Berita

Sudah Effort Buat Beliin Oleh-oleh untuk Guru di Jepang Sayangnya Ditolak: "Maaf kami PNS"

Muhammad Fatich Nur Fadli 07 Oktober 2024 | 09:48:04

Zona Mahasiswa - Zahra, perempuan asal Indonesia yang pernah menetap di Jepang ini mengisahkan satu cerita menarik yang menunjukkan integritas orang Jepang. Saat itu ia membawa oleh-oleh khas Indonesia untuk diberikan kepada guru anak-anaknya di Jepang. Namun niat baiknya itu justru berakhir dengan penolakan.

Baca juga: Dr Tirta, Sampai Umur 39 Lambungmu Kuat, Umur 40 Lo Akan Panen Dari Apapun Makanan yang Telah Masuk, dan Tersiksanya Usia 50

Bukan tanpa alasan, para guru di Jepang memegang teguh aturan yang melarang seorang pegawai pemerintah untuk menerima hadiah, lantaran hal itu bisa disebut sebagai gratifikasi.

Meski ditolak, Zahra bisa memaklumi hal tersebut. la bahkan merasa kagum dengan prinsip teguh yang dipegang guru-guru di Jepang.

“Ga apa-apa... udah biasa ditolak orang Jepang. Padahal pengen ngasih yang terbaik untuk guru yang sudah mendidik anak-anakku, seperti tradisi ortu-ortu di Indonesia. Tapi, yaudah,” tulisnya.

Bagi banyak orang, memberikan oleh-oleh atau hadiah adalah salah satu cara untuk menunjukkan rasa hormat, terima kasih, dan apresiasi. Tapi bagaimana kalau oleh-oleh yang kita berikan dengan niat baik justru ditolak? Tentu akan terasa sedikit menyakitkan, apalagi kalau kita sudah bersusah payah memilih dan membelinya.

Sekilas, mungkin banyak dari kita yang bertanya-tanya, kenapa oleh-oleh atau hadiah yang diberikan kepada seorang guru di Jepang bisa ditolak? Apakah ini semata-mata karena etika atau ada alasan lain yang lebih mendalam? Yuk, kita bahas lebih lanjut tentang fenomena ini dalam artikel kali ini!

Budaya Pemberian Hadiah di Jepang

Sebelum masuk ke alasan kenapa hadiah itu ditolak, penting untuk memahami budaya pemberian hadiah di Jepang. Di Jepang, memberi dan menerima hadiah adalah bagian penting dari kehidupan sosial dan budaya mereka. Pemberian hadiah bisa terjadi dalam banyak konteks, seperti saat mengunjungi teman, kerabat, atau atasan. Biasanya, hadiah diberikan sebagai tanda apresiasi, rasa terima kasih, atau untuk mempererat hubungan.

Namun, meskipun pemberian hadiah adalah hal yang umum, Jepang memiliki aturan yang sangat ketat tentang siapa yang bisa menerima hadiah dan dalam situasi seperti apa hadiah tersebut diberikan. Aturan ini terutama berlaku untuk pegawai negeri sipil (PNS), seperti guru, polisi, atau pegawai pemerintah lainnya.

Mengapa Guru di Jepang Menolak Hadiah?

Ada beberapa alasan mengapa seorang guru di Jepang menolak menerima hadiah, terutama kalau guru tersebut bekerja sebagai PNS:

1. Aturan Ketat untuk PNS

Guru yang bekerja di sekolah negeri di Jepang tergolong sebagai pegawai negeri. Di Jepang, ada aturan yang sangat ketat bagi PNS mengenai penerimaan hadiah atau oleh-oleh, terutama yang bernilai tinggi. Ini berkaitan dengan upaya pemerintah Jepang untuk mencegah adanya potensi korupsi atau konflik kepentingan. Dengan menolak hadiah, para PNS termasuk guru, berusaha menghindari kesan bahwa mereka menerima "imbalan" dari orang tua siswa atau masyarakat umum.

2. Menghindari Potensi Diskriminasi

Jika seorang guru menerima hadiah dari satu orang tua siswa dan menolak dari yang lain, hal ini bisa menciptakan kesan adanya perlakuan istimewa terhadap anak tertentu. Dalam lingkungan pendidikan, penting untuk menjaga keadilan dan kesetaraan bagi semua siswa. Dengan menolak hadiah, guru ingin menunjukkan bahwa mereka tidak memberikan perlakuan khusus kepada siswa manapun.

3. Budaya Kesederhanaan dan Kejujuran

Jepang memiliki budaya kesederhanaan dan kejujuran yang tinggi, terutama di kalangan PNS. Mereka diharapkan untuk selalu bertindak sesuai dengan standar etika yang ketat dan menjaga kepercayaan publik. Menolak hadiah adalah salah satu cara untuk menjaga integritas mereka sebagai pegawai yang melayani masyarakat.

Pengalaman PNS di Jepang: Menolak Hadiah dengan Sopan

Kisah ini menjadi viral di media sosial, di mana Zahra, perempuan asal Indonesia yang pernah menetap di Jepang berbagi pengalamannya ketika berusaha memberikan oleh-oleh kepada seorang guru di Jepang yang pernah mengajarnya. Ia merasa sudah melakukan "effort" dengan membeli oleh-oleh khas Indonesia, berharap guru tersebut akan senang. Namun, sang guru menolak dengan sopan sambil menjelaskan bahwa mereka tidak bisa menerima hadiah karena mereka PNS.

Reaksi seperti ini mungkin terasa sedikit mengecewakan bagi banyak orang Indonesia, di mana pemberian oleh-oleh atau hadiah kepada guru adalah hal yang sangat umum dan dianggap sebagai bentuk penghargaan. Di Indonesia, terutama saat perpisahan atau kunjungan ke luar negeri, memberikan oleh-oleh kepada guru adalah cara yang wajar untuk menunjukkan terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang telah mereka berikan.

Namun di Jepang, meskipun niat baik dari pemberian oleh-oleh ini sangat dihargai, guru-guru yang berstatus PNS tidak bisa sembarangan menerima hadiah. Mereka berusaha mematuhi peraturan yang ada untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari. Hal ini juga mencerminkan bagaimana Jepang sangat menjunjung tinggi transparansi dan integritas dalam pekerjaan.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Dihadapkan Situasi Serupa?

Jika kamu berencana untuk memberikan hadiah atau oleh-oleh kepada seorang guru di Jepang, terutama yang bekerja di sekolah negeri, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Lakukan Riset Terlebih Dahulu

Sebelum memberikan hadiah, ada baiknya kamu mencari tahu lebih lanjut tentang budaya dan aturan setempat. Meskipun di Indonesia pemberian hadiah adalah hal yang wajar, di Jepang, terutama bagi PNS, ada aturan yang lebih ketat. Jika memungkinkan, kamu bisa bertanya kepada orang-orang lokal atau mencari tahu melalui internet apakah pemberian hadiah dalam situasi tersebut diizinkan atau tidak.

2. Pilih Hadiah yang Simbolis

Jika kamu tetap ingin memberikan hadiah, pilihlah hadiah yang bersifat simbolis dan tidak memiliki nilai materi yang terlalu tinggi. Misalnya, kartu ucapan yang berisi pesan terima kasih bisa menjadi pilihan yang baik. Selain itu, hadiah yang dibuat sendiri (DIY) seperti kerajinan tangan juga lebih dihargai karena dianggap lebih personal dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang bernilai tinggi.

3. Jangan Merasa Tersinggung

Jika hadiah atau oleh-oleh yang kamu berikan ditolak, jangan merasa tersinggung atau sakit hati. Penolakan tersebut bukanlah karena guru tidak menghargai niat baikmu, melainkan karena mereka harus mematuhi peraturan dan etika yang berlaku di tempat kerja mereka. Alih-alih merasa kecewa, kamu bisa melihatnya sebagai bentuk profesionalisme dan integritas dari guru tersebut.

4. Ucapkan Terima Kasih dengan Cara Lain

Jika kamu tidak bisa memberikan hadiah fisik, ada banyak cara lain untuk menunjukkan rasa terima kasihmu. Misalnya, kamu bisa menuliskan surat atau email ucapan terima kasih. Di Jepang, ungkapan terima kasih melalui kata-kata sering dianggap lebih berharga daripada hadiah fisik. Kamu juga bisa mengunjungi guru tersebut untuk mengucapkan terima kasih secara langsung.

Apa yang Bisa Dipelajari dari Kasus Ini?

Kasus ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai perbedaan budaya dan aturan di negara lain. Meskipun di Indonesia pemberian hadiah adalah hal yang sangat umum dan bahkan diharapkan dalam beberapa situasi, di Jepang, terutama dalam konteks pekerjaan PNS, ada batasan-batasan yang harus dipatuhi.

Selain itu, kita juga bisa belajar tentang bagaimana Jepang sangat serius dalam menjaga integritas dan profesionalisme, terutama di sektor publik. Di Indonesia, kita mungkin bisa menerapkan beberapa aspek positif dari budaya ini, terutama dalam upaya meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi konflik kepentingan di lingkungan kerja.

Sudah Effort Buat Beliin Oleh-oleh untuk Guru di Jepang Sayangnya Ditolak: "Maaf kami PNS"

Meskipun penolakan hadiah ini mungkin terasa mengecewakan, kita harus memahami bahwa itu adalah bagian dari budaya profesionalisme dan integritas di Jepang, terutama bagi PNS.

Dengan memahami aturan dan norma yang berlaku, kita bisa tetap menunjukkan rasa hormat dan terima kasih kita kepada orang lain, tanpa melanggar aturan atau etika yang ada. Jangan lupa, ungkapan terima kasih tidak harus selalu berupa hadiah fisik; kata-kata tulus dan apresiasi bisa jadi lebih berharga dari apapun!

Baca juga: Kisah Haru Alvin, Anak Pemulung yang Banggakan Orang Tua Lewat Beasiswa S2 di UGM

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150