Berita

Nasib Pilu Supriyani, Guru Honorer yang Ditahan Gegara Mendisiplinkan Anak Polisi yang Nakal

Muhammad Fatich Nur Fadli 22 Oktober 2024 | 13:53:20

Zona Mahasiswa - Sungguh mengenaskan nasib Supriyani S.Pd, seorang guru honorer SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara. Ia ditahan polisi atas tuduhan penganiayaan terhadap siswanya berinisial D (6), anak personel Polsek Baito.

Baca juga: Kisah Pilu Esa Siswa Blitar yang Minta Tolong ke Polisi Buat Antar Les, Ternyata Diusir Ibu Tirinya Gegara Lebih Pintar dari Anaknya

Supriyani dijadwalkan menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kamis depan (24/10/2024), setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan dan ditetapkan tersangka dan langsung ditahan pada Kamis pekan lalu (17/10/2024).

Sekitar enam bulan lalu, yaitu pada April 2024, Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito atas dugaan penganiayaan terhadap anak di bawah umur, yakni muridnya yang  duduk di bangku kelas 1 SD dan saat ini sudah duduk di bangku kelas 2.

Saat ini kasus Supriyani tengah viral di media sosial dan juga bertebaran di grup-grup WhatsApp. Berbagai seruan untuk mendukung Supriyani yang sudah bertahun-tahun menjadi guru honorer itu ramai muncul menjelang sidang di PN Andoolo.

“Save Ibu Supriyani, S.Pd. Guru SDN Baito, Konawe Selatan. Ditahan polisi karena menegur siswa yang nakal. Orang tua siswa tersebut adalah anggota polisi. Mohon doa dan bantuannya Ibu Supriyani, seorang guru honor yang sedang dalam masa pemberkasan PPPK setelah honor bertahun-tahun,” tulis salah satu pesan yang beredar, Senin (21/10/2024).

Selain itu, menurut kabar yang beredar, waktu Supriyani datang ke rumah siswa tersebut untuk minta maaf, orang tua siswa meminta Rp50 juta dan juga minta pihak sekolah agar guru tersebut dikeluarkan dari sekolah. Tapi karena Supriyani tidak merasa melakukan, sehingga tidak mau membayar dan pihak sekolah juga tak mau mengeluarkan.

Kepala SDN 4 Baito, Sanaali, mengaku tak mengetahui secara pasti kronologi kasus tersebut. Namun, kasus Supriyani menghukum salah satu muridnya terjadi pada Rabu (24/4/2024), ketika korban masih duduk di kelas 1 SD dan saat ini sudah kelas 2 SD. “Informasi awal yang kami dapat, anak itu jatuh di selokan. Namun tiba-tiba saja mengaku dipukul sama ibu guru (Supriyani), luka di paha bagian dalam,” ujar Sanaali dikutip dari @Kendariinfo.

Pihak sekolah, tegas Sanaali, membantah keras adanya penganiayaan. Ada sejumlah alasan, di antaranya keterangan dari Supriyani langsung, sejumlah guru, dan teman-teman korban di sekolah. Sejumlah guru juga telah memberikan kesaksian kepada polisi. Semua saksi pun membantah adanya penganiayaan kepada korban. “Tidak pernah ada kejadian Ibu Supriyani menganiaya siswa. Guru-guru lain juga sudah memberikan kesaksian, kenapa tiba-tiba ditangkap,” kata dia.

Ia berharap masalah itu tidak berlanjut. Apalagi Supriyani dan pihak sekolah juga telah berulang kali mendatangi rumah siswa, lalu meminta maaf kepada korban dan keluarganya. “Tujuannya semata-mata hanya menginginkan masalah ini tidak berlarut-larut. Kami sudah datang ketemu dan minta maaf atas hukuman tersebut, ternyata jadi ribet,” ungkapnya, menyesalkan.

Pengakuan Suami Supriyani

Supriyani, guru honorer yang menghukum D (6), anak polisi di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), diduga dimintai uang sebesar Rp50 juta. Namun permintaan uang Rp50 juta dibantah orang tua D, Aipda Wibowo Hasyim.

Baca juga:Suami Supriyani, Katiran, mengaku uang Rp50 juta merupakan ganti rugi jika kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan. Namun Katiran tidak bisa menyanggupi permintaan tersebut, sebab tidak memiliki uang sebesar itu.

“Saya ini seorang petani, istri saya hanya honorer. Di mana saya mau ambil uang sebanyak itu,” ujar Katiran, Senin (21/10/2024).

Tidak memiliki uang Rp50 juta, Katiran menawarkan Rp10 juta, sebab hanya sebesar itu kemampuannya. Namun ditolak orang tua D.

Katiran pun tidak pernah menyangka kasus ini terus berlanjut hingga ke pengadilan. Padahal upaya kekeluargaan telah dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari meminta pendampingan kepala sekolah, guru-guru, kepala desa, dan pihak-pihak lainnya. Hasilnya sama saja, tidak ada titik temu.

Katiran menegaskan dugaan penganiayaan yang dituduhkan kepada istrinya tidak benar. Ada sejumlah kesaksian yang membantah tuduhan itu. Istrinya sendiri, saudara kembar korban, teman-teman sekolah korban, dan beberapa guru yang mengajar di sana, membantah bahwa Supriyani telah menganiaya D.

“Ada dua siswa yang membenarkan pemukulan. Namun berbeda keterangan. Satu mengaku dipukul dalam kelas, satunya terjadi di luar kelas. Kalau kepsek, wali kelas, dan guru-guru di sana tidak ada yang benarkan,” kesalnya.

Sementara itu, Aipda Wibowo Hasyim menerangkan awalnya D mengaku jatuh saat bermain, sehingga mengalami luka pada paha. Tetapi ia tak percaya dengan bekas luka tersebut, sehingga melakukan interogasi lebih lanjut.

“Pengakuan awalnya luka saat jatuh. Namun saya tidak percaya, makanya saya tanya-tanya terus, sampai dia mengaku dan menyebutkan nama ibu itu (Supriyani). Makanya istriku langsung memasukan laporan ke Polsek Baito,” katanya dalam sambungan telepon, Senin (21/10). Terkait dengan permintaan uang sebesar Rp50 juta untuk atur damai, Wibowo membantah.

Polisi Jelaskan soal Guru Honorer di Konawe Dipenjara Diduga Karena Aniaya Murid

Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, angkat bicara terkait polemik kasus Supriyani, guru honorer SD Negeri 4, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, yang ditahan atas kasus dugaan penganiayaan anak muridnya.

Febry menegaskan, kasus dugaan penganiayaan itu dilaporkan di Polsek Baito pada Jumat (26/4) lalu. Dalam prosesnya, kata dia, penyidik telah bekerja profesional.

"Penanganan kasusnya itu sudah sesuai SOP," kata Febry saat jumpa pers di kantornya, Senin (21/10).

Dalam foto barang bukti yang ditampilkan, terlihat ada sapu dan baju seragam korban. Ada juga foto paha belakang korban yang memar-memar.

Mediasi 5 kali

Ia menjelaskan, Supriyani dilaporkan langsung oleh Nurfitriana, orang tua korban. Dalam prosesnya, penyidik sempat melakukan upaya mediasi. Pelapor dan terlapor dipertemukan. Bahkan mediasi dilakukan selama lima kali.

"Pihak kepolisian melakukan proses penyelidikan selama tiga bulan untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak. Selama 5 kali mediasi tak ada kesepakatan," ucapnya.

"Keluarga korban tidak pernah meminta ataupun membahas dan menyebutkan nominal uang untuk persyaratan atau kompensasi damai," sambungnya.

Karena tidak adanya kesepakatan damai itu, pelapor kemudian mempertanyakan perkembangan laporan yang diadukan. Sehingga, penyidik menindaklanjuti dengan melakukan gelar perkara.

"Bulan Juni 2024 gelar perkara, dinaikan status dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan bukti bukti awal dari hasil penyelidikan penyidik Polsek Baito," tegasnya.

Saat proses penyidikan berlangsung, KPAID Konawe Selatan melaksanakan mediasi kepada kedua belah pihak. Namun, tetap tidak ada kesepakatan. Hingga pada akhirnya berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan,

"Pada tanggal 16 Oktober 2024 penyidik Polsek Baito melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti di Kejaksaan Negeri Andoolo. Selama pelaksanaan proses penyelidikan, penyidikan, pihak penyidik Polsek Baito tidak melakukan penahanan terhadap tersangka. Penahanan terhadap tersangka dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Andoolo sejak diserahkan oleh penyidik," jelasnya.

Kasus ini terus berlanjut. Pada Kamis (24/10) Supriyani yang kini mendekam di balik jeruji besi Lapas Perempuan Kelas III Kota Kendari akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo.

Dukungan dari Para Guru

Sebelumnya, kasus Supriyani ini viral di media sosial dan mendapat dukungan dari para guru.

Narasi kasus yang viral ini sebagai berikut:

Save Ibu Supriyani, S.Pd. Guru SDN  Baito, Konawe Selatan. Ditahan polisi karena menegur siswa yang nakal. Orang tua siswa tersebut adalah anggota polisi.

Mohon doa dan bantuannya Ibu Supriyani, S.Pd seorang guru honor yg sedang dalam masa pemberkasan P3K setelah honor bertahun2.

Kronologi yang diperoleh dari pihak sekolah sebagai berikut:

1. Kejadian ini sebetulnya sdh lama. Berawal siswa luka goresan di paha. Dia lapor sma ortu dipukulnya. Padahal gurunya hanya menegur tdk memukul. Tpi ortunya tdk terima. Drpda panjang masalah guru & KS datang k rumah minta maaf. Permintaan maaf diterima ternyata itu jebakan. Krn ortu siswa seorang polisi permintaan maaf guru dianggap mengakui kesalahan. Ternyata diam2 masalah ini diproses. Smpe akhirnya guru dpt panggilan di Polda smpe sana ktax mw dimintai keterangan ternyata langsung ditahan suamix disuruh pulang. Padahal ini guru masi Honor punya anak kecil. Sudah beberapa malam ditahan di Polda.

2. Waktu datang ke rumah minta maaf ortu siswa minta 50jt dan orang tua siswa meminta kepada pihak sekolah agar guru tersebut dikeluarkan dari sekolah. Tpi karena guru tersebut tdk merasa melakukan jdi tdk mau membayar dan pihak sekolah tidak mau mengeluarkan siswa tersebut.

3. Siswa tersebut nakal, kemudian menurut info siswa ini dijewer, tapi masih batas wajar dan guru yang bersangkutan sdah meminta maaf kepada orang tua siswa (korban) dikira yang bersangkutan guru persoalan sudah selesai,akan tetapi tiba-tiba ada panggilan dari kejaksaan dan guru yang bersangkutan langsung ditahan karena berkas perkara tiba tiba sudah lengkap.

Mohon disebarkan untuk membebaskan Ibu Supriyani, S.Pd. dan beliau segera mendapat keadilan.

Kedepankan Restorative Justice

Pakar psikologi forensik yang juga konsultan sumber daya manusia dan mantan dosen di PTIK, Reza Indragiri Amriel mempermasalahkan apa sesungguhnya tujuan pidana terhadap Supriyani tersebut.

“Anggaplah pemukulan itu terjadi. Tapi sadarkah kepolisian setempat bahwa bila mengacu pemberitaan media, cara mereka menangani kasus ini justru bisa melukai hati masyarakat,” ujar Reza dalam keterangannya yang diterima Inilah.com di Jakarta, Selasa (22/10/2024).

Reza menyebut penanganan yang terkesan eksesif ini mengingatkan pada istilah hyper-criminalization, yakni betapa otoritas kepolisian dengan mudahnya melihat peristiwa minor dengan kacamata kriminalitas semata. Dengan kacamata sedemikian rupa, konteks pendidikan serta-merta pupus. Kemungkinan hukuman guru bertali-temali dengan kenakalan murid pun sirna dari cermatan.

Menurut Reza, kalau polisi sudah ketagihan menerapkan hyper-criminalization, bakal banyak anggota masyarakat yang dengan sekejap mata akan berstatus sebagai penjahat dan perbuatan mereka dicap sebagai kejahatan. “Coba jawab, apakah itu akan menenangkan masyarakat dan menekan tindak kriminalitas? Tentu tidak,” kata Reza, menegaskan.

“Lagi pula, sebengis apakah, selicik apakah, sebejat apakah, sejahat apakah ibu guru itu sampai harus dijebloskan ke sel tahanan? Apa sesungguhnya tujuan pidana seperti itu? Akan diapakan ibu guru itu nantinya, terlebih jika ia divonis bersalah?” lanjut Reza.

Ia lantas mengingatkan mengenai salah satu komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit yang mewanti-wanti jajarannya untuk mengedepankan restorative justice sebagai solusi. Bukan dengan entengnya membawa persoalan-persoalan minor ke ranah litigasi atau penyelesaian sengketa hukum melalui pengadilan yang berujung pada penahanan atau pun pemenjaraan.

Komitmen Kapolri itu, tegas Reza, seharusnya dipahami sebagai tekad Listyo Sigit agar Polri menomorsekiankan pendekatan punitive atau pidana apalagi retributive atau pembalasan hukuman, bahwa ibu guru tersebut harus dibikin sakit, menderita, dan diasingkan agar kapok.

Jadi, sambung Reza, kalau mau konsekuen, Kapolri perlu mengevaluasi pendekatan kerja satwil terkait. Apakah mekanisme pengawasan Reskrim berjalan sebagaimana mestinya dan apakah personel sudah dan fasih menjajaki kemungkinan restorative justice. Jika ada pihak-pihak di Satwil Polri setempat yang abai akan komitmen Kapolri tadi, dan langsung memproses ibu guru tersebut dengan litigasi, perlu disikapi dengan sanksi dan edukasi sekaligus.

“Sudahlah. Terapkan restorative justice saja. Kalau perlu penggalangan dana untuk mengganti kerugian yang dialami korban, saya siap berkontribusi atas nama anak-anak saya. Insya Allah,” tutur Reza.

Nasib Pilu Supriyani, Guru Honorer yang Ditahan Gegara Mendisiplinkan Anak Polisi yang Nakal

Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.

Baca juga: Puluhan Polisi Gendut di Trenggalek Wajib Ikut Olahraga dan Program Diet

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150