
Zona Mahasiswa - Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menuding massa aksi dengan tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu dibayar oleh koruptor menuai kecaman keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Mereka menilai tudingan tersebut bukan hanya upaya delegitimasi terhadap gerakan mahasiswa dan masyarakat, tetapi juga mencerminkan ketidakpekaan seorang pemimpin terhadap aspirasi rakyatnya.
Baca juga: Ternyata Ini Alasan Hakim Tetap Hukum Tom Lembong Meskipun Tidak Menikmati Hasil Korupsi
"Presiden Seharusnya Tidak Menutup Kuping"
Muhammad Sathir, Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI 2025, mengungkapkan keheranannya atas pernyataan Prabowo. "Lucu ya sebenarnya. Sepertinya Prabowo ini tidak mengikuti apa yang ada di TV, tidak main sosmed, dan tidak juga mengikuti masyarakatnya," ujar Sathir saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, dalam persiapan aksi #TolakRKUHAP pada Selasa, 22 Juli 2025.
Sathir menyayangkan sikap yang ditunjukkan oleh pemimpin tertinggi negara. "Sayang banget presiden yang seharusnya melihat kondisi masyarakat sekarang justru menutup kuping ataupun ditutupi kupingnya oleh sekitarnya," tegasnya. Menurut BEM UI, seorang pemimpin seharusnya peka terhadap suara-suara kritis yang muncul dari masyarakat, bukan malah mengesampingkannya.
Gerakan Mahasiswa Murni, Tuduhan Prabowo Menyakitkan
Sathir menegaskan bahwa gerakan mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan, termasuk dalam isu-isu legislasi, murni dilakukan atas dasar kepedulian terhadap proses legislasi yang dinilai cacat secara partisipatif. Sebagai contoh, BEM UI menyoroti pembahasan ribuan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) rancangan undang-undang dalam waktu hanya dua hari, tanpa melibatkan publik secara bermakna.
"Tudingan Prabowo ini, bahwa aksi ini dibayar oleh koruptor, sangat menyakitkan," ujar Sathir. Ia menekankan bahwa masyarakat benar-benar bersinergi dan bergerak ketika ada suatu masalah yang menyangkut kepentingan umum. Tuduhan semacam itu, menurut BEM UI, tidak hanya merendahkan niat baik para pengunjuk rasa, tetapi juga mengabaikan fakta bahwa ada keresahan nyata di kalangan masyarakat.
Kekhawatiran akan Delegitimasi dan Persepsi Publik
BEM UI melihat pernyataan Prabowo sebagai bentuk upaya delegitimasi terhadap gerakan mahasiswa dan masyarakat secara luas. Mereka khawatir narasi tersebut dapat merusak citra perjuangan mereka di mata publik. "Jangan sampai gara-gara tidak sesuai dengan apa yang Prabowo inginkan, itu dibilang dibayar koruptor, antek asing, atau apa dan lain sebagainya," jelas Sathir.
Sathir juga mengungkapkan kekhawatiran serius mengenai dampak dari pernyataan tersebut terhadap persepsi publik, terutama masyarakat yang mungkin tidak memiliki akses pendidikan atau informasi yang memadai. "Takut, dan apa ya, kecewa justru. Karena ya selama ini selama bertahun-tahun kita aksi demonstrasi ya demi apa? Demi kedaulatan rakyat itu sendiri," ujarnya.
Menurutnya, jika narasi bahwa demo dibayar koruptor terus didorong oleh penguasa, masyarakat yang kurang teredukasi akan menerima mentah-mentah opini tersebut. "Itu justru masalah bukan terhadap gerakan mahasiswa saja, tapi gerakan masyarakat yang pengen melakukan aksi demonstrasi untuk kepentingan masyarakat itu sendiri," kata Sathir. Hal ini dapat menimbulkan polarisasi dan mereduksi esensi kritik masyarakat sebagai bagian dari proses demokrasi.
Pernyataan BEM UI ini menggarisbawahi pentingnya menghargai kebebasan berekspresi dan hak untuk menyampaikan aspirasi di negara demokrasi. Menuding motif di balik sebuah aksi demonstrasi tanpa bukti yang kuat dapat merusak iklim demokrasi dan menimbulkan ketidakpercayaan antara pemerintah dan rakyatnya.
Baca juga: Cerita Mahasiswi Cantik di Makassar yang Mengaku Sering 'Dibo*k!ng' Kades Tiap Dana Desa Cair
Komentar
0