
Zona Mahasiswa - Seorang prajurit TNI AD, Prada Lucky Cepril Saputra Namo (23), tewas secara tragis hanya dua bulan setelah dilantik. Ia diduga dianiaya oleh seniornya di dalam asrama Batalyon Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM), Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kematian Prada Lucky memicu kemarahan keluarga, terutama sang ayah yang juga seorang prajurit TNI, yang menuntut hukuman mati bagi para pelaku.
Baca juga: Mengejutkan! 'Sound Horeg' Ternyata Pernah Jadi Senjata Korsel untuk Serang Korut
Kronologi dan Fakta-Fakta Penting Kasus Prada Lucky
Prada Lucky tewas pada Rabu (6/8) setelah menjalani perawatan selama empat hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo. Berikut adalah fakta-fakta yang terungkap:
- Baru Dua Bulan Menjadi Tentara: Lucky dilantik sebagai anggota TNI AD pada akhir Mei 2025 setelah menyelesaikan pendidikan di Singaraja, Bali. Pada Juni 2025, ia ditempatkan di Yon TP 834/WM, Nagekeo, NTT.
- Diduga Dicambuk: Ibunda Lucky, Sepriana Paulina Mirpey, menduga anaknya tewas karena disiksa oleh seniornya dengan cara dicambuk. Ia mengatakan bahwa Lucky sempat melarikan diri ke rumah ibu angkatnya dengan kondisi tubuh penuh luka lebam di tangan, kaki, dan punggung.
- Ada Luka Lebam di Tubuh Korban: Direktur RSUD Aeremo, Chandrawati Saragih, membenarkan adanya luka lebam pada tubuh Prada Lucky. Namun, ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut karena data medis masih dikumpulkan.
Amarah Keluarga dan Tuntutan Hukuman Mati
Kematian Prada Lucky memicu kemarahan besar dari orang tuanya. Sang ayah, Serma Kristian Namo, menuntut agar kasus ini diusut tuntas dan para pelaku dihukum mati.
"Saya tuntut keadilan, kalau bisa semua dihukum mati biar tidak ada Lucky-Lucky yang lain, anak tentara aja dibunuh apalagi yang lain," kata Kristian Namo, menyinggung bahwa jika anak tentara pun bisa menjadi korban, apalagi orang lain. Ia menegaskan, "Hukuman cuma dua buat [pelaku], hukuman mati dan pecat [bagi para pelaku] tidak ada di bawah itu."
Ibunda Lucky, Sepriana, juga merasakan kesedihan dan kemarahan yang mendalam. Ia tidak bisa menerima anaknya mati secara sia-sia di tangan senior, bukan di medan perang saat membela negara. Sepriana bahkan menantang, "Kalau (para pelaku) tidak diproses lebih baik bunuh saya saja, saya sakit hati kalian buat anak saya seperti ini."
Penanganan Kasus dan Klaim Transparansi
Polisi Militer (POM) TNI telah bergerak cepat dengan menangkap empat prajurit yang diduga terlibat dalam penganiayaan. Keempatnya telah ditahan di ruang tahanan Sub Detasemen Polisi Militer (Subdenpom) Ende.
Selain itu, Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana juga telah memeriksa total 20 prajurit TNI AD sebagai saksi dalam kasus ini. Meskipun demikian, status keempat prajurit yang diamankan belum dipastikan sebagai tersangka karena proses investigasi masih berjalan.
Waka Pendam IX/Udayana, Letkol Inf. Amir Syarifudin, mengklaim bahwa pengusutan kasus ini akan dilakukan secara transparan dan profesional dengan berpegang pada hukum yang berlaku. "Kita tetap memegang teguh hukum. Kita tetap menjunjung tinggi hukum termasuk yang empat orang itu kita menggunakan azas praduga tak bersalah," tuturnya.
Kematian Prada Lucky kembali menyoroti isu kekerasan dan bullying di lingkungan militer. Kasus ini menjadi tantangan besar bagi TNI untuk menunjukkan komitmennya dalam memberantas kekerasan di dalam institusi dan memastikan keadilan bagi korban.
Baca juga: Tragedi Cinta Segitiga Maut, Cucu 9 Naga Tewas Usai Grebek Pacar Pesta Miras
Komentar
0