zonamahasiswa.id - Halo, Sobat Zona. Sans balik lagi nemenin kalian dengan cerita horor dari berbagai universitas di Indonesia.
Hmm, setelah berpikir panjang akhirnya Sans memutuskan untuk tetap stay di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Karena kampus ini punya cerita horor yang menarik untuk dikulik.
Kalau dari cerita sebelumnya, banyak Sobat Zona yang makin penasaran dengan cerita horor di kampus ini. Nah tenang aja, kali ini Sans bakal menceritakan misteri hantu gentayangan yang ada di Gedung Kuliah Bersama (GKB) UMM.
Langsung saja, biar nggak makin penasaran yuk simak ceritanya di bawah ini. Eh tapi jangan lupa matikan lampu dan aktifkan mode horornya, biar lebih seru! Selamat membaca.
Tepat malam Jumat kliwon, Dimas dan teman-temannya baru saja menyelesaikan kuliah di GKB lantai 6. Tapi tiba-tiba saja mereka berempat yang berjalan beriringan itu, langkahnya terhenti seketika.
"He sek jam nyamene, mosok iyo moleh?" tanya Tian.
"Wes jam 8 bengi, te nandi seh?" sahut Dimas.
"Nang kene ae uji nyali hahahaahaa," tambahnya.
Dimas melihat temannya itu dengan sedikit keheranan. Tapi ia menyetujui ajakan Tian, karena nggak mau gabut di kos sendirian.
Akhirnya mereka berempat pun menjelajahi setiap sudut gedung itu. Dengan berjalan santai, mereka sesekali bercanda ria.
Bahkan mereka tertawa lepas di tempat sepi yang terkenal angker. Tian mulai membuka percakapan tentang sosok mistis penghuni gedung tersebut.
"Ero nggak seh cerito tentang mbak kun ndek gedung iki?" tanyanya.
"Kuntilanak a? Iyo jare arek-arek tapi aku nggak tau ndelok i, yo Alhamdulillah seh," timpal Joko.
"Huss nggak ono ngono iku khayal," ucap Dimas.
Dari mereka berempat, memang cuma Dimas yang nggak percaya adanya hantu. Ya meskipun sudah diceritakan panjang lebar tentang urban legend-nya UMM, dia masih tetap nggak percaya.
Temannya sama sekali nggak kaget dengan perilaku Dimas yang tetap nyantai dan cuek meski berada di situasi mencekam.
Apalagi jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, nggak ada tanda-tanda sama sekali kemunculan kuntilanak seperti yang diceritakan mahasiswa lainnya.
Meskipun suasananya sangat sepi dan mencekam tapi sama sekali nggak menakutkan karena lampu di gedung itu masih nyala benderang.
Tapi Tian sedikit merasa 'ada' sesuatu saat mulai berjalan menuju lorong di gedung kuliah itu. Yah sayangnya dia nggak menggubris hal itu sama sekali, malah ikut-ikutan bercanda bersama temannya.
"He kuntilanak ayu gak yo? Aku pingine se wayuu ngono," ucap Joko dengan nada bercanda.
Seketika Tian mendelik ke arah Joko, nggak habis pikir dengan ucapan temannya itu. Anehnya Dimas ikut-ikutan menimpali candaan Joko.
"Lek ayu langsung tak jaluk nomor WhatsApp e," candanya.
Tian yang mendengar hanya menggelengkan kepala saja. Satu lagi temannya, Agus pun juga bertingkah sama. Memang Agus banyak diam karena sedang nggak enak badan.
"Yee ojo nyengir ngono a gus hahahaa," ejek Joko.
Agus menghiraukan hal itu dan melanjutkan jalannya yang sebentar lagi sampai ke sebuah lorong yang katanya terkenal banyak penghuninya.
Ia sebagai penunjuk jalan, sedangkan ketiga temannya berada di belakang dan masih sama dengan candaanya. Aura dingin mulai menyelimuti area sekitar lorong. Agus pun sedikit melirik area sekitarnya untuk memastikan situasi.
Sesekali Tian juga celingukan mengawasi lorong itu. Ya memang awalnya nggak ada yang aneh, tapi tiba-tiba...
Sreeet!!
"ASTAGFIRULLAH opo iku!" teriak Agus.
"Opo gus? ngagetin ae awakmu iki," ucap Dimas.
"Ikulo ndek ngarep iku sek tas ono sing lewat," jawabnya.
"Wes kakean ndelok film horor yo ngene iki," tambah Joko.
Ketiga temannya sama sekali nggak bisa melihat apa yang baru saja disaksikan Agus. Padahal bagi Agus, penampakan yang baru dilihatnya itu sangat jelas.
Ia melihat sosok wanita berambut panjang lurus melintas tepat di ujung lorong itu. Meskipun sekilas, wanita yang dilihatnya tampak melayang di depannya.
Nggak lama setelah itu, Agus dengan perlahan menjelaskan bahwa wanita itu adalah kuntilanak.
"Rek...," ucap Agus dengan sedikit menjeda omongannya.
"Hmm, opo gus," ujar Tian.
"Ayo moleh, nggak penak ndek kene," jawabnya.
"Opo seh gus, wong yo nggak ono opo-opo," ujar Joko.
"Iiiku.. hmm ono kuntilanak," ucapnya dengan nada sedikit berbisik.
BUAHAHAHAHAA
Tawa Dimas dan Joko pun pecah mendengar ucapan Agus dengan raut wajahnya yang pucat ketakutan. Setelah puas mengejek temannya itu, Dimas beralih berjalan di depan menggantikan Agus yang sudah gemetar sekujur tubuhnya.
Dengan langkah yang menantang, Dimas bersiul bak menirukan suara burung. Nggak ada lawannya memang anak satu ini, bahkan ia menantang kuntilanak itu untuk muncul di depannya.
"Ndi jare ono kuntilanak? Metu age!" teriaknya.
"He kon gendeng?" ucap Tian.
WKWKWKKWKWK
Tian dan Joko tertawa dengan puas melihat kedua temannya yang berdiri membeku dengan wajah sedikit pucat. Pelan tapi pasti, Dimas mulai menginjakkan kakinya di ujung lorong. Saat ia menoleh ke belakang menghadap Joko, ketiga temannya kocar-kacir berlarian.
AKKKHHHHHH
KUNTIIILLANAKK!!!
Teriak mereka dengan kencangnya, sementara Dimas keheranan melihat ketiga temannya. Tapi ia pun mengikuti temannya dan ikut berlari.
HAH HAH HAH HAH
Mereka berhenti sedikit menjauh dari ujung lorong, namun masih terlihat jelas tempat itu. Agus, Tian, dan Joko mengatur nafas yang makin nggak karuan seperti habis dikejar hantu.
Joko yang semula jadi jagoan, malah nyalinya ciut saat ini. Ia menggigit bibir bawahnya sembari sesekali melirik arah ujung lorong.
Tian menjelaskan pada Dimas bahwa mereka baru saja menyaksikan kuntilanak bergentayangan di ujung lorong itu. Raut wajah Dimas mulai gusar, sedikit nggak percaya tapi ia masih tetap berpikir rasional.
Saat mereka berempat diam, keheningan pun menyapa.
BRUUKK
Seketika mereka menoleh ke arah ujung lorong yang ternyata nggak ada apa-apa. Hawa dingin di belakang leher mereka makin terasa, membuat siapa saja yang berada di situ akan merinding.
Mereka saling memandang satu sama lain. Kali ini raut wajah Dimas menunjukkan rasa takutnya.
Sementara Agus berlari menuju lift yang berjarak beberapa ruangan dari tempatnya. Diikuti dengan ketiga temannya, terdengar suara cekikikan kuntilanak menggelegar seperti sedang membuntuti mereka.
"Mlayu...mlayu! Aaa-ampun mbak ojo nggudo," ucap Joko.
Suara tertawa mbak kun makin terdengar jelas ketika ia menunjukkan sosok aslinya di depan empat mahasiswa itu. Kuntilanak itu ke sana kemari mengitari mereka berempat.
Agus hampir saja menangis karena dihadang kuntilanak itu. Untungnya mereka lolos dari godaan sang kunti.
Sesampainya di depan lift, dengan tangan gemetar Tian bolak-balik memencet tombol turun ke lantai dasar. Namun sayangnya, lift itu masih ada di lantai teratas.
"Aduuuh yokpo iki!! Kuntilanak iku sek riwa-riwi nde kono," ucap Dimas dengan nafasnya yang memburu.
Tak lama kemudian..
TING
Suara lift terbuka, para mahasiswa itu segera masuk ke dalam dan buru-buru menekan tombol agar lift segera tertutup.
Saat pintu lift sedikit tertutup, Dimas mendapati kuntilanak itu tersenyum nakal ke arahnya. Bibirnya agak lebar, matanya cenderung hitam, dan tawanya yang khas membuat Dimas menjerit.
AKKKHHHHH
ASTAGFIRULLAH YARABBI opo iku!!!
Deg deg deg..
Jantung Dimas berdegup kencang menyaksikan penampakan yang baru saja dilihatnya. Ia akhirnya duduk terkapar di dalam lift, sebab Dimas merasa kakinya sangat lemas untuk berdiri.
"Sopo mang sing nantang kuntilanak? Saiki wedi dewe arek e," ledek Tian.
Dimas hanya membalas ledekan Tian dengan tatapan tajam. Sementara kedua temannya yang lain, perlahan mulai tenang.
Lift yang mereka tumpangi sudah hampir menuju lantai dasar. Namun tiba-tiba terhenti di salah satu lantai gedung itu.
TING
Mereka kembali diam saat pintu terbuka dan menunggu bila ada mahasiswa atau dosen yang akan naik lift bersama mereka. Lagi-lagi nggak ada orang sama sekali, tapi pintu itu terbuka dengan lebarnya.
Tian bergegas memencet kembali tombol lift, sayangnya tombol yang dipencetnya malah macet. Lampu yang tadinya nyala benderang, jadi padam seketika. Namun beberapa detik kemudian kembali menyala.
"He ndang pencet terus tombol e," ucap Agus dengan nada yang makin khawatir.
Joko dan Dimas mulai celingukan dan berjalan sedikit keluar lift demi memastikan bahwa kuntilanak itu nggak mengikuti mereka.
DUG
DUG
DUG
Joko tersentak seperti ada sesuatu yang mengenai kakinya. Namun ia nggak berani melihat ke bawah dan akhirnya menyuruh Dimas untuk melihatkannya.
"Jok.. ojo umek menengo ae. Mariki tak tarik klambimu langsung mlayu," ucap Dimas dengan matanya setengah tertutup menghadap arah kaki Joko.
"Hee ooopoo iki ndek sikilku" jawab Joko dengan nada ketakutan.
Rasa penasaran Joko semakin memuncak, apalagi saat melihat raut wajah Dimas yang sangat pucat seperti nggak bernyawa. Ia akhirnya memberanikan diri untuk melihat ke bawah dan...
AAAKKKHHHH
Ternyata, kepala tanpa badan yang menggelinding mengenai kaki Joko. Seketika Joko membeku setelah melihat kepala dengan senyum lebar sampai ke rahang menghadap ke arahnya.
Dimas pun langsung menarik lengan baju Joko dan membawa temannya itu segera masuk kembali ke lift. Joko masih diam melihat kepala yang masih tergeletak di tempat ia berdiri.
Tian dan Agus yang melihat hal itu, bergantian memencet tombol apa saja agar lift segera menutup. Setelah berusaha sekuat tenaga akhirnya pintu lift pun menutup.
Sedikit bernafas lega, namun mereka masih ketakutan dengan kejadian beruntun yang menimpanya. Agus, Dimas, Tian, dan Joko terduduk lemas di lantai lift dengan nafas yang masih nggak beraturan.
TING
Pintu lift kembali terbuka, seketika mereka langsung menoleh dan mendapati telah berada di lantai dasar. Dengan perasaan lega, mereka sedikit berlari menuju arah parkiran.
Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, suasana kampus sangat sepi hampir nggak ada penghuni sama sekali. Untungnya masih ada beberapa motor yang masih terparkir di sana.
BREM BREM..
Agus berboncengan dengan Joko, sementara Dimas dengan Tian langsung melaju kencang meninggalkan tempat itu menuju kos masing-masing.
Keesokan harinya, Dimas menceritakan kejadian semalam dengan teman sebangkunya saat perkuliahan. Cerita itu pun akhirnya menyebar dari mulut ke mulut yang membuat sebagian mahasiswa takut berada di gedung itu, khususnya lorong GKB.
Semenjak itu, banyak mahasiswa yang mempercayai keberadaan kuntilanak dan hantu tanpa kepala yang sering bergentayangan di sana. Lalu, juga muncul berbagai kejadian menyeramkan yang dialami oleh banyak mahasiswa saat ada kegiatan di GKB hingga saat ini.
Misteri Hantu Gentayangan di GKB Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Bagaimana Sobat Zona, pernahkah bernasib seperti Dimas dan kawan-kawan seperti tadi? Yuk sharing sama Sans tentang berbagai cerita horor lainnya, yang mungkin ada di kampus kalian. Boleh nih tulis di kolom komentar ya. Sampai jumpa.
Baca Juga: Penampakan Makhluk Gaib di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Komentar
0