Berita

Mahasiswa UNSRI Lecehkan Pacar Teman Sendiri, Alasan Antar Galon ke Kos

Muhammad Fatich Nur Fadli 17 Oktober 2025 | 19:21:36

Zona MahasiswaDunia kampus Universitas Sriwijaya (UNSRI) kembali disorot tajam oleh publik, kali ini karena kasus pelecehan seksual yang melibatkan sesama mahasiswa. Seorang mahasiswa berinisial RMA (22) diduga kuat telah melakukan pelecehan terhadap pacar dari temannya sendiri di sebuah kos yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir.

Kasus ini, yang awalnya bersembunyi dalam ketakutan korban, kini meledak di media sosial setelah akun Instagram @unsri_cabul memublikasikan kronologi lengkap pada 15 Oktober 2025. Unggahan tersebut bukan hanya sekadar gosip, melainkan disertai bukti otentik seperti surat pernyataan bermaterai dan tangkapan layar percakapan, menjadikannya isu serius yang menuntut keadilan.

Baca juga: Viral! Kepsek Tampar Murid Merokok, Ortu Lapor Polisi, 630 Siswa Mogok Sekolah

Modus Red Flag: Galon Sebagai Senjata Pelaku

Kisah ini berawal dari pengkhianatan kepercayaan yang dingin. Pelaku, RMA, menggunakan alasan sederhana namun efektif untuk masuk ke ruang privat korban. Modusnya? Mengantar galon air minum dan pura-pura menanyakan kondisi CCTV kos.

Menurut kronologi yang viral, RMA datang beberapa kali dengan alasan yang sama. Korban, merasa tidak enak hati karena RMA adalah teman dari pacarnya, akhirnya membiarkan ia masuk ke ruang tamu kos saat RMA datang lagi dengan alasan "mengantar galon."

Namun, di dalam kamar kos yang seharusnya menjadi zona paling aman bagi korban, kepercayaan itu dicabik-cabik. RMA diduga kuat melakukan tindakan pelecehan, mulai dari mencium paksa bagian tubuh korban hingga berusaha melakukan tindakan seksual secara paksa. Korban, dalam keadaan terkejut dan ketakutan, berusaha menolak sekuat tenaga. Dalam keputusasaan, ia berpura-pura setuju untuk bertemu di lain waktu demi membuat pelaku segera meninggalkan kos.

Trauma dan Jejak Digital sebagai Bukti

Setelah pelaku pergi, korban langsung dihantam trauma dan ketakutan mendalam. Ancaman terbesar baginya adalah kedekatan kos pelaku dan kosnya. Dalam kebimbangan, korban akhirnya memberanikan diri menceritakan semua yang terjadi kepada teman dekatnya.

Cerita tersebut kemudian diserahkan ke akun @unsri_cabul yang mengunggahnya secara anonim. Unggahan itu mencakup surat pernyataan bermaterai yang kabarnya berisi pengakuan pelaku atas perbuatannya serta janji untuk tidak mengulangi.

Viralnya kasus ini segera memicu outcry massal dari warganet dan mahasiswa. Ribuan komentar membanjiri unggahan tersebut, menyoroti betapa rentannya perempuan di lingkungan kampus dan menuntut pertanggungjawaban institusi.

Tuntutan Keadilan: Kampus dan Polisi Wajib Turun Tangan

Kasus ini menunjukkan adanya kegagalan mendasar dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman. Publik menyoroti bahwa Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sudah menjadi payung hukum yang kuat, namun penerapannya seringkali dipertanyakan.

Respons dari pihak berwenang pun mulai muncul:

  1. Kepolisian: Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ogan Ilir, Aipda Fitra Hadi, membenarkan bahwa mereka telah mengetahui informasi viral tersebut. Namun, kepolisian menegaskan bahwa laporan resmi dari korban adalah kunci agar proses hukum pidana dapat dimulai. Tanpa laporan, mereka hanya bisa memantau media sosial.
  2. UNSRI: Pihak Humas Universitas Sriwijaya menyatakan akan segera memanggil semua pihak yang terlibat untuk dimintai keterangan. UNSRI juga berjanji akan mengaktifkan Satgas PPKS untuk menangani kasus ini sesuai Permendikbudristek 30/2021. Ini adalah momen krusial bagi Satgas PPKS untuk membuktikan komitmen kampus terhadap perlindungan korban.

Pesan Keras untuk Kampus dan Gen Z

Kasus ini adalah red flag besar bagi semua mahasiswa dan pihak kampus. Kepercayaan yang dikhianati dan trauma yang dialami korban merupakan pukulan telak bagi narasi kampus sebagai tempat yang aman untuk menuntut ilmu.

Untuk korban dan calon korban:

  • Laporkan, Laporkan, Laporkan: Trauma memang berat, tetapi laporan resmi ke polisi dan Satgas PPKS kampus adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan keadilan dan memastikan pelaku tidak mengulangi perbuatannya.
  • Trust Your Instincts: Jika ada situasi yang terasa awkward atau tidak nyaman, terutama di ruang privat, jangan pernah memaksakan diri untuk "merasa tidak enak" demi orang lain.

Bagi pihak UNSRI, tuntutan warganet jelas: jangan biarkan citra institusi lebih penting daripada trauma korban. Penanganan yang transparan, melibatkan Satgas PPKS secara profesional, dan sanksi tegas bagi pelaku adalah satu-satunya cara untuk membuktikan komitmen UNSRI dalam memerangi kekerasan seksual di kampus.

Baca juga: Ramai Diboikot Santri karena Tayangannya Dianggap Rendahkan Pesantren dan Kiai, Trans7 Minta Maaf karena Lupa Sensor

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150