Zona Mahasiswa - Alfin Dwi Novemyanto (24) pemuda asal Sragen, Jawa Tengah, berhasil membanggakan ibunya setelah mendapatkan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk jenjang pendidikan S2. Alfin sendiri, berasal dari keluarga yang sangat sederhana, bahkan sang ibunda bekerja sebagai pemulung yang setiap hari mengumpulkan rongsok untuk dijual.
Baca juga: Pria Ini Berpendapat Kalau di Indonesia Itu Diskriminatif Banget Dalam Rekrutmen Kerja
Alfin berpesan agar setiap orang bisa mengejar mimpinya setinggi mungkin dan tidak menyerah pada keadaan.
“Walaupun saya dari keluarga yang sangat sederhana, saya punya motivasi bahwa kita bisa hidup dengan apa yang kita dapatkan. Kita juga bisa membuat kehidupan atas apa yang kita berikan. Tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk dicapai yang ada hanya niat yang terlalu rendah untuk melangkah. Kita tidak perlu menjadi hebat terlebih dahulu untuk memulai, tetapi yang diperlukan adalah memulai untuk menjadi hebat,” ujar Alfin.
Di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), seorang laki-laki berbadan tinggi dan berpakaian batik hitam mendatangi detikEdu (6/9/2024). Sambil menyapa, sosok bernama Alfin Dwi Novemyanto itu menyalami awak media.
Alfin, sapaannya, datang untuk menceritakan pengalamannya hingga bisa kuliah S2 di FH UGM melalui beasiswa LPDP.
Alfin memiliki latar belakang yang kurang beruntung. Orang tuanya telah berpisah.
Alfin bersama kakak dan adiknya ikut dengan sang ibu yang berprofesi sebagai pemulung. Ekonomi yang sulit hingga cibiran tetangga tidak membuatnya berhenti belajar setinggi mungkin dan mencapai cita-citanya satu per satu
Dari Tak Diizinkan Kuliah hingga S2 di UGM
Alfin semula tak diperbolehkan kuliah oleh keluarganya. Dia lebih didorong untuk bekerja lantaran kondisi ekonomi yang tak mendukung.
"Pas mau lulus itu (keluarga) bilang, nanti kalau lulus tidak usah kuliah ya, karena kan keluarganya kayak gimana," jelasnya.
Lulusan SMAN Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah itu sempat bekerja selama setahun. Di tengah-tengah bekerja itulah dia bertemu kembali dengan guru SMA-nya yang memotivasi untuk kuliah.
Lantas, bagaimana akhirnya Alfin dari yang semula gap year bisa sampai S2 di UGM?
Sempat Dicibir Tetangga
Mimpi Alfin yang tinggi tak selalu disambut baik orang yang mendengarnya. Banyak ucapan meremehkan yang pernah dia dengar.
"Hal yang paling buruk, pada saat itu, (pernah) pas di desa aku sedang pegang brosur kuliah. Terus tetanggaku bilang 'emang kamu bisa kuliah?', dia kayak gitu (ngomongnya)," ujarnya menirukan ucapan nyinyir tetangga kala itu.
Tetangga Alfin pernah menyangsikannya bisa kuliah. Dia pun harus menghadapi orang-orang yang kerap meremehkan profesi sang ibu.
Bagaimana Alfin bisa tetap berdiri meski banyak situasi sulit dan tak mengenakkan yang harus dihadapi? Baca bagaimana prinsip Alfin yang membuatnya seperti itu.
Perjalanan Alfin yang Menginspirasi
Alfin Dwi Novemyanto lahir dari keluarga sederhana yang sehari-harinya berjuang dengan pendapatan sebagai pemulung. Namun, kondisi tersebut tidak membuat semangat Alfin untuk mengejar pendidikan luntur.
Sejak kecil, ia sudah memiliki mimpi besar untuk bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang tinggi.
Perjuangan keras dan tekad yang kuat membawa Alfin hingga berhasil mendapatkan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk melanjutkan studi S2 di UGM.
Dalam sebuah wawancara, Alfin mengungkapkan bahwa keinginannya melanjutkan studi didasari oleh harapannya untuk bisa mengubah diri sendiri dan juga memberikan dampak positif bagi masyarakat.
"Ketika saya melanjutkan studi, saya berharap dengan adanya ilmu dan pengetahuan yang saya dapatkan, saya bisa mengubah diri sendiri dan bisa mengubah kehidupan masyarakat agar bisa menjadi lebih baik lagi," ujarnya.
Perjalanan Alfin menuju beasiswa LPDP dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa baru di Universitas Terbuka (UT) dengan jurusan Ilmu Hukum.
Saat itu, Alfin mendapatkan kesempatan untuk menjadi delegasi dari kampusnya di sebuah acara nasional yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Di acara tersebut, Alfin mengikuti seminar tentang beasiswa, termasuk informasi mengenai LPDP.
Kesempatan ini menjadi titik awal bagi Alfin untuk mengetahui lebih lanjut tentang program beasiswa tersebut. Setelah menyelesaikan studi S1, Alfin mendengar bahwa pendaftaran beasiswa LPDP sedang dibuka.
Namun, kondisi keuangan yang belum mencukupi membuatnya sempat ragu untuk mendaftar.
"Saya masih sempat mengurungkan diri untuk tidak mendaftar karena keadaan ekonomi yang belum cukup, khususnya untuk mencari berkas administrasi pendaftaran," kenangnya.
Beruntung, ada seseorang yang dengan kebaikan hati membantu Alfin untuk membiayai kebutuhan administrasi beasiswa. Berkat bantuan tersebut, Alfin akhirnya bisa melengkapi seluruh berkas pendaftaran meskipun hanya tersisa beberapa hari sebelum batas waktu pengiriman.
Tantangan dalam Proses Pendaftaran
Meski mendapatkan bantuan, perjalanan Alfin untuk mendapatkan beasiswa LPDP tidaklah mudah. Ia menghadapi banyak kendala, terutama waktu yang sangat terbatas untuk menyelesaikan semua persyaratan.
Beberapa tantangan di antaranya adalah mengisi biodata yang baru diselesaikannya tiga hari sebelum tenggat waktu pendaftaran, serta mengikuti Test of English as a Foreign Language (TOEFL) hanya dua hari sebelum waktu pendaftaran berakhir.
Selain itu, Alfin juga harus menulis esai yang menjadi syarat utama beasiswa. Ironisnya, ia baru menyelesaikan esai tersebut satu hari sebelum tenggat waktu.
"Tidak ada bimbingan dalam pembuatan esai. Saat Tes Bakat Skolastik (TBS), saya tidak sempat belajar, alhamdulillah bisa dapat poin cukup besar, yakni 190. H-1 Tes Substansi Wawancara diniati belajar karena belum ada persiapan sama sekali," ungkapnya.
Masalah lain juga sempat muncul ketika akun Instagram milik Alfin yang sudah lama berkembang malah terkena banned menjelang hari tes substansi wawancara. Meski merasa kecewa, hal itu tidak menghentikannya untuk terus berjuang dan fokus pada tujuannya meraih beasiswa.
Menghadapi Rasa Diragukan
Perjuangan Alfin tidak hanya datang dari masalah teknis saat mendaftar beasiswa, tetapi juga dari anggapan orang lain yang meragukan kemampuannya. Alfin sempat dianggap remeh karena bukan lulusan dari kampus favorit.
Di samping itu, tidak banyak lulusan dari Universitas Terbuka yang berhasil mendapatkan beasiswa LPDP, sehingga keraguan semakin besar.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat Alfin. Meskipun tidak pernah mengikuti seminar atau latihan untuk wawancara, ia tetap melakukan yang terbaik. Alfin memiliki cita-cita untuk menjadi pendidik dan pemberdaya masyarakat di bidang hukum.
"Hal itu dicanangkan agar dapat melindungi dan menjamin mereka berdasarkan tujuan hukum berupa kepastian, keadilan, dan kebermanfaatan. Saya percaya, pendidikan merupakan salah satu cara mengubah nasib seseorang serta bisa mengangkat derajat diri sendiri dan orang tua," tegasnya.
Pesan Alfin untuk Generasi Muda
Kesuksesan yang diraih Alfin tidak hanya membanggakan dirinya, tetapi juga menjadi kebanggaan bagi keluarga dan terutama sang ibu.
Perjuangan dan kerja kerasnya membuktikan bahwa tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih, asalkan ada niat dan usaha yang kuat. Alfin berpesan agar setiap orang bisa terus mengejar mimpinya, apa pun latar belakangnya.
"Walaupun saya dari keluarga yang sangat sederhana, saya punya motivasi bahwa kita bisa hidup dengan apa yang kita dapatkan. Kita juga bisa membuat kehidupan atas apa yang kita berikan. Tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk dicapai, yang ada hanya niat yang terlalu rendah untuk melangkah. Kita tidak perlu menjadi hebat terlebih dahulu untuk memulai, tetapi yang diperlukan adalah memulai untuk menjadi hebat," ujar Alfin menutup ceritanya.
Kisah Alfin Dwi Novemyanto menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu namun memiliki mimpi besar.
Perjalanan Alfin membuktikan bahwa dengan tekad, kerja keras, dan sedikit bantuan dari orang-orang baik, mimpi besar bukanlah hal yang mustahil untuk diraih.
Alfin adalah contoh nyata bahwa pendidikan bisa menjadi kunci untuk mengubah nasib seseorang dan juga lingkungannya.
Kisah Haru Alvin, Anak Pemulung yang Banggakan Orang Tua Lewat Beasiswa S2 di UGM
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.
Komentar
0