
Zona Mahasiswa - Sebuah tragedi memilukan terjadi di Kampung Cae, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, ketika seorang ibu berinisial EN (34) ditemukan tewas gantung diri. Bersamanya, kedua anaknya, AA (9) dan AAP (11 bulan), juga ditemukan tak bernyawa. Diduga kuat, EN membunuh kedua anaknya terlebih dahulu sebelum mengakhiri hidupnya.
Peristiwa yang terjadi pada Jumat dini hari, 5 September 2025, ini diduga dipicu oleh himpitan ekonomi yang berat, khususnya masalah utang yang tak kunjung selesai. Kematian tragis ini meninggalkan luka mendalam dan menjadi sorotan publik sebagai bukti nyata kegagalan negara dalam menjamin kehidupan yang layak bagi masyarakatnya.
Kronologi dan Temuan Wasiat
Suami korban, YS, menemukan keluarganya dalam keadaan tidak bernyawa saat ia pulang dari bekerja pada pukul 04.00 WIB. Setelah dibantu tetangga untuk mendobrak pintu kontrakan, YS mendapati istrinya tergantung di kusen pintu kamar, sementara kedua anaknya terbujur kaku.
Teman dekat YS, Ifan, yang tiba di lokasi, melihat kondisi yang mengerikan. “Tali masih menjerat lehernya [anak-anak itu],” tutur Ifan, yang mengindikasikan bahwa kedua anak tersebut juga menjadi korban kekerasan.
Pihak kepolisian dari Polresta Bandung yang melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) menguatkan dugaan ini. Kasatreskrim Polresta Bandung, Kompol Luthfi Olot Gigantara, mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda kerusakan pada pintu atau jendela, mengindikasikan tidak adanya orang luar yang terlibat. Kesimpulan sementara polisi adalah EN membunuh kedua anaknya sebelum bunuh diri.
Kesimpulan ini diperkuat dengan penemuan sebuah surat wasiat yang ditulis oleh EN. Surat wasiat tersebut mengungkap masalah keluarga yang rumit, terutama terkait kesulitan ekonomi dan utang yang menumpuk.
"Ada surat wasiat yang disinyalir ditulis EN mengungkap permasalahan keluarga yang dia hadapi, sekaligus memuat permintaan maaf kepada seluruh keluarga—termasuk kedua anaknya yang meninggal dunia," jelas Luthfi.
Perjuangan dan Keputusasaan EN
Dalam surat yang ditulis dalam bahasa Sunda dan telah beredar luas, EN mengungkapkan kekecewaannya terhadap suaminya, YS, yang dianggap selalu berbohong dan terlilit utang. EN merasa "sudah lelah lahir batin" dan "tidak kuat menjalani hidup seperti ini." Ia merasa utangnya semakin bertambah, namun ia tidak mengetahui sumber dan jumlahnya.
Pesan paling menyayat hati dalam surat itu adalah permohonan maaf kepada kedua anaknya. "Aa, Dede, maafkan Mamah. Jalannya harus seperti ini, karena Mamah sangat sayang. Daripada ditinggalkan oleh Mamah, kasihan nenek. Mamah lebih rela ke neraka daripada melihat Aa dan Dede sengsara. Aa dan Dede belum punya dosa. Biar Mamah saja yang menanggung dosanya ke neraka. Mamah tidak rela hidup terus-terusan susah," tulis EN.
Ia juga mengungkapkan penyesalannya tidak bisa membahagiakan anak-anaknya dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka, termasuk gagal melihat anak sulungnya, AA, menari di pentas 17 Agustus.
Judi Online Diduga Jadi Pemicu Utama
Warga sekitar mengenal EN sebagai pribadi yang ramah namun sedikit tertutup. Mereka tidak menyangka EN menghadapi kesulitan ekonomi yang begitu berat. Bahkan, EN dikenal tidak memiliki utang di bank.
Namun, menurut pengakuan Ifan, teman dekat YS, tragedi ini diduga berawal dari kebiasaan YS yang terjebak dalam judi online. Ifan menceritakan bahwa YS sebelumnya adalah orang yang berkecukupan dan bahkan baru saja membangun rumah berlantai dua. Namun, setelah terlibat judi online, ia terpuruk hingga harus menjual rumah dan terlilit utang dalam jumlah yang sangat besar.
“Dan pas di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] polisi juga sama dengan yang dicurhatin ke saya,” tambah Ifan.
Ifan juga mengungkapkan bahwa EN sempat ingin menggugat cerai YS, namun mengurungkan niatnya setelah memiliki anak kedua dengan harapan suaminya berubah. Sayangnya, harapan itu sia-sia. YS terus terlilit utang, dan penagih utang kerap mendatangi EN.
Meskipun polisi masih menelusuri dugaan keterlibatan YS dengan utang judi online, warga sekitar mendesak pemerintah untuk segera membasmi praktik ilegal ini karena dampaknya yang sangat merusak dan bahkan merenggut nyawa.
Fenomena yang Terus Berulang
Kasus ini bukanlah yang pertama. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus bunuh diri yang dipicu oleh faktor ekonomi, terutama jerat utang, marak terjadi. Pada tahun 2023, satu keluarga di Malang tewas bunuh diri setelah terlilit utang. Setahun setelahnya, satu keluarga lain di Ciputat juga ditemukan tewas dengan motif serupa, yang diduga karena utang pinjaman online (pinjol) dan judi online.
Menurut para sosiolog dan ekonom, kasus-kasus ini mengindikasikan bahwa bunuh diri dengan motif ekonomi telah menjadi fenomena sosial yang mengkhawatirkan. Mereka menilai, realita di lapangan sangat berbeda dari klaim-klaim pemerintah, dan masalah ekonomi yang menekan masyarakat kelas bawah sudah mencapai titik "buntu" tanpa adanya solusi.
Baca juga: Remaja di Koltim Gorok Bocah Perempuan saat Berangkat Ngaji hingga Tewas Gegara Dendam Diejek
Komentar
0