah kepemimpinan Lee Jae Myung siap menempuh jalur diplomasi dan mengakhiri perang propaganda yang telah berlangsung lama.

Kisah "sound horeg" di perbatasan Korea ini menjadi bukti bahwa teknologi dan media, bahkan yang paling sederhana sekalipun seperti pengeras suara, dapat menjadi alat yang sangat kuat dalam politik dan konflik antarnegara.

Baca juga: Panas! Om Deddy Corbuzier Angkat Bicara Soal Timothy yang Bilang Orang Nge-gym Itu Goblok: Oh, Jadi Panglima TNI Kita…

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150