Berita

DPR Sindir Donasi Rp10 M Sebut Negara Sudah Habis Triliunan, Ferry Irwandi: Maaf Ya Teman-teman, Sekali Lagi Minta Maaf...

Muhammad Fatich Nur Fadli 09 Desember 2025 | 16:19:45

Zona MahasiswaDrama penanganan bencana di Sumatera kembali memanas. Bukan soal teknis evakuasi, melainkan soal "adu mekanik" antara kinerja pemerintah dan gerakan civil society yang dimotori oleh influencer.

Baru-baru ini, jagat maya dibuat heboh dan sedikit emosi oleh pernyataan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra, Endipat Wijaya. Di tengah apresiasi publik terhadap gerakan donasi yang digalang oleh content creator Ferry Irwandi, Endipat justru melontarkan sindiran pedas. Ia menilai bantuan masyarakat yang terkumpul Rp10 miliar itu "tidak sebanding" dengan bantuan negara yang diklaim sudah mencapai triliunan rupiah.

Baca juga: Pejuang Skripsi Wajib Ngerti Hal Ini! Apalagi yang Penelitiannya Kualitatif

Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras. Publik merasa pejabat negara seolah "cemburu" karena kalah pamor dan kalah trust dari relawan independen. Lantas, bagaimana sebenarnya duduk perkaranya? Dan bagaimana respon berkelas dari Ferry Irwandi? Mari kita bedah deep dive.

DPR: "Jangan Sok Paling Bekerja, Negara Udah Triliunan!"

Kejadian ini bermula saat Rapat Kerja Komisi I DPR RI bersama Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, di Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025). Dalam rapat tersebut, Endipat Wijaya menumpahkan kekesalannya terkait narasi di media sosial yang menurutnya menyudutkan pemerintah.

Endipat merasa terganggu dengan opini publik yang menyebut "negara tidak hadir" di lokasi bencana banjir dan longsor Sumatera (Aceh, Sumut, Sumbar). Ia menyindir pihak-pihak (baca: relawan/influencer) yang baru datang sekali tapi dianggap pahlawan, sementara pemerintah yang sudah bekerja keras malah dihujat.

"Orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara udah hadir dari awal. Ada orang baru datang, baru bikin satu posko ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah udah bikin ratusan posko di sana," ujar Endipat dengan nada tinggi.

Poin yang paling bikin netizen geleng-geleng kepala adalah ketika Endipat membandingkan nominal uang. Ia secara eksplisit meremehkan angka donasi publik.

"Orang per orang cuma nyumbang Rp10 miliar, negara udah triliun-triliunan ke Aceh itu. Jadi yang kayak gitu mohon dijadikan perhatian sehingga ke depan tidak ada lagi informasi seolah-olah negara tidak hadir," tambahnya.

Kata "Cuma Rp10 Miliar" inilah yang menjadi bensin di tengah api. Bagi rakyat biasa dan anak muda yang menyisihkan uang jajannya untuk berdonasi, angka itu adalah bukti solidaritas raksasa. Namun, bagi wakil rakyat, angka itu dianggap remeh dibandingkan anggaran negara (yang notabene uang rakyat juga).

💸 Ferry Irwandi & The Power of Netizen: 24 Jam Tembus Rp10,3 Miliar!

Sebagai konteks, sindiran ini kuat dugaannya mengarah pada aksi heroik Ferry Irwandi lewat Malaka Project.

Pada awal Desember 2025, Ferry menginisiasi penggalangan dana lewat Kitabisa untuk korban bencana Sumatera. Hasilnya? Gila-gilaan, Guys!

  • 3 Jam Pertama: Tembus Rp1 Miliar.
  • Saat Live Streaming: Melonjak jadi Rp5 Miliar.
  • Total 24 Jam: Mencapai Rp10,3 Miliar dengan partisipasi lebih dari 87.000 orang baik.

Kecepatan dan besaran donasi ini adalah rekor yang menunjukkan betapa tingginya trust issue masyarakat. Orang lebih percaya menitipkan uangnya ke influencer transparan seperti Ferry daripada ke lembaga resmi yang birokrasinya seringkali njelimet.

Ferry pun tak tinggal diam. Namun, bukannya marah-marah, ia memberikan respon yang sangat savage tapi sopan. Lewat media sosialnya, Ferry seolah "meminta maaf" karena aksinya membuat pihak tertentu merasa tersaingi.

"Maaf ya teman-teman, sekali lagi minta maaf..." tulis Ferry, sebuah satire halus yang menohok.

Ia dan timnya langsung terjun ke lapangan, menembus daerah terisolir di Sumatera, dan menyalurkan bantuan secara real-time. Tanpa spanduk partai, tanpa seremoni pejabat.

Minta Komdigi Jadi "Humas" Biar Viral

Kembali ke Senayan, Endipat Wijaya ternyata punya permintaan khusus ke Kementerian Komdigi. Ia ingin kementerian tersebut lebih agresif dalam "mengamplifikasi" kerja pemerintah. Bahasa gampangnya: Ia pengen kerja pemerintah diviralkan biar nggak kalah saing sama influencer.

"Kami mohon, Ibu (Meutya Hafid), fokus nanti ke depan Komdigi ini mengerti dan tahu persis isu sensitif nasional membantu pemerintah memberitahukan dan mengamplifikasi informasi-informasi itu sehingga nggak kalah viral dibandingkan dengan teman-teman yang sekarang ini sok paling-paling di Aceh," pinta Endipat.

Ia juga mencontohkan Kementerian Kehutanan dan Kepolisian yang menurutnya sudah bekerja keras melakukan reboisasi dan penanganan, tapi "kalah narasi" di media sosial sehingga terus-terusan dikritik atau "dikuliti" netizen.

Logika ini dianggap aneh oleh banyak pengamat media sosial. Viralitas positif itu lahir dari kepuasan publik, bukan dari settingan amplifikasi. Kalau kerjanya beres dan dirasakan warga, otomatis akan viral dengan sendirinya tanpa perlu "ngemis" atensi.

Plot Twist: Siapa Sebenarnya Endipat Wijaya? (Intip Garasinya!)

Pernyataan "Cuma 10 Miliar" dari Endipat tentu bikin kita penasaran, sekaya apa sih bapak dewan yang satu ini? Apakah Rp10 miliar itu receh buat dia?

Berdasarkan penelusuran tim Zona Mahasiswa melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan pada 26 Maret 2025, total kekayaan Endipat Wijaya tercatat sebesar Rp14.355.375.506 (Rp14,3 Miliar).

Wait, kekayaan totalnya "hanya" selisih 4 miliar dari total donasi yang dikumpulkan netizen dalam 24 jam!

Yang menarik adalah isi garasinya. Endipat tercatat sebagai kolektor mobil mewah dengan total nilai aset kendaraan mencapai Rp2,5 Miliar. Berikut daftarnya:

  1. GWM Tank 500 HEV (Tahun 2024): SUV gagah seharga Rp1,19 Miliar.
  2. Toyota Alphard (Tahun 2021): MPV wajib pejabat seharga Rp1 Miliar.
  3. Honda CR-V (Tahun 2019): Seharga Rp400 Juta.

Semua kendaraan tersebut dilaporkan sebagai "Hasil Sendiri". Fakta ini semakin membuat netizen gemas. Seorang pejabat dengan kekayaan Rp14 Miliar meremehkan gotong royong 87 ribu rakyat yang menyisihkan uang makan siang mereka untuk membantu sesama.

Kenapa Pejabat "Insecure" sama Relawan?

Fenomena ini menunjukkan adanya jurang yang lebar antara Pejabat Pemerintah dan Realita Generasi Z.

  1. Trust Issue is Real: Anak muda menyumbang ke Ferry Irwandi bukan karena negara miskin, tapi karena mereka ingin bantuan sampai cepat dan tepat. Birokrasi bantuan negara seringkali lambat dan rawan disunat.
  2. Bantuan Bukan Kompetisi: Narasi membandingkan "10 Miliar vs Triliunan" adalah kesalahan fatal (blunder). Dalam bencana, Rp100 ribu pun sangat berharga. Harusnya negara merangkul relawan, bukan menyindirnya sebagai "sok paling bekerja".
  3. Humas Jadul: Pola pikir "harus diviralkan biar kelihatan kerja" sudah ketinggalan zaman. Di era digital, transparansi adalah kunci. Ferry Irwandi live streaming transparansi dana, sementara pemerintah seringkali baru muncul saat seremonial.

Suara Netizen: "Yang 10 Miliar Langsung Nyampe, Yang Triliunan..."

Kolom komentar di berbagai platform media sosial langsung banjir hujatan untuk Endipat. Banyak yang menagih rincian "triliunan" yang dimaksud.

  • "Triliunan itu bentuknya apa Pak? Rapat? SPPD? Atau bansos yang nyampenya mie instan doang?"
  • "10 Miliar dari rakyat itu duit halal, Pak. Langsung jadi beras dan selimut. Gak pake potong pajak."
  • "Ferry Irwandi minta maaf karena dia terlalu gercep dibanding bapak-bapak di Senayan."

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi para wakil rakyat. Jangan pernah meremehkan kekuatan solidaritas civil society. Daripada sibuk minta Komdigi memviralkan kinerja, lebih baik fokus pastikan "triliunan" anggaran itu benar-benar sampai ke tangan korban bencana tanpa disunat sepeser pun.

Ingat Pak, Respect is earned, not announced.

Baca juga: Dapat Bocoran dari Dosbing, Kurang-kurangin Pakai Redaksi Kayak Gini di Skripsi

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150