Berita

Dipicu Saling Olok! Seorang Siswa Dibully Senior saat MPLS, Dipanggil ke Belakang Kamar Mandi Kemudian Dikeroyok

Muhammad Fatich Nur Fadli 22 Juli 2025 | 16:06:53

Zona Mahasiswa - Suasana Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMP Negeri 3 Doko, Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, berubah menjadi horor pada Jumat (18/7/2025). Seorang siswa baru berinisial WV (12) menjadi korban kekerasan fisik oleh puluhan seniornya hingga mengalami trauma mental dan luka fisik. Aksi pengeroyokan brutal ini terekam dalam video dan viral di media sosial, memicu keprihatinan luas.

Baca juga: Ternyata Ini Alasan Hakim Tetap Hukum Tom Lembong Meskipun Tidak Menikmati Hasil Korupsi

Kronologi Pengeroyokan dan Ancaman

Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Momon Suwito Pratomo, menjelaskan bahwa korban WV, siswa kelas 7 berusia 12 tahun, merupakan siswa baru yang menjadi sasaran perundungan oleh sekitar 20 siswa lain dari kelas 8 dan 9 di sekolah yang sama.

Menurut Momon, insiden bermula saat kegiatan MPLS berlangsung. WV dipanggil oleh kakak kelasnya dan diajak menuju ke belakang kamar mandi sekolah. Di lokasi tersembunyi tersebut, korban mendapati sekitar 20 siswa lain telah berkumpul dan mulai melontarkan olok-olok secara verbal kepadanya.

Suasana semakin memanas ketika seorang siswa kelas 8 berinisial NTN memulai aksi kekerasan. "Lalu, seorang siswa kelas 8 berinisial NTN memulai aksi kekerasan dengan memukul pipi kiri korban dan menendang bagian perutnya," ujar Momon kepada awak media, Senin (21/7/2025). Pemukulan yang dilakukan NTN itu, kata Momon, memancing siswa lainnya untuk ikut melakukan pengeroyokan secara bersama-sama. WV, warga Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, akhirnya menderita luka fisik dan trauma psikis akibat serangan massal ini.

Setelah pengeroyokan, korban kembali ke kelas dalam kondisi trauma. Yang lebih mengkhawatirkan, sejumlah pelaku utama mengancam WV agar tidak melaporkan kejadian tersebut kepada guru maupun orang tuanya. Karena ketakutan, korban sempat merahasiakan kejadian itu. Namun, sepulang sekolah, ia akhirnya menceritakan semuanya kepada orang tuanya.

Langkah Penyelidikan Polres Blitar

Momon mengatakan bahwa pihaknya segera bergerak setelah menerima laporan. Sejumlah langkah telah dilakukan, termasuk:

  • Meminta keterangan dua guru sekolah, yaitu Wasilah Turrohmah (guru Bimbingan Konseling/BK) dan Ahmad Safrudin.
  • Melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di lokasi pengeroyokan.
  • Melakukan pemeriksaan medis (VER) terhadap korban. Hasil pemeriksaan menunjukkan WV mengalami luka di siku kanan, nyeri di kepala belakang, dan nyeri di dada.

Momon memastikan, pihak kepolisian akan terus memproses hukum insiden tersebut, meskipun baik pelaku maupun korban sama-sama masih anak di bawah umur. Kasus ini akan ditangani sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak.

Fenomena Bullying dan MPLS: Lingkaran Setan Kekerasan

Kasus pengeroyokan ini kembali menyoroti seriusnya masalah bullying atau perundungan di lingkungan sekolah, terutama saat kegiatan MPLS. MPLS yang seharusnya menjadi ajang pengenalan lingkungan sekolah yang ramah dan nyaman bagi siswa baru, seringkali justru disalahgunakan oleh oknum senior untuk melakukan tindakan kekerasan atau perundungan.

Beberapa poin penting yang muncul dari kasus ini:

  • Pentingnya Pengawasan Selama MPLS: Sekolah dan guru harus memiliki pengawasan yang sangat ketat selama MPLS, memastikan tidak ada ruang bagi senior untuk melakukan tindakan di luar batas.
  • Peran Guru BK: Guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki peran krusial dalam mendeteksi dan mencegah bullying. Pelatihan yang memadai bagi guru BK dalam penanganan kasus perundungan sangat diperlukan.
  • Pendidikan Karakter dan Empati: Kasus ini menunjukkan adanya krisis empati dan kurangnya pendidikan karakter di kalangan beberapa siswa. Sekolah perlu memperkuat kurikulum dan program yang menanamkan nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap sesama, dan anti-kekerasan.
  • Peran Orang Tua: Orang tua harus membangun komunikasi terbuka dengan anak-anak mereka agar korban bullying tidak takut untuk melapor.
  • Efek Jera: Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, meskipun anak di bawah umur, tetap penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa. Pendekatan restoratif justice mungkin relevan, namun tetap harus memastikan ada konsekuensi yang mendidik bagi pelaku.

Kasus WV di Blitar ini adalah alarm keras bagi seluruh pihak – sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat – untuk bekerja sama menciptakan lingkungan sekolah yang aman, bebas dari kekerasan, dan benar-benar menjadi tempat yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak.

Baca juga: Cerita Mahasiswi Cantik di Makassar yang Mengaku Sering 'Dibo*k!ng' Kades Tiap Dana Desa Cair

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150