Berita

Banyak Pendaki yang Punya Memori dengan Mbok Yem, Pemilik Warung Pecel Termahal di Puncak Lawu

Muhammad Fatich Nur Fadli 26 April 2025 | 14:42:35

Zona Mahasiswa - Dunia pendakian Indonesia sedang berduka. Pada Rabu (23/4/2025), Wakiyem atau yang akrab dipanggil Mbok Yem, sosok legendaris pemilik warung pecel di Puncak Gunung Lawu, meninggal dunia di usia 82 tahun. 

Baca juga: Sadar Habis Nonton Serial Walid Santriwati di Lombok Laporkan Sang Ustaz

Berita kepergian beliau langsung membanjiri media sosial dengan ribuan doa dan kenangan manis dari para pendaki yang pernah singgah di warung kecilnya.

Mbok Yem: Lebih dari Sekadar Penjual Pecel

Bagi para pendaki Gunung Lawu, nama Mbok Yem bukan sekadar pemilik warung. Ia adalah "penjaga" rasa hangat di tengah dinginnya puncak gunung. Nasi pecel buatannya sederhana: nasi putih hangat, sayuran segar, siraman bumbu kacang, dan tambahan telur dadar atau ceplok. Harganya? Sekitar Rp15.000 hingga Rp20.000.

"Harga segitu? Mahal amat buat nasi pecel!" mungkin kalau lihat dari mata orang kota. Tapi siapa pun yang pernah mendaki Gunung Lawu tahu: harga itu justru murah banget kalau diukur dari effort luar biasa untuk membawa bahan makanan naik ke ketinggian 3.150 mdpl. Barang-barang itu harus dibawa naik manual, melewati jalur terjal dan medan yang tidak ramah.

Sensasi Makan Pecel di Atas Awan

Banyak pendaki bilang, makan di warung Mbok Yem adalah bagian penting dari ritual mendaki Lawu. Bayangin aja, setelah mendaki berjam-jam, tubuh pegal-pegal, perut lapar, lalu disambut nasi pecel hangat sambil duduk santai menikmati lautan awan dan semburat matahari pagi.

Momen makan pecel di Puncak Lawu bukan cuma soal mengisi perut. Ini tentang pengalaman, tentang rasa syukur, tentang kebahagiaan kecil yang sederhana tapi membekas di hati.

Perjuangan Mbok Yem Mendirikan Warung di Puncak

Nggak banyak yang tahu, mendirikan warung di Puncak Lawu bukan perkara gampang. Mbok Yem mulai membuka warung di sana sejak puluhan tahun lalu, ketika pendakian belum seramai sekarang. Dengan keterbatasan alat dan tenaga, beliau membawa kebutuhan dapur, alat masak, bahan makanan, bahkan kayu bakar dengan berjalan kaki.

Bahkan di usia senjanya, Mbok Yem tetap memilih tinggal di puncak, jauh dari kenyamanan rumah di bawah. Semua itu demi memenuhi kebutuhan para pendaki. Ada cinta dan pengabdian yang luar biasa besar di balik warung mungil itu.

Mbok Yem, Simbol Ketangguhan dan Keikhlasan

Keberadaan Mbok Yem menjadi semacam jaminan bagi pendaki. "Tenang aja, kalau lapar ada Mbok Yem di atas," begitu kata banyak pendaki. Ia dikenal ramah, penyabar, dan selalu menyambut siapa pun dengan senyum hangat.

Pecel Mbok Yem itu lebih dari sekadar makanan; ia adalah simbol ketangguhan, keikhlasan, dan semangat untuk berbagi.

Ribuan Doa untuk Mbok Yem

Sejak kabar duka itu menyebar, media sosial dipenuhi dengan foto-foto kenangan bersama Mbok Yem. Banyak yang membagikan kisah-kisah kecil: tentang obrolan santai, tentang candaan beliau, tentang bagaimana secangkir kopi panas darinya terasa seperti hadiah paling berharga setelah lelah mendaki.

"Terima kasih, Mbok Yem. Sudah jadi bagian dari kenangan pendakian pertama saya," tulis seorang netizen.

"Lawu nggak akan pernah sama lagi tanpa Mbok Yem di atas sana," komentar yang lain.

Kenapa Nasi Pecel Mbok Yem Terasa Spesial?

Secara rasa, nasi pecel buatan Mbok Yem mungkin nggak jauh beda sama nasi pecel pada umumnya. Tapi suasana, perjuangan, dan kehangatan yang menyertainya itu yang bikin beda. Ada rasa syukur, ada rasa haru, ada rasa bangga.

Dan mungkin juga, karena di setiap suapan nasi pecel itu, kita bisa ngerasain sedikit dari ketulusan Mbok Yem yang bertahan di puncak hanya demi membantu para pendaki.

Warisan Mbok Yem

Kini, setelah Mbok Yem tiada, warungnya akan selalu dikenang sebagai bagian tak terpisahkan dari Gunung Lawu. Generasi pendaki mendatang mungkin hanya akan mendengar cerita tentang beliau. Tapi buat ribuan orang yang pernah singgah, warung itu, nasi pecel itu, dan sosok Mbok Yem akan hidup selamanya dalam kenangan.

Mungkin nanti ada orang lain yang meneruskan warung tersebut. Tapi, sosok Mbok Yem tak akan pernah tergantikan.

Pelajaran dari Seorang Mbok Yem

Dari Mbok Yem, kita belajar bahwa membangun sesuatu yang berarti nggak harus lewat karya besar atau uang yang banyak. Kadang, cukup dengan secangkir kopi hangat, sepiring nasi pecel sederhana, dan niat tulus untuk melayani.

Hidup ini tentang berbagi. Tentang menjadi pelipur lara bagi orang lain, bahkan dengan hal kecil.

Banyak Pendaki yang Punya Memori dengan Mbok Yem, Pemilik Warung Pecel Termahal di Puncak Lawu

Gunung Lawu kini terasa sedikit lebih sepi. Tapi nama Mbok Yem akan terus bergema di antara kabut, di antara desir angin puncak, dan di setiap tawa para pendaki yang mengenang masa-masa indah itu.

Selamat jalan, Mbok Yem. Terima kasih atas kehangatan, cinta, dan ketulusanmu.

Semoga damai di tempat terbaik di sisi-Nya.

Baca juga: Ferry Irwandi Tiru Video Bapak Wakil Presiden yang Bahas Soal Bonus Demografi, Netizen: Style Bisa Dicopy Isi Kepala Sendiri-sendiri

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150