Berita

Habiburokhman Sebut Prof Mahfud MD Orang Gagal Gegara Tak Terima Dikritik Rencana Denda Damai Koruptor

Muhammad Fatich Nur Fadli 30 Desember 2024 | 08:44:35

Zona Mahasiswa - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan ketidaksenangannya terhadap kritik yang dilontarkan oleh mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, kepada Presiden Prabowo Subianto terkait usulan denda damai bagi pelaku korupsi.

Baca juga: Penjual Bakso Asal Malang Perbaiki Jalan Desa dengan Dana Pribadi, Netizen: Aparat Desa Dilarang Lewat Sini!

Habiburokhman, yang merupakan politisi Gerindra, menyebut bahwa Mahfud MD tidak lagi layak memberikan penilaian soal hukum karena dinilai gagal menjalankan tugasnya sebagai Menko Polhukam.

“Mahfud MD ini orang gagal. Dia sendiri mengakui kegagalannya selama lima tahun sebagai Menko Polhukam dengan memberi skor 5 pada kinerjanya di bidang penegakan hukum. Jadi, apa yang masih bisa dinilai oleh Mahfud MD?” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. 

Lebih lanjut, Habiburokhman menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto, sebagai kepala negara, tidak mungkin bertindak sembarangan dengan memerintahkan bawahannya untuk mengabaikan atau bahkan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Polemik kembali memanas di ranah politik Indonesia. Kali ini, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, secara terang-terangan melabeli Mahfud MD sebagai “orang gagal”. Hal itu muncul setelah kritik Mahfud terhadap rencana denda damai bagi pelaku korupsi yang diusulkan dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Bukan hanya soal denda damai, komentar Habiburokhman ini memicu reaksi beragam dari masyarakat, mengingat posisi Mahfud MD sebagai salah satu tokoh yang sering vokal dalam membela penegakan hukum di Indonesia. Lantas, seperti apa duduk persoalan yang sebenarnya?

Awal Mula Polemik: Usulan Denda Damai bagi Koruptor

Polemik bermula dari usulan pemerintah mengenai kemungkinan pemberlakuan denda damai sebagai alternatif hukuman bagi pelaku korupsi. Gagasan ini memicu perdebatan sengit di ruang publik, terutama karena dianggap kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Dalam sebuah wawancara, Mahfud MD menyampaikan kritik tajam terhadap ide tersebut. “Korupsi bukan perkara yang bisa diselesaikan dengan uang semata. Korupsi adalah tindak pidana yang merugikan negara dan menghancurkan kepercayaan publik,” ungkap Mahfud.

Namun, pernyataan ini justru mendapat respons keras dari Habiburokhman. Politisi Gerindra tersebut menyebut bahwa kritik Mahfud terhadap pemerintah tidak relevan, mengingat ia sendiri pernah memberikan penilaian buruk terhadap kinerjanya sebagai Menko Polhukam.

Habiburokhman: Mahfud MD Tidak Layak Mengkritik

Habiburokhman tak segan menyebut Mahfud MD sebagai figur yang gagal. Dalam konferensi persnya, ia mengungkapkan bahwa Mahfud pernah secara terbuka mengakui ketidakpuasan terhadap capaian pemerintah di sektor hukum selama masa jabatannya sebagai Menko Polhukam.

“Dia sendiri memberi skor 5 untuk kinerjanya selama lima tahun. Jadi, apa dasarnya dia mengkritik kebijakan Presiden Prabowo? Sebagai kepala negara, Presiden Prabowo pasti memikirkan dengan matang setiap keputusan, termasuk soal denda damai ini,” ujar Habiburokhman dengan tegas.

Reaksi Masyarakat: Pro dan Kontra

Pernyataan Habiburokhman sontak menjadi sorotan publik. Di media sosial, warganet terbagi dalam dua kubu besar. Ada yang mendukung Habiburokhman, namun tidak sedikit pula yang berpihak pada Mahfud MD.

Pendukung Habiburokhman

  • Sebagian masyarakat menilai bahwa kritik Mahfud terhadap pemerintahan saat ini memang terlalu emosional.
  • Mereka percaya bahwa konsep denda damai bisa menjadi solusi pragmatis untuk mengembalikan kerugian negara tanpa proses hukum yang panjang dan melelahkan.

Pendukung Mahfud MD

  • Di sisi lain, banyak yang merasa bahwa kritik Mahfud sepenuhnya valid. Denda damai dianggap membuka celah bagi pelaku korupsi untuk "membeli kebebasan" tanpa mempertanggungjawabkan perbuatannya secara moral maupun hukum.
  • Mereka juga menilai bahwa komentar Habiburokhman tidak relevan, karena alih-alih menjawab substansi kritik, ia justru menyerang personal Mahfud.

Melihat Rencana Denda Damai dalam Perspektif Hukum

Bagi banyak kalangan, gagasan denda damai bagi koruptor terkesan kontroversial karena:

  1. Mengurangi Efek Jera
    Jika koruptor hanya perlu membayar sejumlah uang untuk menghindari hukuman penjara, maka motivasi untuk tidak korupsi menjadi rendah.
  2. Mencederai Prinsip Keadilan
    Masyarakat luas yang menyaksikan pelaku korupsi lepas dari hukuman berat hanya dengan uang bisa merasa bahwa hukum tidak lagi berpihak pada rakyat kecil.
  3. Celah untuk Korupsi Lebih Besar
    Dalam beberapa kasus, pelaku korupsi sering kali hanya mengembalikan sebagian kecil dari kerugian negara. Tanpa hukuman berat, mereka mungkin merasa bahwa tindakannya sepadan dengan risiko.

Meski begitu, pemerintah berdalih bahwa denda damai bisa mempercepat pemulihan kerugian negara yang sering kali terhambat oleh proses hukum yang panjang.

Pandangan Akademisi dan Praktisi Hukum

Banyak akademisi hukum memberikan pendapat terkait isu ini. Sebagian besar menilai bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti pada aspek finansial saja. Salah satu akademisi dari Universitas Indonesia, Dr. Ratna Sari, menyatakan:

“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dampaknya meluas ke seluruh elemen masyarakat. Hukuman bagi koruptor harus mencerminkan keseriusan negara dalam memerangi tindak pidana ini,” jelasnya.

Namun, ada pula praktisi hukum yang melihat denda damai sebagai bentuk kompromi yang realistis, terutama untuk kasus-kasus dengan bukti yang cukup kuat sehingga pelaku tidak bisa mengelak.

Mahfud MD: “Saya Tidak Takut Dikritik”

Menanggapi pernyataan Habiburokhman, Mahfud MD tetap tenang dan menegaskan bahwa kritiknya adalah untuk kepentingan bangsa.

“Kritik saya bukan untuk menyerang siapa pun. Saya hanya ingin memastikan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah sesuai dengan prinsip keadilan dan supremasi hukum,” kata Mahfud dalam sebuah wawancara.

Ia juga menyindir balik dengan menyebut bahwa serangan personal seperti yang dilakukan Habiburokhman hanya menunjukkan bahwa pihak tertentu tidak siap menerima kritik konstruktif.

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Polemik Ini?

Perdebatan antara Habiburokhman dan Mahfud MD bukan hanya soal adu argumen, melainkan refleksi dari tantangan besar dalam penegakan hukum di Indonesia. Beberapa poin penting yang bisa kita ambil, antara lain:

  1. Kritik Harus Direspons dengan Argumen Substansial
    Alih-alih menyerang personal, kritik perlu dijawab dengan argumen yang berlandaskan data dan fakta.
  2. Penegakan Hukum Tidak Boleh Dikorbankan
    Upaya pemberantasan korupsi harus konsisten dan tidak tunduk pada kompromi yang mencederai keadilan.
  3. Keterbukaan untuk Kritik adalah Kunci Demokrasi
    Pemerintah dan pejabat publik harus mampu menerima kritik sebagai bagian dari proses demokrasi.

Habiburokhman Sebut Prof Mahfud MD Orang Gagal Gegara Tak Terima Dikritik Rencana Denda Damai Koruptor

Polemik ini pada akhirnya memberi gambaran jelas bahwa isu korupsi masih menjadi perdebatan panas di negeri ini. Kebijakan seperti denda damai memang menawarkan solusi praktis, tetapi harus dipastikan tidak merugikan semangat keadilan.

Bagaimana menurut kalian, Sobat Zona? Apakah kritik Mahfud MD relevan? Atau justru ide denda damai adalah langkah yang tepat?

Baca juga: Tanggapan Prof Mahfud MD Soal Vonis Harvey Moeis: Sungguh Menusuk Rasa Keadilan Masyarakat

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150