
Zona Mahasiswa - Sebuah pertanyaan tajam dilontarkan oleh pakar hukum pidana terkemuka, Prof. Romli Atmasasmita, mengenai transparansi dan akuntabilitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia secara spesifik mempertanyakan kemana perginya uang hasil korupsi yang telah disita negara, yang menurutnya mencapai "ratusan ribu triliun." Prof. Romli menyayangkan minimnya pengumuman publik mengenai pengembalian uang tersebut ke kas negara.
"Uang Sitaan Ratusan Ribu Triliun ke Mana?"
Dalam pernyataannya yang dikutip dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Prof. Romli, yang merupakan salah satu perumus UU Tipikor dan berperan dalam pembentukan KPK, mengungkapkan keheranannya. Ia menyoroti minimnya informasi dari pihak yang berwenang, khususnya Kementerian Keuangan sebagai "kasir negara."
"Uangnya yang dikembalikan (dari koruptor) ratusan ribu triliun. Tapi dari sekarang yang saya ketahui ini, kalau soal pengembalian keuangan negara, sejak kapan kita mendengar Sri Mulyani sebagai kasir negara mengumumkan kepada publik, kalau betul kami telah menerima uang tersebut dan kami telah gunakan dalam pos-pos anggaran belanja negara sekarang (misal) untuk bansos dan sebagainya," kata Prof. Romli.
Kritik ini menyasar pada transparansi pengelolaan aset sitaan korupsi. Meskipun banyak kasus korupsi yang berhasil diungkap dan aset-asetnya disita, masyarakat, termasuk Prof. Romli sendiri, merasa tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai bagaimana uang tersebut dikelola dan dialokasikan.
"Yang sampai sekarang rakyat pun termasuk saya pun tidak tahu uangnya dikemanakan semua. 25 tahun loh pak," tegasnya, merujuk pada rentang waktu yang panjang sejak era reformasi hingga kini.
Arah Pemberantasan Korupsi Dinilai Belum Jelas
Lebih jauh, Prof. Romli menilai bahwa arah pemberantasan korupsi di Indonesia hingga kini masih belum jelas. Ia melihat adanya ketidakpastian dalam dua aspek krusial:
- Pengembalian Keuangan Negara: Meskipun aset-aset koruptor disita, proses pengembalian dan pemanfaatan uang hasil sitaan tersebut dinilai tidak transparan dan tidak jelas ujungnya. Masyarakat tidak tahu berapa total yang sudah kembali, bagaimana prosesnya, dan untuk apa uang tersebut digunakan.
- Penghukuman Koruptor: Prof. Romli juga menyoroti bahwa hasil dari penghukuman koruptor pun belum jelas. Meski ada vonis, publik merasa bahwa hukuman yang dijatuhkan kadang tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan, atau tidak ada efek jera yang signifikan.
"Bagaimana arah kita ini sebetulnya, mengembalikan keuangan negara belum jelas ujungnya, menghukum koruptor juga belum jelas hasilnya seperti apa, yang jelas yang kita lihat, tiap tahun bertambah terus korupsi makin meningkat," pungkasnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi paradoks yang sering dirasakan publik: di satu sisi, kasus korupsi terus bermunculan dan jumlahnya meningkat, namun di sisi lain, hasil dari pemberantasan korupsi (terutama pemulihan aset) terasa kurang transparan dan tidak memberikan dampak nyata pada kas negara yang dapat dirasakan masyarakat.
Desakan untuk Akuntabilitas Lebih Tinggi
Kritik dari Prof. Romli Atmasasmita ini harus menjadi alarm bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan aset sitaan korupsi. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan:
- Pembaruan Data Publik: Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dan KPK, perlu secara berkala dan rinci mengumumkan data terbaru mengenai total aset korupsi yang berhasil disita, jumlah uang yang telah dikembalikan ke kas negara, dan bagaimana dana tersebut dialokasikan dalam APBN. Ini dapat dilakukan melalui laporan berkala yang mudah diakses oleh publik.
- Mekanisme Transparan: Memperjelas mekanisme dan proses pencairan aset sitaan hingga masuk ke rekening negara, serta memastikan proses tersebut transparan dan dapat diaudit.
- Edukasi Publik: Mengedukasi publik tentang kompleksitas proses pemulihan aset korupsi, termasuk tantangan hukum dan administratif yang mungkin terjadi.
- Sinergi Antar Lembaga: Meningkatkan sinergi antara KPK, Kejaksaan, Kepolisian, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya dalam melacak, menyita, dan mengembalikan aset korupsi.
Transparansi adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi. Tanpa kejelasan mengenai nasib uang hasil kejahatan ini, keraguan dan sinisme publik akan terus membayangi, bahkan menghambat partisipasi masyarakat dalam melawan korupsi.
Baca juga: Terungkap! Polisi Ini Tewas Diduga karena Rayu Cewek Bokingan dari Seniornya
Komentar
0