Pilihan Editor

Misteri Senandung di Aula Kampus Sanata Dharma

Zahrah Thaybah M 14 Oktober 2021 | 15:16:37

zonamahasiswa.id - Halo, Sobat Zona. Aduh sorry sorry, Sans lagi sibuk banget nih mulai kemarin banyak yang request minta kampusnya diceritain. Tapi, setelah berpikir panjang kali ini Sans akan berkunjung ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mohon bersabar, yang lain antre dulu ya hehehe.

Kalau ngomongin Jogja, pasti nggak jauh-jauh dari cerita-cerita mistisnya. Ya, mau gimana lagi, suasananya juga memang mendukung. Setuju nggak? Mungkin beberapa dari kalian sedikit asing dengan kampus ini. Jadi, mending Sans kasih tahu dulu. Disimak yang bener, biar nyambung sama ceritanya.   

Universitas Sanata Dharma merupakan universitas Katolik yang berlokasi di Yogyakarta. Pada tahun 1955, kampus ini bernama PTPG Sanata Dharma. Lalu, berganti menjadi FKIP Sanata Dharma tahun 1958. Tapi, nggak sampai situ ternyata kampus ini sempat berganti nama jadi IKIP Sanata Dharma hingga akhirnya paten menjadi Universitas Sanata Dharma pada tahun 1993 hingga sekarang.

Asal kalian tahu, di kampus ini juga menyimpan banyak sekali kisah menyeramkan dan juga teror dari ‘penunggu setianya’. Terkadang juga mereka iseng kepada para mahasiswa. Ya, mungkin mau kenalan atau sengaja biar keberadaannya nggak diabaikan begitu saja.

Baru-baru ini Sans juga sudah bertemu dengan salah satu mahasiswa Universitas Sanata Dharma, anggap saja namanya Ajeng. Dia bukan maba, apalagi mahasiswa akhir. Soalnya mahasiswa semester pertengahan gitu.  

Oke, sebelum itu jangan lupa untuk matikan lampu dan aktifkan mode horornya, agar lebih seru! Selamat membaca.

Hari ini aula kampus sedang ramai dengan mahasiswa yang mondar-mandir sambil membawa berbagai peralatan untuk mendekorasi. Yup, mereka akan menggelar sebuah pementasan tunggal dan memang sudah menjadi agenda tahunan organisasi tersebut.

“Eh, minggir-minggir awas ketabrak papan aku nggak tanggung jawab yo,” teriak Adit sambil bergotongan dengan beberapa teman lainnya membawa papan ke arah panggung.

“Oo dasar, jalan masih luas lho padahal,” sahut Ajeng sedikit jengkel. Soalnya, daritadi dia nggak bisa tenang, barang sebentar saja.

“Makeup, kostum, sama propertinya udah beres belum?” tanya Kania.

“Udah beres kok tak taruh di ruang ganti sama barang-barang lainnya,” kata Ajeng sambil sibuk menyusun tanaman hias untuk mendekorasi panggung.

Kebetulan Ajeng saat itu jadi sie dekorasi, sedangkan Kania sie acara. Dua sahabat sableng itu sengaja ditunjuk jadi tim yang job desc-nya tergolong sangat sibuk biar hidupnya sedikit berguna. Gitu sih kalau kata temen-temen lainnya.

Nggak terasa sudah seharian Ajeng dan teman-teman organisasi sibuk di aula. Dilihatnya jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 01.15 dini hari.

“Astaga ngantuk parah aku. Rasanya pingin banget tiduran. Kasian sama tulang punggungku lama-kelamaan bisa osteoporosis,” kata Kania sambil terus menguap.

“Halah halah opo ae kok lebay nemen osteoporosis. Udah tidur aja sana agak ke pojokan aja biar nggak ngehalangi anak-anak lain,” ujar Ajeng.

“Anak-anak lain? Lah, bukannya tinggal kita berdua aja yang di sini?” Kania mengernyit bingung, karena hanya tersisa mereka berdua saja. Teman-teman lainnya sebagian sudah ‘menjemput mimpi’ di kosan dan sebagian lagi dekor di luar aula.

Ajeng mengedikkan bahu tanda nggak peduli. Lalu, Kania memutar bola matanya malas dan segera bangkit menuju ke pojok aula untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Suasana semakin sepi sepertinya teman-teman lainnya juga lagi istirahat. Udara juga semakin menusuk tulang. Ajeng sesekali menguap sambil menggosok-gosokkan tangannya untuk mengusir kedinginannya.

Nina bobo, oh nina bobo

Kalau tidak bobo, digigit nyamuk

Nina bobo, oh nina bobo

Hari sudah malam terkabut intan

Tiba-tiba Ajeng menghentikan kegiatannya. Sayup-sayup ia mendengar suara perempuan yang bersenandung lagu “Nina Bobo”.

Bujug buset, merdu banget suaranya. Eh, tapi perasaan nggak ada orang deh di situ. Ujarnya dalam hati.

Kemudian, Ajeng mengedarkan pandangan ke sekelilingnya mencari tahu siapa gerangan yang menyenandungkan lagu pengantar tidur ketika dini hari.

Kakinya terus melangkah perlahan mendekati sumber suara dan ternyata berasal dari belakang panggung. Lalu, Ajeng menyibakkan gorden yang menutupi area belakang panggung. Suasananya cukup pengap dengan lampu yang temaram.

Ia terkejut melihat sesosok perempuan duduk membelakanginya sambil tetap menyenandungkan lagu pengantar tidur itu. Perempuan tersebut mengelus-elus kostum yang besok akan digunakan pada pementasan. Lalu, Ajeng memutuskan untuk mendekatinya. Posturnya terlihat familiar, tapi siapa? Hingga tiba-tiba...

“Ranti?”

Ajeng menepuk pundak Ranti sambil menghela nafas pelan. Jujur jantungnya seperti mau copot dari karena deg-degan bukan main. Mana sendirian, ditambah mendengar suara nyanyian di malam hari.

Ranti pun perlahan menoleh ke arah Ajeng, tapi nggak mengeluarkan suara sedikit pun. Matanya lurus menatap Ajeng.

“Wanjir! Kamu ngapain sendirian di sini? Tak pikir udah balik ke kos duluan. Haduh, bikin aku kaget dan merinding aja Ran. Lihat, bulu kudukku berdiri tegak kayak pasukan mau upacara,” Ajeng melontarkan candaan garing dan renyahnya kayak L*o keripik kentang.

“Hehehe maapin yee Ran. Suaramu bagus juga, kok aku baru tahu ya? Mana lagi nyanyi Nina Bobo lagi pas banget kayak mau nidurin bayi aja. Eh, btw kenapa nggak ke depan? Tuh kebetulan si Kania lagi molor jadi sekalian nyanyiin biar makin pules,” Ajeng lalu tertawa kecil.

Ranti hanya tersenyum kecil sembari menggelengkan kepalanya. Kemudian, lanjut bersenandung. Ajeng kira, Ranti lagi dalam mode nggak mau diganggu, sehingga ia kembali ke depan panggung.

Ada satu hal yang mengganggu pikiran Ajeng. Kapan Ranti tiba di aula? Terus kenapa tadi bajunya agak lusuh dan kotor? Kayaknya dia habis jatuh atau beres-beres properti di belakang panggung deh. Positive thingking aja lah. Pamali mikir begituan di jam segini.

Lalu, suara Ranti dari belakang panggung menginterupsinya, “Jeng, sini nyanyi sama aku yuk. Aku ajarin nyanyi Nina Bobo. Soalnya aku tadi diajarin sama temanku.”

Ajeng sontak kaget. “Hah, ngapain Ran? Ogah ah, aku capek banget. Kamu aja yang nyanyi nanti tak dengerin dari depan panggung,” kata Ajeng sedikit berteriak. Kali ini suara Ranti terdengar sedikit parau tapi tetap halus kayak biasanya.

Selang beberapa menit kemudian, ia mendengar Ranti tertawa cekikikan di belakang panggung dan tiba-tiba suaranya nggak terdengar lagi. Mungkin dia udah tidur juga. Batin Ajeng.

Pagi harinya, saat mereka kembali mengontrol dekorasi dan mempersiapkan untuk pementasan tunggal nanti malam, mereka dikejutkan dengan pertanyaan Ajeng.

“Kalian tahu nggak? Semalam Ranti nyanyi lho. Ternyata suaranya enak banget, merdu gitu. Ya, walaupun nyanyi lagu Nina Bobo sih. Kalian pada dengar nggak?”

Kania, Adit, Bombi, dan beberapa teman lainnya membelalakkan mata dan terpekik kaget. “Ranti nyanyi? Yang benar aja kamu Jeng. Jangan halu deh,”

“Astaga beneran orang semalam dia nyanyi kok di belakang panggung. Mana sendirian pula,” kata Ajeng meyakinkan mereka sambil pandangannya mengarah ke belakang panggung yang ditutupi gorden.

“Bocah edan. Lha wong Ranti aja kemarin izin balik ke kosan jam 10 malam soalnya lagi nyeri perutnya. Bisa-bisanya malah nyanyi-nyayi,” kata Bombi yang diangguki Adit.

“Sing genah kowe? Malahan semalam dia mau ngajarin aku nyanyi juga kok,”

“Jam berapa itu Jeng?” Kania langsung menyela.

“Sekitar jam setengah duaan lebih kalau nggak salah,” Ajeng menceritakan kejadian tadi malam kepada mereka.

“Jeng, kayaknya itu bukan Ranti deh yang ngobrol sama kamu. Apalagi setelah dengar cerita kamu, kita udah bisa nebak kalau itu sosok lain,”

Kemudian, teman-teman lainnya meminta Ajeng untuk terus berdoa dan nggak mengungkit-ungkit kejadian tersebut. Karena memang posisinya mereka masih ada di Aula Sanata Dharma. Bisa gawat urusannya kalau ketemu si “perempuan Nina Bobo” itu.

Dan sejak saat itu, Ajeng dan teman-temannya berusaha menganggap kejadian yang dialami Ajeng nggak pernah ada dan itu hanyalah cara bagi ‘sosok itu’ untuk menunjukkan dirinya kalau sebenarnya mereka ada.

Misteri Senandung di Aula Kampus Sanata Dharma

Apakah kalian juga pernah mengalami kejadian horor yang serupa di Aula Sanata Dharma? Sharing sama Sans dong. Kira-kira kampus mana lagi nih yang harus Sans kunjungi untuk menceritakan kisah horornya? Atau masih mau kisah horor di Universitas Sanata Dharma? Tulis komentar kalian di bawah ya.

Baca Juga: Hantu Sisca Si Cantik Penunggu Student Center UNY

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150