Zona Mahasiswa - Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang seharusnya menjadi pengalaman berharga bagi mahasiswa Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, justru berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui bagi Rini (nama samaran). Mahasiswi Undana ini mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen pembimbingnya, seorang akademisi senior berinisial DA, saat ia menjalani KKN di salah satu lembaga penelitian di bawah Undana.
Kasus yang terjadi antara September hingga awal Oktober 2024 ini mencoreng nama baik institusi pendidikan dan menunjukkan betapa rentannya posisi mahasiswa di bawah tekanan relasi kuasa seorang pendidik.
Awal Pelecehan: Sentuhan Pertama yang Mencurigakan
Teror psikologis yang dialami Rini dimulai sejak hari pertama penempatan KKN. Saat Rini memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan untuk bersalaman, sang dosen, DA, melakukan tindakan yang tidak pantas.
“Dia mengorek-ngorek tangan saya saat bersalaman. Awalnya saya pikir tidak sengaja, tapi caranya bikin saya risih,” tutur Rini dengan suara bergetar kepada PortalNTT.com.
Sejak saat itu, perilaku DA mulai menyimpang dari tugas akademik. Rini ditugaskan untuk “menjaga absen” di depan ruang dosen setiap hari, sebuah pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan tujuan KKN yang seharusnya berinteraksi dengan masyarakat.
“Saya seperti dijadikan sekretaris pribadinya. Kalau dia butuh sesuatu, saya dipanggil. Kadang disuruh mengetik, kadang cuma duduk di depan pintu,” katanya.
Setiap kali Rini dipanggil ke dalam ruangan, pelecehan semakin berani. Pelaku sering mencoba menyentuh tubuh Rini dengan alasan sepele, mulai dari pipi, pinggang, hingga tangannya. Dalam beberapa kesempatan, DA juga mencoba menawarkan uang tunai Rp50 ribu dengan dalih “uang pulsa” agar Rini “semangat”, namun selalu ditolak mentah-mentah oleh korban.
Dinding Ketakutan dan Kemiskinan
Rini terperangkap dalam posisi yang sangat sulit. Sebagai mahasiswa yang berasal dari keluarga sederhana dan penerima program KIP Kuliah, ia sadar bahwa melawan dosen senior dapat mengancam masa depannya, termasuk kelulusan KKN dan status beasiswanya.
“Beta dari keluarga susah, kaka. Beta kuliah karena dapat KIP. Beta tahan saja, sonde mau kecewakan orang tua,” ucapnya lirih, menjelaskan alasannya memilih diam dan bertahan hingga masa KKN berakhir.
Tekanan psikologis yang dialaminya sangat berat. Rini mulai murung, sulit makan, dan sering menangis diam-diam di kos. Sementara itu, pelaku tetap bebas beraktivitas di kampus, seolah tidak pernah melakukan kesalahan.
Puncak Teror: Tarikan Paksa dan Trauma Mendalam
Teror mencapai puncaknya di awal Oktober 2024. Saat Rini berniat menemui DA untuk urusan akademik, pelaku justru menarik tubuhnya secara paksa.
“Begitu saya masuk, dia senyum-senyum. Saya bilang ada mahasiswa yang mau ketemu... Saya mau keluar, tapi pas di pintu dia langsung tarik badan saya dan pegang kedua tangan, lalu mengarahkan tangan saya ke kemaluannya,” cerita Rini, suaranya tercekat.
Rini berhasil mendorong pelaku dan lari keluar ruangan. Sejak hari itu, ia tidak pernah lagi berani kembali ke tempat KKN.
Dampak dari kejadian itu sangat menghancurkan. Rini mengalami trauma mendalam, sulit tidur, sering terbangun di malam hari, dan tubuhnya gemetar setiap kali melihat sosok yang mirip pelaku di kampus.
“Saya merasa hina. Saya tidak bisa fokus kuliah lagi. Rasanya sakit diperlakukan seperti itu oleh orang yang seharusnya melindungi kami,” tutup Rini.
Kisah Rini menjadi seruan darurat bagi Undana dan seluruh kampus di Indonesia untuk mengawasi ketat implementasi program KKN dan memastikan relasi kuasa dosen-mahasiswa tidak disalahgunakan untuk tujuan pelecehan seksual, terutama terhadap mahasiswa yang secara finansial dan sosial berada di posisi yang rentan.
Baca juga: Pesta Seks Sesama Jenis di Hotel Surabaya: 34 Pria Bugil Diamankan Polisi
Komentar
0

