Berita

Efek Mogok Sekolah SMAN 1 Cimarga: Lulusan Angkatan 2026-2028 Terancam Blacklist HRD, Jejak Digital Bikin Masa Depan Gelap!

Muhammad Fatich Nur Fadli 16 Oktober 2025 | 15:21:10

Zona MahasiswaAda drama baru di dunia pendidikan yang sukses menghebohkan linimasa media sosial, kali ini datang dari SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Bukan soal prestasi, melainkan isu panas tentang kedisiplinan, kekerasan, dan yang paling mengkhawatirkan ancaman terhadap masa depan lulusan sekolah tersebut.

Aksi mogok sekolah yang dilakukan ratusan siswa SMAN 1 Cimarga pada 13-14 Oktober 2025 sebagai bentuk solidaritas terhadap teman mereka, ILP (17), yang ditampar Kepala Sekolah karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah, kini berbuntut panjang. Setelah mendapat kritik pedas dari warganet, kini muncul seruan mengejutkan dari para HRD dan Business Owner untuk mem-blacklist atau mencatat buruk lulusan SMAN 1 Cimarga angkatan 2026 hingga 2028.

Baca juga: Viral! Kepsek Tampar Murid Merokok, Ortu Lapor Polisi, 630 Siswa Mogok Sekolah

Gara-Gara Bela Perokok, Masa Depan Terancam

Pemicu utama kemarahan publik dan kalangan profesional adalah narasi yang beredar: siswa-siswa tersebut mogok bukan karena menentang kekerasan, melainkan karena membela siswa yang melanggar aturan sekolah (merokok di area sekolah).

Di tengah era jejak digital yang tidak bisa dihapus, komentar-komentar tegas dari kalangan profesional pun bermunculan, terutama di Instagram dan Threads, dan langsung viral.

Btw, aku punya usaha yang mengcover semua area Banten, kupastikan ketika rekrut pegawai nantinya SMAN 1 Cimarga bakal aku blacklist!” tulis akun Threads @ipung***, yang dikutip dari unggahan @this.tng.

Seruan untuk blacklist ini bahkan diutarakan dengan spesifik hingga mencakup tiga angkatan ke depan. “Saya sebagai orang yang biasa rekrut karyawan, akan saya catat dan blacklist alumni SMAN 1 Cimarga lulusan 2026 sampai 3 tahun ke depan,” tambah akun @uma***.

Sentimen ini menunjukkan betapa krusialnya moral dan kedisiplinan dalam kacamata dunia kerja. Bagi banyak HRD, tindakan mogok kolektif untuk membela pelanggaran dianggap sebagai indikasi buruk terhadap etos kerja, kepatuhan pada aturan, dan karakter pelajar. Ini adalah sinyal bahaya bagi para siswa: apa yang dilakukan saat ini, bisa jadi merusak peluang karier di masa depan.

Kronologi Panas: Tamparan vs Mogok

Insiden ini bermula pada Jumat, 10 Oktober 2025, saat kegiatan Jumat Bersih. ILP, siswa kelas XII, ketahuan oleh Kepala Sekolah, Dini Pitri, sedang merokok di area kantin belakang sekolah. Dini Pitri, yang saat itu sedang memantau langsung kegiatan gotong royong, mengejar dan menegur ILP.

Menurut keterangan Plt Kepala Dinas Pendidikan Banten, Luqman, teguran itu sempat diwarnai kata-kata kasar dan diakhiri dengan kontak fisik. “Ada mengeplak, enggak tahu kenceng atau enggak, saya enggak tahu, pengakuan dari kepala sekolah,” ucap Luqman.

Dini Pitri sendiri mengakui khilaf, namun ia menjelaskan bahwa kekesalannya bukan semata karena rokok, melainkan karena ILP tidak jujur. “Apa yang saya tanamkan untuk mencetak karakter itu. Karena tanpa karakter yang baik, tidak akan dihasilkan sesuatu yang baik,” ujar Dini, mencoba menjelaskan motivasinya.

Buntutnya, ratusan siswa menggelar aksi mogok belajar dua hari berturut-turut, menuntut Kepala Sekolah dinonaktifkan. Gubernur Banten Andra Soni sempat merespons cepat dengan memerintahkan penonaktifan Dini Pitri. Sebuah keputusan yang juga menuai pro dan kontra di media sosial, karena banyak warganet beranggapan tindakan Kepsek adalah upaya menegakkan disiplin.

Akhir Drama: Saling Memaafkan dan Pemulihan Jabatan

Untungnya, polemik ini tidak berlarut-larut. Gubernur Banten Andra Soni bergerak cepat memediasi pertemuan antara Kepsek Dini Pitri dan siswa ILP pada Rabu (15/10).

Pertemuan itu berakhir dengan damai. Keduanya saling memaafkan. ILP mengakui kesalahannya, “Saya juga sebenernya salah, ngerokok di sekolah,” dan berjanji tidak akan mengulanginya, serta mengajak teman-temannya kembali bersekolah. Pihak orang tua ILP pun berencana mencabut laporan polisi.

Sebagai hasil mediasi damai tersebut, Gubernur Banten langsung mengambil keputusan penting: mengaktifkan kembali Dini Pitri sebagai Kepala Sekolah. “Sifatnya bukan pemberhentian ini hanya penonaktifan, ini tidak boleh lama-lama dan harus kita pulihkan kembali, harus didukung oleh semua guru dan semua murid,” tegas Andra Soni, menutup isu tersebut di tingkat birokrasi.

Pesan Kunci untuk Siswa: Digital Footprint dan Karakter

Meskipun masalah internal sekolah telah selesai, ancaman blacklist HRD yang viral di media sosial masih menjadi ganjalan serius. Kisah SMAN 1 Cimarga ini adalah pelajaran berharga bagi semua siswa, Gen Z, dan Gen Alpha tentang dampak digital footprint dan pentingnya karakter di era modern:

  1. Prioritas Karakter: Dunia kerja kini tidak hanya mencari nilai akademik tinggi, tetapi juga integritas, disiplin, dan kemampuan berpikir kritis dalam mengambil keputusan. Solidaritas yang salah tempat bisa dicap sebagai red flag serius.
  2. Kekuatan Jejak Digital: Apa yang kamu unggah, atau bahkan ikuti, di media sosial bisa terekam selamanya. Kasus ini membuktikan bahwa tindakan kolektif di sekolah dapat memiliki konsekuensi serius dan jangka panjang terhadap reputasi satu angkatan.
  3. Hormati Aturan: Sekolah adalah wadah untuk belajar menghargai aturan, sebelum memasuki dunia kerja yang jauh lebih ketat.

Kasus Cimarga adalah wake-up call bahwa tantangan terbesar lulusan 2026-2028 mungkin bukan lagi soal persaingan nilai, melainkan bagaimana mereka mampu meyakinkan dunia kerja bahwa mereka memiliki etiket dan moral yang kuat. Blacklist mungkin terdengar ekstrem, tetapi di era di mana informasi cepat menyebar, menjaga citra diri dan institusi adalah kewajiban mutlak.

Baca juga: Ramai Diboikot Santri karena Tayangannya Dianggap Rendahkan Pesantren dan Kiai, Trans7 Minta Maaf karena Lupa Sensor

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150