zonamahasiswa.id - Dalam dunia pendidikan, sudah wajar jika seorang guru menindak disiplin muridnya jika melakukan kesalahan ataupun bandel. Namun hal itu tidak berlaku bagi Samhudi (45), seorang guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo yang diperkara hukumkan oleh orang tua muridnya pada 2016 silam gegara mencubit sang murid yang bandel.
Baca juga: Kasus Tindak Pelecehan Guru Besar Universitas Halu Oleo pada Mahasiswinya Menemui Titik Terang
Agaknya dunia pendidikan masa kini sudah bergeser dari zaman dulu. Dahulu ketika murid nakal atau menyalahi aturan, maka guru berhak untuk mendisiplinkan sang murid dengan cara yang wajar. Namun kini, para guru menjadi was-was bagaimana mendidik murid tanpa membuat dirinya diperkarakan.
Sambudi mencubit SS, siswanya, karena SS tak melaksanakan kegiatan salat berjamaah di sekolahnya. Sambudi pun tak hanya menghukum SS, namun juga beberapa siswa lainnya sejumlah 30 anak yang kedapatan mangkir kegiatan tersebut.
Karena kejadian tersebut, SS mengalami luka memar bekas cubitan. Melihat itu, Yuni Kurniawan sebagai orang tua SS, tidak terima atas perlakuan Sambudi dan menuntutnya. Setelah diusut, SS merupakan anak seorang TNI AD sehingga orang tuanya tak terima dan melaporkan Sambudi ke Polsek Balongbendo, Sidoarjo.
Atas ketidak terimaan tersebut, Sambudi akhirnya disidang pada Selasa (28/6/2016) di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Karena perkara ini, ratusan guru memberikan dukungan simpatik dengan melakukan aksi long march dari Alun-alun Sidoarjo hingga PN Sidoarjo. Mereka tak terima seorang guru diperkarakan hanya karena ingin mendidik muridnya yang nakal.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim, Ichwan Sumadi, memberikan dukungannya atas kasus Sambudi ini.
"Katakanlah, seorang guru itu mencubit siswa. Namun, yang dilakukannya itu dalam koridor mendidik. Itu yang dilakukan rekan kami Sambudi terhadap siswanya," terang Ichwan.
Ichwan menambahkan, dirinya menduga jika orangtua SS adalah anggota TNI berpangkat Serka dari satuan Intel Kodim 0817 Gresik sehingga membuat Polsek Balongbendo tak bisa menolak laporannya.
Sidang Pengadilan
Sidang pertama kasus Sambudi dilaksanakan pada Selasa (28/6/2016) pukul 14.00 WIB di PN Sidoarjo. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kala itu adalah Jaksa Andreanus dan Karyati. Namun saat itu, JPU belum menentukan dakwaan terhadap Sambudi sehingga sidang ditunda hingga 14 Juli 2016.
Sambudi memberikan keterangan bahwa ia hanya mengelus dan menepuk bahu SS sembari mengingatkan untuk tidak mengulangi kenakalannya lagi kala itu. Namun, hal berbeda disampaikan oleh Kapolsek Balongbendo, Kompol Sutriswoko, yang menyatakan memang benar ada cubitan hingga memar di lengan SS.
Lanjutnya, kejadian pada 3 Februari 2016 itu kemudian dilaporkan oleh orang tua SS tiga hari setelahnya. Setelah laporan masuk, pihaknya langsung melakukan visum dan berujung pada pemeriksaan pertama Sambudi.
Sidang tuntutan selanjutnya dilaksanakan pada Kamis (14/7/2016). Dalam sidang tersebut, JPU menuntut Sambudi dengan pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.
Tuntutan yang kala itu dibacakan oleh Jaksa Andrianis, menyatakan Sambudi bersalah dan telah melanggar pasal 80 ayat (1) Undang-undang Perlindungan anak. Jaksa juga menambahkan bahwa tindakan mencubit itu tidak dibenarkan.
"Terdakwa dituntut pidana penjara enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun," terang Andrianis.
Perkembangan Kasus
Sidang Sambudi selanjutnya dilakukan pada Kamis (21/7/2016). Dalam sidang tersebut, Sambudi melakukan pembelaan diri melalui kuasa hukumnya. Priyo Utomo, kuasa hukum Sambudi, menyatakan jika alat bukti yang disampaikan saat sidang itu cacat dan tidak memenuhi syarat.
Hasil visum yang digunakan sebagai alat bukti persidangan kasus Sambudi ternyata dilakukan di puskesmas. Menurut Priyo Utomo, hasil visum untuk perkara hukum seperti ini harusnya dilakukan di lembaga yang lebih tinggi seperti rumah sakit.
Priyo menambahkan jika hasil visum tersebut juga terlihat aneh. Ada jeda lima hari dari waktu kejadian hingga waktu orang tua SS melaporkan ke polisi. Baru setelah melaporkan, mereka melakukan visum.
"Anehnya, hasil visum mengatakan bahwa memar itu merupakan luka baru. Padahal ada jeda waktu lima hari dari perkara yang disangkakan itu," ujar Priyo.
Keanehan juga ditambah dengan lemahnya saksi hukum, yakni hanya keterangan SS dan orang tuanya. Karena hal itu, sidang dilanjutkan kembali pada 28 Juli 2016. Perkembangan kasus Sambudi ini membuat para guru kecewa.
"Sidang ini berpengaruh besar terhadap kondisi guru se-Indonesia. Mereka memantau sidang ini," terang Ichwan.
Ichwan menuturkan jika kasus seperti ini membuat para guru cemas dan akhirnya menjadi tidak peduli ketika siswanya menyalahi aturan. Mereka takut jika tindakan pendisiplinan mendidiknya akan dilaporkan ke polisi seperti Sambudi ini.
Sedangkan SS sendiri, mendapatkan banyak hujatan netizen pada postingan media sosialnya.
"Yaaa... Yg ginian di cubit lapor polisi... Suruh bokap loe bikin sekolah sendiri aja... Baru di cubit." komentar akun Popeyeku76.
Masih Ingat dengan Pak Sambudi? Guru yang Dipenjara Gegara Cubit Siswanya
Itulah ulasan mengenai kasus Pak Sambudi seorang guru SMP yang diperkara hukum oleh orang tua siswa yang tak terima anaknya dicubit karena menyalahi aturan sekolah.
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.
Baca juga: Pengangguran Terbanyak di Indonesia dari Kalangan Sarjana, ungkap Menaker
Komentar
0