Zona Mahasiswa - Sobat Zona, jagat maya kembali dibuat geger oleh pernyataan kontroversial yang datang dari tokoh agama. Belum kering ingatan kita tentang berbagai isu viral di penghujung tahun 2025 ini, sekarang muncul lagi perdebatan panas soal... topi alias kopiah.
Ya, kalian nggak salah baca. Mursyid Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) ke-38 Pondok Pesantren Suryalaya, Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul atau yang akrab disapa Abah Aos, baru saja mengeluarkan pernyataan yang bikin dahi berkerut.
Dalam sebuah video ceramahnya yang viral di media sosial, Abah Aos secara tegas menyebut bahwa penggunaan kopiah hitam bagi seorang pemimpin adalah HARAM.
Wait, what? Bukannya kopiah hitam alias peci itu simbol nasionalisme yang dipopulerkan Bung Karno? Kenapa sekarang jadi haram? Yuk, kita bedah kasus ini pelan-pelan biar nggak gagal paham!
Pernyataan Viral "Pakai Kopiah Hitam Haram, Wajib Merah Putih"
Dalam potongan video yang beredar luas itu, Abah Aos tampak sedang memberikan tausiyah di hadapan para jemaahnya. Dengan nada bicara yang khas dan penuh penekanan, beliau menyinggung soal atribut yang harus dikenakan oleh seorang pemimpin.
Menurut pandangan Abah Aos, pemimpin memiliki kewajiban moral dan simbolik untuk mengenakan kopiah merah putih. Bagi beliau, ini bukan sekadar fashion statement, tapi soal identitas kebangsaan dan spiritualitas.
Namun, bagian yang paling memicu kontroversi adalah ketika beliau menyinggung kopiah hitam.
"Pakai kopiah hitam, haram hukumnya. Pemimpin wajib pakai kopiah merah putih," tegas Abah Aos dalam video tersebut.
Nggak cuma sampai di situ, Sobat Zona. Abah Aos juga menekankan bahwa kewajiban ini bukan cuma soal "memakai", tapi juga harus ada effort alias usaha untuk membelinya sebagai bentuk kesadaran jati diri bangsa.
Dalam sudut pandang spiritual yang beliau yakini, penggunaan kopiah hitam oleh pemimpin memiliki konsekuensi hukum tersendiri. Simbol merah putih dianggap sebagai representasi yang paling suci dan tepat untuk memimpin umat dan bangsa.
Benturan Simbol: Peci Hitam vs Filosofi Abah Aos
Pernyataan ini tentu saja bikin publik, khususnya mahasiswa dan pengamat sejarah, jadi bertanya-tanya. Mari kita flashback sedikit ke pelajaran sejarah.
Sejarah Peci Hitam (Kopiah): Kopiah hitam atau peci adalah simbol yang sangat ikonik di Indonesia. Ir. Soekarno (Bung Karno) adalah tokoh yang mempopulerkan peci hitam sebagai simbol Nasionalisme Indonesia. Bung Karno ingin mengangkat identitas rakyat jelata (yang saat itu identik dengan peci) menjadi identitas nasional yang membanggakan, lepas dari sekat-sekat kesukuan.
Peci hitam dipakai oleh semua Presiden Indonesia, mulai dari Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, SBY, Jokowi, hingga Prabowo. Bahkan, peci hitam sudah menjadi bagian dari pakaian sipil resmi kenegaraan.
Logika Abah Aos: Di sisi lain, Abah Aos tampaknya ingin menekankan aspek "Merah Putih" sebagai representasi bendera dan kesucian tanah air. Mungkin dalam pandangan tasawuf beliau, warna hitam memiliki makna filosofis tertentu yang dianggap kurang pas bagi seorang pemimpin yang harusnya "terang" atau "berani dan suci" (Merah Putih).
Namun, penggunaan kata "Haram" yang dalam hukum Islam berarti "berdosa jika dilakukan" inilah yang membuat narasi ini menjadi polemik. Apakah ini haram secara Fiqh (hukum syariat) atau haram secara Filosofis (makna kiasan)?
Reaksi Netizen: Dari Bingung Sampai Emosi
Namanya juga Indonesia, kalau ada yang viral dikit, kolom komentar langsung jadi arena debat terbuka. Video Abah Aos ini langsung diserbu ribuan komentar warganet. Reaksinya beragam, mulai dari yang bingung, marah, sampai yang mencoba berpikir positif.
- Tim Kontra (Bingung & Menolak): Banyak netizen yang merasa pernyataan ini terlalu berlebihan dan tidak berdasar pada syariat Islam yang umum.
- "Maaf, apa yang dia sampaikan bukan ajaran Islam. Di Al-Qur'an dan Hadits mana ada larangan pakai peci hitam?" tulis seorang netizen.
- "Bung Karno nangis dengar ini. Peci hitam itu identitas kita, woy!" timpal yang lain.
- Tim Netral (Mencoba Memahami Konteks): Ada juga yang berpendapat bahwa ucapan Mursyid (guru spiritual) biasanya spesifik untuk murid-muridnya saja.
- "Tidak masalah kalau ini disampaikan ke jemaahnya aja sebagai aturan internal tarekat. Tapi kalau di-publish ke umum, ya jadi salah paham," ujar warganet bijak.
- Tim Skeptis:
- "Mungkin maksudnya haram filosofis kali, bukan haram fiqh. Tapi tetep aja pemilihan katanya bikin gaduh," analisis netizen lain.
Bahaya Istilah "Haram" di Ruang Publik
Sobat Zona, kasus ini mengajarkan kita satu hal penting tentang komunikasi publik tokoh agama.
Kata "Haram" adalah terminologi hukum yang sangat sensitif di telinga masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Ketika kata ini disematkan pada benda yang secara budaya dan sejarah sudah diterima (seperti peci hitam), gegar budaya (culture shock) pasti terjadi.
Dalam tradisi pesantren atau tarekat, memang sering ada bahasa-bahasa majaz (kiasan) atau aturan khusus yang berlaku internal (khususiyah). Namun, di era media sosial, sekat antara "ruang privat pengajian" dan "ruang publik" sudah runtuh. Apa yang diucapkan di dalam majelis, bisa viral dan dikonsumsi oleh orang awam yang tidak paham konteks spiritualnya.
Inilah yang sering memicu kegaduhan. Publik menangkapnya secara tekstual, sementara sang tokoh mungkin bicaranya secara kontekstual atau spiritual.
Menanti Fatwa MUI & Kemenag
Sampai berita ini diturunkan, tim jurnalis masih berusaha mendapatkan konfirmasi resmi dari pihak Abah Aos untuk menjelaskan maksud detail dari pernyataan tersebut. Apakah ini berlaku untuk seluruh umat Islam, atau hanya imbauan internal TQN Suryalaya?
Selain itu, konfirmasi juga sedang dilakukan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (Kemenag). Klarifikasi dari otoritas keagamaan sangat dibutuhkan untuk meluruskan pemahaman masyarakat agar tidak terjadi perpecahan atau tuduhan sesat-menyesatkan.
Biasanya, MUI akan melihat apakah pernyataan ini masuk dalam ranah penodaan agama, penyimpangan, atau sekadar perbedaan pandangan furu'iyah (cabang/tidak pokok).
Jangan Telan Mentah-Mentah!
Sambil menunggu klarifikasi resmi, ada baiknya kita sebagai mahasiswa dan generasi muda yang cerdas tidak langsung "sumbu pendek".
- Filter Informasi: Pahami bahwa video yang beredar adalah potongan. Kita belum tahu konteks utuh ceramah tersebut.
- Hormati Perbedaan: Dalam dunia tasawuf, banyak simbolisasi yang mungkin sulit dipahami nalar syariat biasa.
- Tetap Kritis: Namun, kita juga berhak kritis. Mengklaim sesuatu yang mubah (boleh) menjadi haram tanpa dalil nas (Al-Qur'an/Hadits) yang jelas, tentu perlu dipertanyakan pertanggungjawabannya.
Jadi, buat kamu yang nanti sore mau kondangan atau rapat organisasi pakai peci hitam, tenang aja, Sob! Selama belum ada fatwa resmi yang melarang, peci hitammu tetap sah dan keren sebagai simbol pemuda Indonesia.
Jangan sampai kopiah yang harusnya jadi simbol persatuan, malah jadi alat perpecahan gara-gara beda warna. Merah Putih di hati, Peci Hitam di kepala, Indonesia tetap jaya!
Menurutmu gimana, Sobat Zona? Setuju nggak kalau pemimpin wajib ganti peci jadi merah putih?
Komentar
0

