
Zona Mahasiswa - Sebuah fakta mengejutkan dan ironis terungkap di tengah upaya pemerintah memerangi kemiskinan melalui program bantuan sosial (bansos). Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa 571.410 Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdaftar sebagai penerima bansos, ternyata juga terlibat aktif dalam praktik judi online (judol). Lebih mengkhawatirkan lagi, total deposit dari NIK-NIK ini ke berbagai akun judi online sepanjang tahun 2024 mencapai angka fantastis: Rp 957 miliar dari 7,5 juta kali transaksi. Temuan ini sontak memicu perdebatan sengit mengenai efektivitas bansos, dampak ekonomi, dan langkah-langkah yang harus diambil pemerintah.
Baca juga: Viral! Kurir COD Pamekasan Dicekik Pembeli, Pelakunya ASN Pemkab Sampang
Temuan Mengejutkan dari PPATK
Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, mengungkapkan data ini kepada Liputan6.com pada Selasa, 8 Juli 2025. Temuan ini didapatkan saat PPATK melakukan analisis rekening penerima bansos. Tujuan utama analisis ini adalah untuk memastikan bansos tepat sasaran dan melihat apakah rekening tersebut dormant atau tidak melakukan transaksi apapun, kecuali menerima transfer.
Natsir menjelaskan bahwa PPATK melakukan pengujian dengan mengaitkan sebanyak 28,4 juta NIK terdaftar penerima bantuan sosial dengan 9,7 juta NIK pemain judi online. Dari proses pencocokan data yang masif ini, ditemukan adanya 571.410 kesamaan NIK antara penerima bantuan sosial yang juga teridentifikasi sebagai pemain judi online. "Jika data kami kembangkan, mungkin bisa lebih banyak lagi," ujar Natsir, mengindikasikan bahwa angka ini bisa jadi hanya puncak gunung es.
Penemuan ini menjadi pukulan telak bagi program bansos yang selama ini digadang-gadang sebagai jaring pengaman sosial. Dana yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin, justru disalahgunakan untuk kegiatan ilegal yang merusak finansial dan moral.
Judi Online: Jalan Pintas di Tengah Himpitan Ekonomi
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda, memberikan analisisnya terkait fenomena ini. Menurut Huda, tingginya tekanan ekonomi di masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi salah satu faktor pendorong utama keterlibatan mereka dalam judi online.
Dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus melambung, rendahnya pertumbuhan pendapatan, dan meningkatnya angka pengangguran, banyak warga yang mencari cara instan untuk mendapatkan uang. "Yang kita lihat adalah modus atau motif dari orang bermain judi online adalah mendapatkan uang dengan cara yang mudah dan cepat. Tanpa ada alat yang terlampau mahal, proses mudah, ya pasti akan dilirik oleh masyarakat yang membutuhkan tambahan pendapatan," ujar Huda kepada Liputan6.com, Selasa, 8 Juli 2025.
Ironisnya, bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) kerap dianggap sebagai 'modal' oleh sebagian penerima untuk mencoba peruntungan di judi online. "Motif mereka mendapatkan dana tambahan dengan mudah dan cepat ya dari bermain judi online. Ketika mereka mendapatkan 'modal' dari pemerintah lewat bansos baik BLT ataupun non BLT, mereka akan menggunakan modal tersebut untuk bermain judi online," jelas Huda. Ini menunjukkan bahwa permasalahan judi online bukan semata soal moral atau literasi digital, tetapi juga berkaitan erat dengan struktur ekonomi masyarakat dan kurangnya peluang ekonomi yang memadai.
Perlu Klarifikasi dan Verifikasi Mendalam
Meskipun temuan PPATK sangat mengkhawatirkan, Nailul Huda dan beberapa pihak lain menekankan pentingnya kehati-hatian dan klarifikasi sebelum menarik kesimpulan atau mengambil tindakan tegas. Huda mengingatkan bahwa tidak sedikit rekening kosong atau tidak aktif yang dijadikan tempat penampungan transaksi oleh bandar maupun pemain judi online.
"Tentu harus dicek terlebih dahulu apakah memang digunakan untuk bermain judi online, atau digunakan oleh orang lain. Tentu tidak adil ketika digunakan orang lain untuk berjudi online, tapi pemilik rekeningnya yang menanggung beban," kata Nailul Huda.
Pandangan serupa disampaikan oleh anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanul Haq. Ia meminta pemerintah tidak gegabah dalam mengambil keputusan dan mempertimbangkan kemungkinan adanya penyalahgunaan data pribadi seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) oleh pihak lain.
“Bila terbukti bahwa NIK mereka disalahgunakan oleh oknum tertentu untuk berjudi secara online, maka aparat penegak hukum harus mendalami kasus ini dan menangkap pelaku penyalahgunaan identitas tersebut,” ujar politisi asal Dapil Jawa Barat IX itu. Maman menekankan pentingnya verifikasi mendalam dan validasi data secara akurat sebelum menjatuhkan sanksi atau mencabut hak warga atas bantuan sosial. “Kita harus tetap menjunjung prinsip keadilan. Jangan sampai orang yang tidak bersalah justru menjadi korban,” tambahnya, menyoroti aspek keadilan dalam penanganan kasus ini.
Langkah Pemerintah: Koordinasi dan Asesmen Mendalam
Menanggapi temuan ini, Maman Imanul Haq mendesak Kementerian Sosial (Kemensos) untuk segera berkoordinasi dengan PPATK serta Kepolisian. Tujuannya adalah melakukan investigasi menyeluruh terhadap data NIK penerima bansos yang terlibat judi online. “Jika benar mereka terlibat dalam praktik judi online, maka bansos yang mereka terima harus segera dihentikan. Negara tidak boleh membiayai gaya hidup yang merusak,” tegas Maman.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) pun menyatakan sepakat dengan usulan tersebut. Menurutnya, Kemensos akan segera melakukan koordinasi dengan PPATK dan melakukan analisis mendalam mengenai temuan tersebut. “Itu hasil sementara yang kita terima dari PPATK, nanti kita analisis dan evaluasi dahulu, kalau sudah semua kita terima datanya akan kita asesmen,” tegas Gus Ipul usai rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, dikutip Selasa, 8 Juli 2025.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana tidak memungkiri bahwa masih ada penyaluran bantuan sosial yang belum tepat sasaran. Pihaknya bahkan telah membekukan sekitar 10 juta rekening bansos, dengan total saldo lebih dari Rp 2 triliun. Namun, Ivan belum bisa menyampaikan detail jumlah rekening penerima bansos yang belum tepat sasaran secara spesifik, mengarahkan untuk konfirmasi lebih lanjut ke Kemensos.
Tantangan ke Depan dan Harapan
Temuan ini menghadirkan tantangan besar bagi pemerintah. Di satu sisi, harus ada tindakan tegas terhadap penyalahgunaan dana bansos dan praktik judi online. Di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan bahwa tindakan tersebut tidak merugikan pihak yang tidak bersalah dan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan pemerintah antara lain:
- Investigasi Menyeluruh: Kolaborasi antara PPATK, Kemensos, dan Kepolisian harus memastikan bahwa setiap NIK yang terindikasi benar-benar terlibat langsung dalam judi online, bukan sekadar penyalahgunaan data atau rekening.
- Edukasi dan Literasi Keuangan: Meningkatkan edukasi dan literasi keuangan kepada penerima bansos agar dana bantuan digunakan secara bijak dan tidak disalahgunakan untuk aktivitas yang merugikan.
- Pencabutan Bansos: Jika terbukti bersalah, pencabutan bansos harus dilakukan sebagai bentuk sanksi dan untuk memastikan dana negara tepat sasaran kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
- Penegakan Hukum terhadap Bandar Judi Online: Di samping menindak pemain, pemerintah harus lebih gencar memberantas bandar dan jaringan judi online yang menjadi akar masalah.
- Peningkatan Lapangan Kerja dan Peluang Ekonomi: Solusi jangka panjang untuk mengatasi keterlibatan masyarakat dalam judi online adalah dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sehingga masyarakat tidak lagi tergiur jalan pintas.
Kasus ratusan ribu NIK penerima bansos yang terlibat judi online adalah tamparan keras bagi program pengentasan kemiskinan. Pemerintah kini diuji untuk mengambil langkah yang tegas, adil, dan komprehensif demi memastikan bantuan sosial benar-benar menjadi jaring pengaman, bukan modal untuk kehancuran.
Komentar
0