
Zona Mahasiswa - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik tajam dari ahli gizi, dr. Tan Shot Yen. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI pada Senin, 22 September 2025, dr. Tan menyoroti menu-menu di beberapa daerah yang menyajikan makanan cepat saji seperti burger dan spageti alih-alih makanan bergizi yang sesuai.
Dr. Tan mengaku tak habis pikir dengan temuan ini. Ia menyentil penggunaan burger, yang bahan bakunya tepung terigu, bukan berasal dari tanaman lokal Indonesia.
"Yang dibagi adalah burger. Di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia," kritik dr. Tan.
Menu Asing dan Daging 'Karton' yang Meresahkan
Selain burger, dr. Tan juga menyoroti menu lain seperti spageti, bakmi Gacoan, hingga chicken katsu. Ia menilai menu-menu ini dihadirkan hanya untuk gimmick atau agar terlihat "bagus". Ia bahkan mengungkapkan kekhawatiran tentang kualitas bahan baku yang digunakan, terutama di daerah-daerah yang pengawasannya lemah.
"Dibagi spageti, dibagi bakmi Gacoan, oh my god. Dan maaf, ya, itu isi burgernya itu kastanisasi juga, kalau yang dekat dengan pusat supaya kelihatan bagus dikasih chicken katsu," katanya.
Yang paling meresahkan, dr. Tan menyoroti dugaan kecurangan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyajikan daging burger sembarangan.
"Dikasih itu loh benda tipis berwarna pink, saya aja nggak pernah mengatakan ini adalah daging olahan. Saya aja nista bilang itu daging olahan, saya nggak tahu itu produk apaan. Itu rasanya kayak karton," ungkapnya.
Dr. Tan menekankan bahwa tujuan program MBG bukanlah untuk mengikuti permintaan anak-anak yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Ia khawatir jika tren ini dibiarkan, permintaan menu akan semakin tidak karuan. "Kalau request-nya cilok? Mati kita," sentilnya.
Solusi: Kembali ke Pangan Lokal
Dr. Tan berharap program MBG memprioritaskan penyajian makanan khas lokal dengan porsi minimal 80% dari total menu. Pangan lokal dinilai lebih baik karena bahan bakunya tersedia di daerah masing-masing.
"Saya pengin anak Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengin anak Sulawesi bisa makan kapurung," ujarnya, memberi contoh.
Respons Badan Gizi Nasional
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, merespons kritik dr. Tan dengan mengatakan bahwa variasi menu seperti burger sering kali merupakan permintaan dari anak-anak agar mereka tidak bosan.
"Sering kali itu variasi atas permintaan anak-anak agar tidak bosan," kata Dadan, Jumat (26/9/2025).
Meskipun demikian, Dadan memastikan BGN menerima masukan tersebut dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan program MBG ke depan.
Menurut Anda, seberapa penting pemerintah fokus pada pangan lokal ketimbang menu western dalam program gizi anak sekolah?
Baca juga: Viral! Perpeloncoan Maba Unsri Dipaksa Saling Cium Kening, Himateta Dibekukan
Komentar
0