Berita

Siswa Sekolah di Yahukimo Papua Menolak Program Makan Bergizi Gratis: Tolak Militerisme Dunia Pendidikan

Muhammad Fatich Nur Fadli 06 Februari 2025 | 14:08:37

Zona Mahasiswa - Ratusan siswa di Yahukimo, Papua Pegunungan, turun ke jalan untuk menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG). Mereka menilai kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pelaksanaannya menimbulkan ketakutan di kalangan siswa dan orang tua. Unjuk rasa ini kembali menyoroti dinamika sosial dan politik di Papua, terutama terkait keterlibatan aparat keamanan dalam program sosial.

Baca juga: Ratusan Siswa Terancam Gagal Ikut SNBP 2025! Begini Kronologi Kasus SMAN 1 Mempawah: Guru Lalai Kami Terbengkalai

Kenapa Siswa Yahukimo Menolak MBG?

Dilansir dari bbc.com, pada Senin (03/02), sekitar 500 siswa dari berbagai jenjang, mulai dari SD, SMP, hingga SMA, melakukan aksi unjuk rasa di sekitar Tugu Jam, Kota Dekai, Yahukimo. Mereka membawa spanduk yang menegaskan penolakan mereka terhadap program MBG.

"Kami menolak makan bergizi gratis, yang kami minta adalah beasiswa gratis," kata Donny Siep, salah satu pimpinan aksi, kepada BBC News Indonesia pada Selasa (04/02).

Lebih lanjut, mereka juga mempertanyakan kehadiran pasukan TNI dalam distribusi makanan tersebut. "Ini daerah konflik, dan TNI membawa makanan menggunakan mobil perang. Itu membuat kami dan orang tua kami takut," jelas Donny.

Selain itu, mereka juga menuntut pendidikan yang lebih inklusif dengan prinsip "gratis, ilmiah, dan demokratis." Bagi mereka, pendidikan yang berkualitas jauh lebih penting dibandingkan sekadar bantuan makanan.

Tanggapan Wakil Bupati Yahukimo

Menanggapi aksi ini, Wakil Bupati Yahukimo terpilih, Esau Miram, menegaskan bahwa program MBG telah diluncurkan sejak awal Januari 2025 dan berjalan dengan baik. "Sebagian besar siswa sudah menikmati program ini. Kalau sekarang ada penolakan, pihak sekolah akan dipanggil untuk mendengar penyebabnya," kata Esau.

Ia menambahkan bahwa tujuan utama program ini adalah mengatasi masalah stunting di Yahukimo, yang mencapai angka 40%. Namun, ia juga membuka ruang untuk dialog guna menemukan solusi yang tepat.

Pandangan Pemerintah Pusat

Di Jakarta, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa pelibatan TNI dalam program MBG adalah karena situasi keamanan di Papua yang "belum kondusif."

"Situasi ini belum bagus, jadi kita perlu satuan tugas TNI untuk memastikan program ini berjalan dengan aman," katanya.

Ia juga mengklaim bahwa MBG adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama anak-anak dan ibu hamil.

"Kami menjalankan tugas kemanusiaan. Kami tidak peduli dengan isu politik yang coba dihembuskan terkait MBG di Papua," tambahnya.

Penolakan Serupa di Intan Jaya

Penolakan terhadap MBG tidak hanya terjadi di Yahukimo. Pada 19 Januari 2025, Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Bilogai Dekenat Keuskupan Timika di Intan Jaya juga menolak pelaksanaan program ini di lingkungan sekolah mereka.

Dalam pernyataan resminya, mereka hanya mengizinkan pelaksanaan MBG saat acara peluncuran pada 20 Januari 2025. "Kami tidak bisa mengizinkan kegiatan MBG terus berlangsung di lingkungan sekolah kami," kata Ketua PSW YPPK Kabupaten Intan Jaya, Pastor Dekan Yance Yanuarius Wadogouby Yogi.

Menurutnya, pembagian makanan harus dilakukan oleh pihak sekolah atau yayasan untuk menghindari ketegangan di kalangan siswa dan orang tua.

Reaksi dari TPNPB OPM

Penolakan MBG juga mendapat dukungan dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM). Mereka mengklaim bahwa makanan yang dibagikan dalam program ini mengandung bahan berbahaya.

"Kami tidak segan membakar sekolah dan membunuh para pengkhianat di Intan Jaya," kata pimpinan TPNPB OPM Kodap VIII Intan Jaya, Undius Kogoya.

Tudingan ini langsung dibantah oleh Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, yang menyebutnya sebagai "fitnah keji dan hoaks."

Siswa Sekolah di Yahukimo Papua Menolak Program Makan Bergizi Gratis: Tolak Militerisme Dunia Pendidikan

Penolakan MBG di Yahukimo dan Intan Jaya menunjukkan bahwa pendekatan pemerintah dalam program sosial di Papua masih menimbulkan pro dan kontra. Kehadiran TNI dalam pelaksanaannya dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai solusi.

Di sisi lain, pemerintah berdalih bahwa program ini bertujuan baik, yakni mengatasi masalah gizi buruk dan stunting. Namun, jika tidak disesuaikan dengan realitas sosial dan budaya setempat, program ini justru bisa menimbulkan resistensi.

Solusinya? Pemerintah perlu lebih banyak berdialog dengan masyarakat Papua, terutama pelajar dan tokoh adat. Daripada mengerahkan aparat keamanan, mungkin lebih baik jika distribusi MBG dilakukan oleh tenaga pendidikan atau pihak yang lebih dipercaya masyarakat lokal.

Apakah konflik ini akan terus berlanjut? Ataukah pemerintah akan mencari cara baru untuk membantu masyarakat Papua tanpa menimbulkan ketakutan? Yang pasti, suara pelajar Yahukimo telah menggema, dan kini bola ada di tangan pemerintah.

Baca juga: Efeknya Langsung Kerasa! Gas LPG 3Kg Tidak Boleh Dijual di Eceran Warga Harus Antri Berjam-jam.

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150