Berita

Sampai Rame di Negara Lain! Media Asing Soroti Susahnya Cari Kerja di Indonesia, Banyak Anak Muda yang Nganggur

Muhammad Fatich Nur Fadli 23 Juli 2025 | 18:03:30

Zona Mahasiswa - Kondisi pasar kerja di Indonesia, khususnya bagi kalangan muda, tengah menjadi perhatian serius media-media asing. Sejumlah media internasional, mulai dari Channel News Asia (CNA) dari Singapura, Al Jazeera dari Timur Tengah, Mothership (Singapura), hingga ABC Net (Australia), secara beramai-ramai menyuarakan keprihatinan mereka terhadap sulitnya anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan yang layak. Laporan-laporan ini menyoroti jutaan generasi Z yang berjuang di tengah gempuran ekonomi, pemotongan anggaran, dan ketidakpastian global, yang pada akhirnya mendorong sebagian mereka ke sektor informal.

Baca juga: Dipicu Saling Olok! Seorang Siswa Dibully Senior saat MPLS, Dipanggil ke Belakang Kamar Mandi Kemudian Dikeroyok

Realita Pahit bagi Generasi Z: Angka Pengangguran Tinggi

Al Jazeera, dalam artikel berjudul "Indonesia has 44 million youths. It's struggling to get them jobs," mewartakan kenyataan pahit yang dihadapi Generasi Z Indonesia setelah mereka merampungkan pendidikan tinggi. Kisah Andreas Hutapea, seorang sarjana hukum yang telah lulus dua tahun lalu namun terus-menerus ditolak kerja, menjadi salah satu contoh nyata.

Laporan Al Jazeera menggarisbawahi bahwa Andreas tidak sendiri. Indonesia memiliki salah satu tingkat pengangguran muda-mudi tertinggi di Asia. Data yang disorot Al Jazeera menunjukkan bahwa jumlah pengangguran warga usia 15-24 tahun di Indonesia mencapai 16 persen dari total populasi muda-mudi yang berjumlah lebih dari 44 juta jiwa. Angka ini, sebut Al Jazeera, lebih dari dua kali lipat tingkat pengangguran muda-mudi di Thailand dan Vietnam, negara-negara tetangga RI yang relatif memiliki kesamaan demografi.

Lebih lanjut, Al Jazeera juga mengutip survei yang dirilis ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura pada Januari 2025. Survei tersebut menunjukkan bahwa pemuda-pemudi Indonesia cenderung menyuarakan pesimisme yang lebih tinggi soal ekonomi dan pemerintah dibandingkan pemuda di negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Ini menunjukkan adanya keresahan mendalam yang dirasakan oleh generasi muda Indonesia.

Sulitnya Mencari Kerja Pasca-Kuliah

Keprihatinan serupa juga disuarakan oleh CNA dalam artikel bertajuk "'Didn't expect to struggle like this': Indonesian workers in a bind as budget cuts, global headwinds bite." CNA mewartakan keluhan Marsha Dita (22), seorang pemudi Indonesia yang lulus kuliah pada September 2024 namun tak kunjung mendapat pekerjaan meskipun telah melamar ke lebih dari 100 lowongan.

"Saya sedikit tak menduga akan berjuang seperti ini," kata Marsha, yang dikutip oleh CNA. "Saya sengaja mendaftar kuliah dan mendapat gelar sarjana agar bisa bekerja, tapi ternyata mendapatkan gelar sarjana saja tidak menjamin apa pun," ucapnya dengan nada frustrasi saat menghadiri sebuah job fair di Jakarta Selatan.

CNA juga menyoroti maraknya acara job fair di Indonesia, yang belakangan menjadi perhatian utama, terutama setelah insiden kekacauan di Bekasi pada 27 Mei 2025. Insiden ini, rangkum CNA, memperlihatkan betapa jutaan orang di Indonesia berjuang mencari pekerjaan di tengah perang dagang global dan ekonomi domestik yang lesu.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) RI yang dikutip CNA menunjukkan bahwa ada 7,28 juta orang usia kerja yang menganggur di Indonesia per Februari 2025. Jumlah ini meningkat 83 ribu jiwa jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. CNA juga menyoroti bahwa angka pengangguran ini mencakup tidak hanya pemuda yang belum diterima kerja, tetapi juga mereka yang sudah bekerja namun terkena badai pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dorongan ke Sektor Informal dan Kompetisi Jabatan Rendah

Kondisi sulit ini menyebabkan sebagian muda-mudi Indonesia akhirnya memutuskan untuk bekerja di sektor informal. Meskipun ini menjadi solusi sementara, sektor informal seringkali tidak menawarkan gaji bulanan yang stabil, asuransi kesehatan, dan manfaat-manfaat penting lainnya yang idealnya didapatkan dari pekerjaan formal.

Media Singapura lainnya, Mothership, turut memberitakan fenomena ini, menyoroti bagaimana banyak sarjana Indonesia akhirnya berakhir bekerja sebagai pasukan oranye (petugas kebersihan) karena sulitnya mendapat kerja yang sesuai kualifikasi mereka. Contohnya, per April 2025, sekitar 8.000 orang tercatat telah melamar untuk posisi petugas sanitasi dari 1.100 posisi yang dibuka.

"Bagi banyak warga Jakarta yang bekerja di sektor informal tanpa gaji layak dan asuransi, keamanan bekerja yang disediakan oleh peran sanitasi mungkin lebih disukai dibandingkan peran yang mungkin sesuai dengan kualifikasi mereka," demikian lapor Mothership, menggambarkan dilema yang dihadapi para pencari kerja. Mereka terpaksa berkompromi dengan kualifikasi pendidikan demi stabilitas dan jaminan kerja.

Prospek Suram dan Perdebatan "Melarikan Diri" dari Indonesia

Media Australia, ABC Net, juga tidak ketinggalan dalam menyoroti kondisi miris pemuda-pemudi di Indonesia. Dalam artikel berjudul "Fury over budget cuts, lack of opportunity sparks debate over 'escaping' Indonesia," ABC Net menyebut pengangguran di Indonesia sebagai problem besar yang sedang dialami RI.

ABC Net lantas menyoroti demografer Universitas Melbourne, Ariane Utomo, yang menyebut bahwa prospek pekerjaan bagi usia dewasa muda di RI masih "suram." "Pasar kerja menjadi semakin tidak menentu sehingga semakin sulit bagi pemuda untuk mendapatkan pekerjaan yang memungkinkan mobilitas ke atas dan membangun karier yang bermakna," kata Utomo, seperti dikutip ABC Net. Pernyataan ini menegaskan bahwa masalahnya bukan hanya soal ketersediaan pekerjaan, tetapi juga kualitas pekerjaan yang dapat mendukung pertumbuhan karier dan mobilitas sosial ke atas.

Laporan-laporan media asing ini secara kolektif menggambarkan potret yang mengkhawatirkan tentang pasar kerja Indonesia. Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang memadai, berkualitas, dan sesuai dengan kualifikasi generasi muda, serta mengatasi faktor-faktor ekonomi makro yang menghambat pertumbuhan lapangan kerja.

Baca juga: Cerita Mahasiswi Cantik di Makassar yang Mengaku Sering 'Dibo*k!ng' Kades Tiap Dana Desa Cair

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150