Berita

Terpengaruh Game Online, Bocah 9 Tahun Sebar Teror Bakar 13 Rumah Warga

Muhammad Fatich Nur Fadli 07 Mei 2025 | 15:45:37

 

Zona Mahasiswa - Bayangin kamu masih anak-anak, umur 9 tahun, lagi seneng-senengnya main game. Tapi ternyata, karena terlalu sering nonton adegan seru di game dan media sosial, malah jadi ikutan melakukan hal-hal berbahaya di dunia nyata. Inilah yang bener-bener kejadian di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Seorang bocah cowok umur 9 tahun bikin heboh satu kampung gara-gara ulahnya yang nggak biasa.

Baca juga: Jadi Sorotan! Momen Dedi Mulyadi Kaget saat Ada Siswi Hobi Mabuk dan Pesta Miras

Bukan cuma nakal biasa, dia nekat nyulut api ke rumah warga dan bukan cuma satu atau dua, tapi sampai 13 rumah ludes kebakar! Semua gara-gara “terinspirasi” dari game dan tontonan yang sering dia lihat.

Deretan Rumah Terbakar Bikin Warga Panik

Kehebohan ini mulai dari Rabu, 30 April 2025. Sejak hari itu, warga mulai resah karena ada beberapa rumah yang tiba-tiba terbakar tanpa sebab yang jelas. Yang bikin makin curiga, kebakaran selalu terjadi di waktu-waktu tertentu: setelah salat Magrib, Isya, Subuh, bahkan Jumat. Kok bisa konsisten gitu waktunya? Warga mulai curiga ini bukan kebakaran biasa.

Ada yang mikir ini ulah orang iseng, ada juga yang sempat mengaitkan ke hal mistis. Tapi bukannya takut, warga malah berinisiatif untuk mulai ronda malam bareng-bareng. Tujuannya jelas: cari tahu siapa dalang di balik kebakaran misterius ini.

Pelaku Akhirnya Tertangkap Basah

Akhirnya, pada Sabtu dini hari, sekitar jam setengah lima pagi, warga yang lagi ronda berhasil nangkap pelaku. Dan yang bikin kaget: ternyata pelakunya anak kecil!

Cowok kecil berumur 9 tahun itu ketahuan bawa korek gas dan mau nyulut rumah lagi. Tapi belum sempat melakukan, dia keburu ditangkap warga. Nggak cuma itu, ternyata dia tinggal di wilayah RW 06, dekat rumah-rumah yang sebelumnya terbakar.

Bocah ini langsung dibawa ke pos keamanan warga. Awalnya warga bingung, masa iya anak kecil bisa bakar rumah? Tapi setelah ditanya-tanya, dia ngaku sendiri kalau dia yang melakukan semua pembakaran itu. Waduh...

Pengakuannya Bikin Melongo

Setelah diinterogasi, si bocah bilang kalau dia sering nonton game di media sosial yang penuh adegan kekerasan dan bakar-bakaran. Dari situ, dia merasa penasaran dan pengin nyoba sendiri.

Apa dia paham bahayanya? Jelas nggak. Buat dia, semua itu kelihatan seru dan keren. Padahal, tindakannya udah bikin belasan keluarga kehilangan rumah dan tempat tinggal. Banyak korban yang akhirnya ngungsi ke rumah saudara atau fasilitas umum karena rumahnya ludes dilalap api.

Reaksi Warga: Antara Marah, Kaget, dan Prihatin

Setelah tahu pelakunya anak-anak, warga jadi campur aduk perasaannya. Di satu sisi, mereka marah karena rumah mereka habis terbakar. Tapi di sisi lain, mereka juga prihatin karena pelakunya masih sangat kecil.

Beberapa warga menyayangkan kenapa anak sekecil itu bisa sampai punya ide seberani itu. Tapi banyak juga yang mulai sadar: ini bukan semata-mata salah anaknya, tapi juga soal kurangnya pengawasan orang tua dan terlalu bebasnya akses anak-anak ke konten digital.

Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus ini akhirnya nggak dilanjut ke jalur hukum. Warga, orang tua si anak, dan pihak berwajib sepakat untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan. Anak tersebut sekarang dalam pembinaan, dan diawasi ketat oleh pihak kepolisian. Selain itu, ada juga pendampingan dari tenaga psikolog untuk memastikan kondisi mental dan emosinya.

Langkah ini diambil karena secara hukum, anak usia 9 tahun belum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Tapi tetap saja, proses pembinaan nggak bisa dianggap enteng. Ini penting banget supaya si anak nggak mengulangi kesalahannya di masa depan.

Refleksi Buat Kita Semua

Kejadian ini harusnya jadi alarm buat semua orang, terutama orang tua. Internet dan game bisa jadi tempat hiburan dan edukasi, tapi kalau nggak dipantau, malah bisa bahaya banget. Apalagi kalau anak-anak menonton konten yang nggak sesuai umur.

Masalahnya, sekarang banyak banget konten game atau video pendek yang penuh aksi ekstrem dan kekerasan. Ditambah lagi, algoritma media sosial cenderung menyuguhkan konten serupa secara terus-menerus. Anak kecil yang belum bisa membedakan mana dunia nyata dan dunia game bisa langsung meniru tanpa mikir panjang.

Kenapa Anak Bisa Mudah Terpengaruh?

Anak-anak di usia 7-12 tahun ada di fase perkembangan di mana mereka suka meniru, penasaran, dan belum bisa mengontrol impuls atau keinginan mereka sendiri. Apa yang mereka lihat, mereka anggap bener. Kalau yang dilihat itu aksi bakar-bakaran yang keliatan keren di game, bisa-bisa itu juga yang mereka lakukan.

Belum lagi kalau lingkungan nggak memberikan batasan atau kontrol. Misalnya, anak main HP tanpa pengawasan, nggak ada filter tontonan, bahkan kadang orang tua justru sibuk sendiri dan mengabaikan apa yang ditonton anak.

Orang Tua Bukan Cuma Harus Kasih Gadget, Tapi Juga Harus Jadi Filter

Peran orang tua itu krusial banget. Nggak cukup cuma ngasih HP atau tablet ke anak buat “biar diem”. Orang tua juga harus aktif ngecek tontonan anak, ikut nimbrung kalau anak lagi nonton, dan yang paling penting: jadi teman ngobrol buat mereka.

Kalau ada konten yang aneh, anak bisa cerita. Kalau ada adegan yang bikin bingung, orang tua bisa bantu jelasin. Edukasi digital ini perlu banget diterapkan di rumah. Nggak bisa nyalahin anak doang.

Sekolah Juga Punya Tugas

Bukan cuma orang tua, sekolah juga punya peran. Kurikulum pendidikan harusnya mulai masukin materi tentang literasi digital dan keamanan dunia maya. Anak-anak harus diajarin sejak dini cara menggunakan teknologi dengan bijak.

Guru bisa ngajak murid diskusi soal dampak buruk media sosial, bahaya main game tanpa kontrol, dan bedain mana yang bisa ditiru dan mana yang harus dihindari.

Peran Pemerintah dan Komunitas

Pemerintah juga sebaiknya lebih serius dalam mengontrol konten-konten online yang berbahaya. Platform video dan media sosial harus punya sistem keamanan lebih ketat, terutama buat konten anak-anak. Filter usia dan laporan konten negatif harus ditingkatkan.

Komunitas juga harus bergerak. Ronda malam yang dilakukan warga Sukabumi waktu itu bisa jadi contoh nyata. Ketika masyarakat kompak, bahaya bisa dicegah lebih cepat. Selain itu, warga juga bisa bikin komunitas edukatif buat anak-anak, supaya mereka punya kegiatan seru tanpa harus lari ke konten-konten nggak jelas.

Terpengaruh Game Online, Bocah 9 Tahun Sebar Teror Bakar 13 Rumah Warga

Kasus bocah 9 tahun yang membakar 13 rumah ini emang bikin merinding. Tapi ini juga jadi pelajaran penting buat kita semua. Dunia digital itu bisa jadi pedang bermata dua—kalau kita pakai dengan bijak, bisa jadi berkah. Tapi kalau lepas kontrol, bisa jadi bencana.

Jangan sampai kejadian ini terulang lagi di tempat lain. Anak-anak harus dilindungi, tapi juga dibimbing. Mereka bukan cuma butuh gadget dan tontonan seru, tapi juga kasih sayang, arahan, dan perhatian dari orang dewasa di sekitarnya.

Baca juga: Kritik Maraknya Korupsi di Indonesia Siswa SMSR Jogja Bersuara Lewat Karya

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150