Zona Mahasiswa - Lingkungan kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali diguncang isu tak sedap terkait kekerasan seksual. Kali ini, modus yang digunakan para terduga pelaku terbilang licik dan manipulatif: memanfaatkan permainan populer anak muda, "Truth or Dare" (ToD), untuk menjebak dan melecehkan korban secara seksual.
Kasus ini meledak dan viral setelah akun Instagram @kentingansantuy mengunggah kronologi kejadian yang dialami korban. Unggahan tersebut memicu amarah warganet dan mahasiswa, menyoroti bagaimana sebuah permainan yang seharusnya seru, berubah menjadi ajang eksploitasi dan pelecehan seksual di bawah tekanan kelompok (peer pressure).
Baca juga: Pejuang Skripsi Wajib Ngerti Hal Ini! Apalagi yang Penelitiannya Kualitatif
Kronologi Kejadian: Dari Nugas Berubah Petaka
Berdasarkan narasi yang beredar, peristiwa bermula dari aktivitas wajar mahasiswa tingkat akhir. Korban awalnya berada di sebuah indekos temannya untuk mengerjakan tugas dan skripsi bersama dua orang lainnya.
Situasi mulai berubah ketika malam semakin larut. Sekelompok mahasiswa laki-laki, yang disebut baru saja selesai bertanding voli (diduga dari salah satu fakultas atau unit kegiatan), datang ke kos tersebut. Kos itu kebetulan menjadi titik kumpul (basecamp) mereka.
Suasana Mulai Tidak Kondusif: Karena jumlah orang di ruangan semakin banyak dan suasana menjadi ramai, korban dan teman-temannya merasa tidak nyaman untuk melanjutkan pengerjaan skripsi. Untuk mencairkan suasana dan menghilangkan kebosanan, mereka sepakat untuk bermain game.
"Dikarenakan sudah terlalu ramai dan sudah tidak nyaman untuk mengerjakan skripsi, mereka memutuskan bermain game agar suasana tidak terlalu membosankan. Hal ini juga dilakukan tanpa alkohol maupun obat-obatan terlarang," tulis akun @kentingansantuy, dikutip detikJateng.
Poin penting di sini adalah kesadaran penuh. Semua pihak dalam kondisi sadar, tanpa pengaruh alkohol atau narkoba, yang seharusnya membuat kontrol diri dan etika tetap terjaga. Namun, realitasnya justru sebaliknya.
Modus "Truth or Dare": Jebakan Batman Berdalih Sportivitas
Permainan Truth or Dare dipilih. Pada awalnya, permainan berjalan normal layaknya permainan kartu atau botol putar biasa. Namun, tanpa alasan yang jelas dan tanpa persetujuan korban sebelumnya, arah permainan berubah drastis menjadi liar.
Paksan dan Manipulasi: Tantangan atau "Dare" yang diberikan oleh para pelaku mulai bernuansa seksual, mesum, dan menjurus pada fisik.
- Targeting: Korban dibuat "kalah terus" dalam permainan tersebut.
- Eskalasi Tantangan: Tantangan yang diberikan bukan lagi hal-hal konyol, melainkan tindakan pelecehan.
- Penolakan Diabaikan: Korban dikabarkan sudah menolak berkali-kali dan menunjukkan ketidaknyamanan.
- Dalih Sportivitas: Para pelaku menggunakan kartu "sportivitas" untuk menekan korban. "Namanya juga main, jangan baper," atau "Harus sportif dong," menjadi senjata ampuh untuk membungkam penolakan korban di tengah dominasi kelompok laki-laki tersebut.
Korban yang merasa terpojok sempat mencoba melawan, namun tekanan psikologis dari sekelompok pelaku membuatnya tidak berdaya untuk keluar dari situasi tersebut saat itu juga.
Respons Tegas Kampus: Satgas PPKS Turun Tangan
Viralnya kasus ini langsung direspons oleh pihak Universitas Sebelas Maret (UNS). Pihak kampus tidak tinggal diam dan menyerahkan kasus ini kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Ketua Satgas PPKS UNS, Ismi Dwi Astuti, mengonfirmasi bahwa laporan resmi telah masuk pada Senin (1/12/2025).
"Kasusnya sudah dilaporkan ke Satgas 1 Desember dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan," ujar Ismi saat dihubungi detikJateng, Rabu (3/12/2025).
Proses Investigasi: Satgas PPKS UNS kini tengah bekerja maraton untuk memanggil dan memintai keterangan semua pihak yang terlibat. Ismi menegaskan prosedur standar operasional (SOP) akan dijalankan dengan ketat sesuai regulasi Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.
Pihak yang diperiksa meliputi:
- Pelapor (yang mungkin bukan korban langsung, bisa jadi saksi atau pendamping).
- Terduga Korban.
- Saksi-saksi yang berada di lokasi.
- Terlapor (Para Pelaku).
Meskipun Ismi enggan membeberkan jumlah pasti mahasiswa yang menjadi terlapor, proses ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan sanksi tegas bagi pelaku jika terbukti bersalah.
Analisis: Bahaya Normalisasi Pelecehan dalam Pergaulan
Kasus di UNS ini membuka mata kita tentang bahaya budaya pemerkosaan (rape culture) yang ternormalisasi dalam bentuk candaan atau permainan di tongkrongan.
1. Consent is King: Dalam interaksi apapun, termasuk permainan, konsensual (persetujuan) adalah harga mati. Ketika seseorang berkata "Tidak" atau menunjukkan gestur menolak, permainan harus berhenti. Memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual dengan dalih "hukuman permainan" adalah bentuk kekerasan seksual, bukan sportivitas.
2. Relasi Kuasa: Situasi di mana sekelompok laki-laki menekan seorang atau sedikit perempuan dalam ruang tertutup (kos) menciptakan ketimpangan relasi kuasa. Korban sulit melawan karena takut, terintimidasi, atau khawatir dikucilkan.
3. Red Flag Pergaulan: Bagi mahasiswa, kenali tanda-tanda toxic circle. Jika teman-temanmu mulai menjadikan hal-hal berbau seksual sebagai bahan candaan paksa atau meremehkan penolakanmu dengan kata "baper", itu adalah red flag besar. Segera tinggalkan lingkungan tersebut.
Pesan untuk Korban dan Saksi
Jika kamu atau temanmu mengalami hal serupa, ingatlah bahwa itu bukan salahmu. Jangan takut untuk melapor.
- Simpan Bukti: Jika ada chat atau rekaman, simpan sebagai barang bukti.
- Cari Bantuan: Hubungi Satgas PPKS di kampusmu, layanan konseling, atau lembaga bantuan hukum.
- Speak Up: Keberanian korban dan saksi untuk bersuara (seperti akun @kentingansantuy) adalah kunci untuk memutus rantai kekerasan ini.
Masyarakat menanti ketegasan UNS dalam menindak para pelaku. Sanksi akademik berat hingga pemecatan (Drop Out) harus dipertimbangkan jika terbukti terjadi kekerasan seksual, demi menciptakan ruang aman di lingkungan kampus yang bebas dari predator berkedok teman.
Baca juga: Dapat Bocoran dari Dosbing, Kurang-kurangin Pakai Redaksi Kayak Gini di Skripsi
Komentar
0

