Berita

Heboh Seorang Pendeta Diduga Cabuli 4 Anak Sopirnya, Hotman Paris Turun Tangan

Muhammad Fatich Nur Fadli 10 Juli 2025 | 17:04:04

Zona Mahasiswa - Jagat media sosial kembali digegerkan dengan sebuah kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang pendeta berusia 69 tahun berinisial GKBH dari Gereja JKI (Jemaat Kristen Indonesia), Kecamatan Sukorejo, Blitar. Ia diduga kuat telah melakukan tindakan asusila terhadap empat anak di bawah umur yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Lebih mirisnya, keempat korban ini adalah anak-anak dari sopirnya sendiri, Tangkianjo. Perbuatan keji ini disebut telah berlangsung selama dua tahun.

Baca juga: Ironis! 571.410 NIK Penerima Bansos Terlibat Judi Online, Bagaimana Langkah Pemerintah

Kasus yang mengguncang hati nurani ini menarik perhatian pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea, yang kini turun tangan untuk menjadi kuasa hukum yang membela Tangkianjo dan keempat putrinya yang menjadi korban.

Kronologi dan Modus Operandi Pelecehan

Hotman Paris mengungkapkan detail mengejutkan mengenai usia korban dan modus operandi yang dilakukan oleh pendeta GKBH. "Yang pertama putri umur 17 tahun, yang kedua putrinya 15 tahun, yang ketiga putrinya sekarang berusia 13 tahun, yang keempat malah umur 7 tahun," beber Hotman saat ditemui di kawasan Jakarta Utara pada Jumat, 4 Juli 2025.

Artinya, rentang usia korban sangat bervariasi, dari yang paling muda di bawah usia sekolah dasar hingga menjelang dewasa. Ini menunjukkan betapa pelaku tidak pandang bulu dalam melancarkan aksinya.

Hotman menjelaskan bahwa dugaan tindakan asusila ini telah dilakukan selama dua tahun lebih. Modus yang digunakan GKBH sangat keji: "Dengan memasukkan jarinya ke alat kelaminnya, dan payudaranya diraba-raba," lanjut Hotman.

Lebih jauh, Hotman mengungkapkan bahwa GKBH juga disebut menelanjangi korban ketika melancarkan aksi bejatnya. "Caranya adalah sudah berulang-ulang si oknum pendeta tersebut dengan memasukkan jari-jarinya ke kemaluan dari empat putrinya ini. Tidak bersamaan sekaligus, hari demi hari berbeda, bahkan diajak berenang, telanjang, dan sebagainya," ujar Hotman Paris, menggambarkan pola kekerasan yang sistematis dan berulang. Kondisi ini tentu meninggalkan trauma mendalam bagi para korban.

Perjalanan Kasus: Dari Polsek hingga Polda Jatim

Hotman menjelaskan bahwa ayah korban, Tangkianjo, sempat melaporkan kasus yang menimpa anak-anaknya ke Polsek Blitar. Namun, laporan tersebut kemudian dicabut. Alasan pencabutan laporan ini belum dijelaskan secara rinci, namun seringkali dalam kasus pelecehan seksual, korban atau keluarga korban terpaksa mencabut laporan karena tekanan, intimidasi, atau bujuk rayu.

Kini, kasus tersebut telah dibawa ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu Polda Jawa Timur, dan sudah mulai ditangani sejak 19 Juni 2025. Hotman Paris pun secara tegas mendesak Bareskrim Polda Jatim untuk segera memproses laporan tersebut dengan serius dan cepat. "Sudah pernah dilaporkan ke Blitar, dicabut, sekarang dilaporkan ke Bareskrim Polda Jatim," ucap Hotman, menunjukkan keseriusan Hotman dalam mengawal kasus ini.

Pentingnya Perlindungan Anak dan Akuntabilitas Tokoh Agama

Kasus ini menjadi pukulan telak bagi kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama dan lembaga keagamaan. Pendeta, sebagai pemimpin spiritual, seharusnya menjadi teladan moral dan pelindung umat, bukan justru menjadi predator.

Kasus ini juga menyoroti beberapa poin penting:

  1. Kerentanan Anak-Anak: Anak-anak, terutama yang masih di bawah umur, sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual. Mereka seringkali tidak memahami sepenuhnya apa yang terjadi pada diri mereka, atau takut untuk berbicara karena ancaman atau manipulasi dari pelaku.
  2. Penyalahgunaan Kepercayaan dan Relasi Kuasa: Pelaku dalam kasus ini memanfaatkan posisinya sebagai pendeta dan atasan (majikan sopir) untuk melancarkan aksinya. Relasi kuasa ini membuat korban dan keluarga korban sulit melawan atau melaporkan.
  3. Dampak Trauma Jangka Panjang: Pelecehan seksual yang berlangsung selama dua tahun dan melibatkan empat anak akan menimbulkan trauma psikologis yang sangat berat dan membutuhkan penanganan serius serta pendampingan jangka panjang.
  4. Peran Advokat dan Public Figure: Keterlibatan Hotman Paris sebagai pengacara kondang diharapkan dapat memberikan dorongan ekstra bagi penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini tanpa intervensi, serta memberikan suara bagi para korban.
  5. Akuntabilitas Lembaga Keagamaan: Kasus ini juga menuntut lembaga keagamaan untuk memiliki mekanisme internal yang kuat dalam mencegah, mendeteksi, dan menindak anggotanya yang terlibat dalam kejahatan seksual, serta memberikan perlindungan bagi korban.

Masyarakat menanti langkah tegas dari Polda Jawa Timur dalam menindaklanjuti laporan ini dan membawa pendeta GKBH ke meja hijau. Kehadiran Hotman Paris diharapkan dapat memastikan bahwa keadilan ditegakkan bagi keempat putri Tangkianjo yang telah menjadi korban kebiadaban ini.

Baca juga: Viral! Pengakuan Mahasiswi di Semarang yang Diduga Jadi Korban Pelecehan ASN Kelurahan

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150