
Zona Mahasiswa - Aksi protes warga yang menuntut mundur Bupati Pati Sudewo memanas, berujung pada tembakan gas air mata dan semprotan air dari water canon. Ribuan warga memadati Alun-alun Kota Pati, Rabu (13/8/2025), menyuarakan kemarahan mereka atas serangkaian kebijakan dan pernyataan kontroversial sang bupati. Di tengah ketegangan ini, influencer Neneng Rosdiyana menyoroti pentingnya aksi tersebut sebagai "barometer" bagi pejabat di seluruh Indonesia.
Kemarahan Rakyat Pati Berujung Kericuhan
Ribuan warga dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, petani, hingga pedagang, berkumpul di depan Pendopo Kabupaten Pati sejak pukul 08.00 WIB. Mereka membawa spanduk bertuliskan tuntutan agar Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Orasi yang bergema di sepanjang jalan utama kota mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap pemerintahan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Aksi yang awalnya berlangsung damai mendadak memanas saat massa berusaha merangsek masuk ke halaman kantor bupati. Aparat keamanan yang telah bersiaga sejak pagi membentuk barikade untuk menghalangi massa. Tensi meningkat saat lemparan botol air mineral dan benda-benda lain mulai melayang ke arah aparat.
Untuk membubarkan massa, polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan water canon. Aksi balasan dari petugas ini disambut teriakan kemarahan dan perlawanan dari massa. Sebagian massa tercerai-berai, namun banyak juga yang bertahan dan berusaha kembali merangsek maju, menciptakan suasana yang semakin tidak kondusif.
Bahkan, saat Bupati Sudewo muncul dengan kendaraan taktis polisi, kedatangannya tidak meredakan situasi. Ia disambut lemparan botol air mineral dari kerumunan massa yang marah. Petugas keamanan segera melindungi bupati dengan perisai dan membawanya kembali masuk ke dalam kendaraan. Momen singkat ini memperlihatkan betapa besarnya kemarahan publik terhadap sosok pemimpin daerah tersebut.
Kebijakan Kontroversial Jadi Pemicu Utama
Gelombang protes yang kini memuncak di Pati bukanlah tanpa sebab. Ini merupakan akumulasi dari ketegangan yang sudah lama membayangi hubungan antara pemerintah daerah dan warganya. Salah satu pemicu utamanya adalah kebijakan kenaikan pajak daerah yang dinilai memberatkan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Kenaikan ini dianggap tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih belum pulih sepenuhnya.
Selain itu, serangkaian proyek infrastruktur yang dicanangkan oleh Bupati Sudewo juga menjadi sasaran kritik. Proyek-proyek tersebut dinilai tidak mendesak dan menghabiskan anggaran besar, sementara banyak sektor lain yang lebih membutuhkan perhatian, seperti pendidikan dan kesehatan. Warga menganggap alokasi dana tersebut tidak transparan dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Pernyataan-pernyataan Bupati Sudewo yang dianggap arogan dan menantang rakyat juga turut memanaskan suasana. Salah satu pernyataan yang paling disoroti adalah ketika ia menanggapi kritik publik dengan kalimat yang terkesan meremehkan. Hal ini dianggap sebagai bentuk arogansi kekuasaan yang membuat masyarakat merasa tidak didengarkan dan diremehkan oleh pemimpinnya sendiri.
Neneng Rosdiyana: Pati Sebagai "Barometer" Pejabat Indonesia
Di tengah riuhnya aksi protes, nama influencer Neneng Rosdiyana kembali muncul dan menjadi perbincangan. Melalui akun Facebook-nya, Neneng dengan lantang menyebut bahwa aksi di Pati adalah kunci dan barometer yang akan menentukan masa depan pejabat-pejabat di seluruh Indonesia.
“Pati adalah kunci. Jika rakyat Pati berhasil menurunkan ‘Si Raja Kecil’ dari singgasananya, maka itu akan menjadi rambu kuning bagi pejabat-pejabat lain agar lebih berhati-hati dengan jabatan dan kebijakannya,” tulis Neneng dalam unggahan yang viral.
Neneng berargumen bahwa keberhasilan rakyat Pati dalam melengserkan bupati mereka akan mengirimkan sinyal kuat kepada para pejabat di daerah lain untuk tidak bertindak sewenang-wenang. Ia melihat aksi ini sebagai cerminan apakah kekuasaan masih berada di tangan rakyat atau hanya sekadar pelengkap untuk mendulang suara saat pemilu.
Sebaliknya, jika aksi ini gagal, Neneng memperingatkan bahwa arogansi pejabat akan semakin menjadi-jadi. “Jika rakyat Pati gagal melengserkan ‘Si Raja Kecil’, para pejabat Indonesia akan makin arogan,” tegasnya.
Aksi Pati Simbol Perlawanan Rakyat
Aksi unjuk rasa di Pati kini menjadi sorotan luas, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga nasional. Banyak pihak yang melihatnya sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap kebijakan pemerintah daerah yang dinilai sewenang-wenang. Aksi ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam ketika hak-hak mereka diabaikan dan suara mereka tidak didengar.
Perkembangan di Pati akan terus menjadi perhatian publik. Apakah rakyat Pati berhasil menggoyahkan kekuasaan bupati mereka, atau justru aksi ini akan mereda tanpa hasil yang signifikan, akan menjadi pelajaran berharga bagi dinamika politik lokal dan nasional di masa mendatang. Satu hal yang pasti, aksi ini telah mengukir sejarah sebagai salah satu demonstrasi terbesar dan paling vokal di Pati dalam beberapa tahun terakhir, menegaskan bahwa suara rakyat adalah kekuatan yang tak bisa diabaikan.
Baca juga: Tragedi Cinta Segitiga Maut, Cucu 9 Naga Tewas Usai Grebek Pacar Pesta Miras
Komentar
0