
Zona Mahasiswa - Korupsi di Indonesia udah kayak benang kusut yang susah banget diurai. Setiap tahun selalu aja ada berita pejabat tertangkap karena nyolong uang rakyat. Kadang jumlahnya kecil, tapi nggak jarang juga jumlahnya bisa bikin kepala geleng-geleng—sampai triliunan rupiah!
Yang bikin sedih, praktik korupsi ini bukan cuma terjadi di satu atau dua instansi, tapi udah nyebar ke mana-mana. Mulai dari kementerian, perusahaan milik negara, sampai daerah-daerah pun nggak lepas dari penyakit satu ini.
Baca juga: Ramai Soal Murid SMAN Bandung Ujian Biologi Gambar Alat Kelamin Sendiri, Guru Berikan Klarifikasi
Di tengah rasa frustrasi itu, muncul secercah harapan. Bukan dari tokoh politik atau pejabat tinggi, tapi dari anak-anak muda yang masih duduk di bangku sekolah. Salah satunya datang dari seorang siswa seni rupa di Jogja. Lewat patung yang ia buat, dia menyampaikan pesan keras tentang betapa parahnya korupsi di Indonesia.
Teramat Celeng: Bukan Patung Biasa
Namanya “Teramat Celeng.” Sebuah patung yang tampaknya sederhana tapi menyimpan makna yang dalam. Celeng dalam bahasa Jawa berarti babi hutan. Tapi di sini, celeng bukan sekadar binatang liar. Dia adalah simbol dari kerakusan, keserakahan, dan brutalnya tindak korupsi.
Patung ini menggambarkan seekor babi hutan dengan ekspresi menyeringai. Gigi-giginya tajam, taringnya mencuat, dan bulunya hitam legam. Ukurannya sekitar 60x35x50 cm. Tapi yang bikin patung ini jadi sangat kuat maknanya adalah apa yang ada di bawah kaki si babi.
Di sana tertulis sederet nama-nama instansi yang pernah terjerat kasus korupsi. Bukan fiksi, bukan sembarangan, tapi nyata. Mulai dari kasus Pertamina, ASABRI, timah, hingga Kementerian Dalam Negeri. Semuanya tercetak jelas sebagai “pijakan” si celeng.
Kritik Lewat Seni: Bukan Sekadar Gaya
Yang bikin salut, ini bukan cuma soal keindahan atau nilai artistik. Ini adalah bentuk perlawanan. Bentuk protes dari anak muda yang mulai muak melihat negaranya dijarah dari dalam.
Kalau biasanya orang demo bawa poster, siswa ini memilih bikin patung. Seni dijadikan media kritik sosial yang ampuh, karena visual punya daya tarik yang luar biasa. Patung ini bisa bikin orang berhenti, mikir, dan merasa tertampar.
Apalagi, karya ini dipamerkan dalam event seni “Swarupa Ananta” yang digelar di Pendhapa Art Space pada 23-25 April 2025. Banyak yang datang, banyak yang melihat, dan akhirnya banyak juga yang mulai sadar bahwa kritik itu bisa datang dari mana aja, bahkan dari ruang kelas.
Simbol Celeng: Kenapa Babi Hutan?
Mungkin kamu bertanya, kenapa babi hutan? Kenapa bukan hewan lain?
Celeng alias babi hutan dalam banyak budaya sering dikaitkan dengan sifat serakah, kotor, dan brutal. Hewan ini makan apa aja yang ada di depannya, nggak peduli punya siapa. Mirip banget sama sifat para koruptor yang nggak mikir panjang soal dampak perbuatannya.
Babi ini juga dikenal berani, nekat, dan nggak peduli lingkungan. Kalau lagi menyerang, bisa membahayakan siapa pun yang ada di jalurnya. Persis seperti para penjarah uang rakyat yang merusak sistem pemerintahan, pelayanan publik, bahkan masa depan bangsa.
Dimas, Si Seniman Muda di Balik Patung
Dibalik patung “Teramat Celeng” ada nama Dimas Hari Agung. Siswa SMSR Jogjakarta yang berhasil menuangkan keresahan jutaan orang ke dalam bentuk patung. Dimas menjelaskan bahwa karya ini adalah simbolisasi dari para koruptor.
Dia pengen menunjukkan gimana kekuasaan yang seharusnya buat mensejahterakan rakyat malah dijadikan alat untuk memperkaya diri sendiri. Dimas juga bilang kalau lewat patung ini, dia pengen semua orang terutama anak muda nggak cuma diam saat melihat ketidakadilan terjadi.
Seni Sebagai Alat Perubahan Sosial
Yang dilakukan Dimas sebenarnya bukan hal baru. Sejak zaman dulu, seni udah sering jadi alat protes. Ingat mural-mural saat reformasi 1998? Atau karya satir yang muncul saat pemilu?
Tapi bedanya, sekarang anak muda udah punya banyak platform. Karya seperti “Teramat Celeng” nggak cuma dipajang di galeri, tapi bisa difoto, diviralkan di media sosial, dan menjangkau ribuan bahkan jutaan pasang mata.
Dari sini kita bisa lihat, bahwa kritik bisa disampaikan dengan cara yang kreatif. Nggak harus turun ke jalan, nggak harus bentrok, tapi tetap keras dan mengena.
Korupsi Itu Bukan Isu Jauh
Banyak anak muda yang merasa bahwa korupsi itu urusan orang tua. Tapi kenyataannya, kita semua adalah korban dari praktik ini.
Dana pendidikan yang dipotong, fasilitas publik yang amburadul, layanan kesehatan yang tidak optimal semuanya adalah akibat dari dana negara yang bocor karena korupsi.
Makanya, saat ada anak muda yang berani bersuara, ini harus jadi pemicu buat kita semua. Jangan cuma jadi penonton. Kita harus ikut bergerak.
Seni dan Aktivisme Anak Muda Makin Kuat
Patung “Teramat Celeng” hanyalah satu dari banyak contoh bagaimana anak muda sekarang makin peduli. Gerakan ini bukan sekadar tren, tapi refleksi dari kekecewaan yang udah numpuk lama banget.
Kita bisa lihat perkembangan yang sama di berbagai kota. Banyak karya mural, puisi, teater, hingga film pendek yang mengangkat tema antikorupsi. Dan semuanya punya satu pesan: "Kami tahu apa yang terjadi, dan kami tidak tinggal diam."
Harapan ke Depan: Dari Jogja untuk Indonesia
Harapannya, karya ini nggak berhenti di pameran. Tapi bisa jadi simbol gerakan yang lebih luas. Patung “Teramat Celeng” bisa keliling kota, dipamerkan di sekolah-sekolah, bahkan masuk ke media nasional.
Semakin banyak yang melihat, semakin besar kesadaran kolektif kita.
Dimas mungkin hanya satu orang. Tapi satu orang yang berani bisa menyalakan api perubahan. Dan siapa tahu, dari karya ini, muncul seribu Dimas lain yang berani bersuara lewat seni, teknologi, tulisan, dan cara lainnya.
Kritik Maraknya Korupsi di Indonesia Siswa SMSR Jogja Bersuara Lewat Karya "Teramat Celeng"
Korupsi udah terlalu lama menghantui negeri ini. Tapi kita nggak bisa terus berharap pada orang lain untuk memperbaikinya. Anak muda harus ambil peran. Dan kita bisa mulai dari apa pun yang kita punya termasuk karya seni.
“Teramat Celeng” bukan cuma patung. Dia adalah simbol bahwa generasi baru nggak akan tinggal diam. Kalau mereka bisa bersuara lewat karya, kenapa kita nggak?
Baca juga: Pertama Kali di Dunia! Gini Penampakan Lomba 'Sperm Race' yang Ada di Amerika
Komentar
0