Berita

Terenyuh! Rencana Kuliah yang Diduga Milik Mendiang Timothy Anugerah, Semester 2 & 3 Ada List Buat Cari Teman

Muhammad Fatich Nur Fadli 20 Oktober 2025 | 16:52:42

Zona MahasiswaSetelah tragedi meninggalnya Timothy Anugrah, mahasiswa Universitas Udayana (Unud) yang melompat dari gedung FISIP, kini muncul babak baru yang lebih mengharukan. Sebuah tulisan sederhana yang diduga kuat adalah "Rencana Kuliahku" milik mendiang Timothy, beredar di media sosial. Tulisan tangan itu sukses membuat ribuan warganet terdiam, menangis, dan merenung.

Jika biasanya curriculum plan seorang mahasiswa berisi target IPK tinggi, beasiswa, atau organisasi prestisius, rencana Timothy memiliki satu poin yang sangat berbeda dan memilukan. Di antara daftar akademiknya, terselip kalimat yang sangat polos: “Mencari teman.”

Kalimat ini, yang ditulis di daftar rencana untuk semester awal, kini berubah menjadi simbol betapa berat dan sepinya perjuangan seorang mahasiswa di tengah lingkungan kampus yang ramai.

Baca juga: Efek Mogok Sekolah SMAN 1 Cimarga: Lulusan Angkatan 2026-2028 Terancam Blacklist HRD, Jejak Digital Bikin Masa Depan Gelap!

Bukan IPK, Tapi Teman

Tulisan “Rencana Kuliahku” itu tampak terstruktur, seperti rencana yang dibuat oleh mahasiswa pada umumnya. Ia mencantumkan “Belajar keadaan sekitar kuliah” di semester satu, dilanjutkan dengan “Mengikuti organisasi” di semester tiga, hingga mencapai puncak “Tugas Akhir dan Wisuda” di semester delapan.

Namun, di antara rencana studi yang standar itu, poin “Mencari teman” di daftar semester awal langsung menohok hati publik.

Bagi sebagian besar mahasiswa, pertemanan terjadi secara organik dan otomatis. Namun, bagi Timothy, mencari teman adalah sebuah proyek serius yang harus ia masukkan ke dalam daftar rencana pribadinya—sejajar dengan mengejar nilai dan mengikuti organisasi.

Hal ini menjadi indikasi kuat betapa parahnya tingkat kesepian dan isolasi sosial yang dialami Timothy selama menjadi mahasiswa. Ia tidak hanya berjuang melawan materi kuliah yang sulit, tetapi juga berjuang mencari support system paling dasar di lingkungan sosialnya.

Respons Netizen: “Gak Kebayang Sesepi Apa Hari-Harinya”

Unggahan segera viral bak api. Komentar-komentar yang masuk didominasi oleh ungkapan haru, penyesalan, dan perasaan relate yang mendalam dari sesama mahasiswa dan kaum muda.

Gak kebayang sesepi apa hari-harinya dia dan takutnya dia setiap mau kuliah,” tulis seorang warganet, mewakili perasaan banyak orang yang merasakan kepiluan serupa.

Ternyata ada yang rencananya bukan mengejar IPK, tapi cuma pengin punya teman,” tambah komentar lain, menyoroti perbedaan prioritas yang ia rasakan.

Banyak netizen yang mengaku terisak saat membaca coretan tangan Timothy. Mereka menyadari bahwa di balik hiruk pikuk kuliah dan tuntutan mengejar nilai, ada banyak mahasiswa lain yang diam-diam berjuang melawan kesendirian. Fenomena kesepian di kalangan mahasiswa perantau atau mereka yang kesulitan beradaptasi memang bukan hal baru, namun jarang sekali diungkapkan secara sejujur dan sepolos ini.

Pesan Kritis untuk Kampus: Silent Struggle yang Harus Didengar

Tragedi dan jejak tulisan Timothy ini seharusnya menjadi pengingat paling keras bagi Universitas Udayana (Unud) dan seluruh institusi pendidikan tinggi di Indonesia.

Fokus kampus tidak boleh hanya berkutat pada prestasi akademik atau citra institusi. Kasus ini menuntut:

  1. Aktivasi Total Support System: Kampus harus memiliki sistem dukungan yang proaktif, bukan reaktif. Layanan konseling dan mental health check-up harus dipermudah dan disosialisasikan, bukan hanya sekadar formalitas.
  2. Membangun Budaya Empati: Dosen, staff, dan yang terpenting, sesama mahasiswa, harus didorong untuk membangun lingkungan yang inklusif. Seperti kata salah satu netizen: “Kadang kita terlalu sibuk mengejar nilai, sampai lupa menyapa teman yang duduk sendirian.
  3. Jendela untuk Invisible Struggles: Tulisan Timothy membuktikan bahwa perjuangan paling berat adalah perjuangan yang tidak terlihat. Kampus perlu menciptakan ruang aman bagi mahasiswa untuk mengakui kesulitan sosial dan emosional mereka tanpa takut dihakimi atau di-bully, seperti yang terjadi pasca-kematiannya.

Satu kalimat sederhana, “Mencari teman,” kini menjadi seruan nasional tentang betapa pentingnya perhatian terhadap well-being sosial dan emosional mahasiswa. Semoga kepergian Timothy Anugrah dan kejujurannya yang pilu tidak sia-sia, melainkan menjadi pemicu perubahan mendasar dalam budaya kampus di Indonesia.

Baca juga: Viral! Kepsek Tampar Murid Merokok, Ortu Lapor Polisi, 630 Siswa Mogok Sekolah

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150