Berita

Demo Tolak UU TNI di Malang Ricuh: Gedung DPRD Menyala, Mahasiswa hingga Tim Medis Luka-luka

Muhammad Fatich Nur Fadli 24 Maret 2025 | 14:50:48

Zona Mahasiswa - Aksi unjuk rasa menolak revisi UU TNI di Kota Malang, Jawa Timur, berujung ricuh pada Minggu (23/3). Demonstrasi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi bentrokan setelah massa aksi melempari Gedung DPRD Kota Malang dengan molotov dan petasan. 

Baca juga: DPR Sahkan UU TNI Walaupun Dapat Penolakan dari Masyarakat, Akankah Kita Kembali ke Orde Baru

Aparat kepolisian yang berjaga pun merespons dengan tindakan represif, menyebabkan sejumlah mahasiswa, tim medis, dan jurnalis mengalami luka-luka.

Awal Mula Demonstrasi

Sejak pukul 16.00 WIB, massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, dan elemen masyarakat sipil mulai berkumpul di depan Gedung DPRD Kota Malang. Mereka membawa berbagai poster dan spanduk bertuliskan "Orback!", "No UU TNI", "Orda Paling Baru", dan "Kembalikan Militer ke Barak". Aksi ini merupakan respons atas disahkannya revisi UU TNI oleh DPR meskipun mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat.

Demonstrasi ini juga merupakan bagian dari gelombang protes yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, di mana masyarakat menilai bahwa revisi UU TNI dapat membuka peluang militerisasi dalam pemerintahan sipil dan melemahkan demokrasi.

Situasi Memanas Pasca Buka Puasa

Setelah waktu berbuka puasa sekitar pukul 18.15 WIB, situasi di lokasi aksi mulai memanas. Massa aksi mulai membakar berbagai barang di depan gerbang DPRD, termasuk ban bekas dan seragam tentara sebagai simbol perlawanan. Beberapa orang dari barisan depan aksi juga terdengar meneriakkan yel-yel "Tolak Militerisasi!" dan "Reformasi Dikorupsi!".

Di tengah situasi yang semakin panas, sejumlah demonstran melemparkan petasan dan molotov ke arah Gedung DPRD Kota Malang. Tak lama kemudian, aparat kepolisian yang berjaga mulai merangsek maju dan membubarkan massa secara paksa. Bentrokan pun tak terhindarkan.

Aparat Bertindak Represif, Massa dan Tim Medis Jadi Korban

Menurut laporan dari tim bantuan hukum LBH Pos Malang, aparat kepolisian menggunakan kekuatan berlebihan dalam membubarkan massa aksi. Mereka tidak hanya menangkap demonstran, tetapi juga melakukan pemukulan serta intimidasi terhadap mahasiswa, aktivis, bahkan tim medis dan jurnalis yang sedang meliput aksi.

Wafdul Adif dari LBH Pos Malang menyebutkan bahwa sejumlah peserta aksi mengalami pemukulan dan ancaman kekerasan. Bahkan, tim medis yang bertugas untuk membantu korban luka pun tidak luput dari tindakan represif aparat.

"Sejumlah massa aksi ditangkap, dipukul, dan mendapatkan ancaman. Tim medis, pers, dan pendamping hukum yang bersiaga juga mengalami kekerasan fisik dan verbal," kata Wafdul pada Senin (24/3).

Selain pemukulan, beberapa korban juga melaporkan adanya kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan dari oknum aparat. Identitas enam orang peserta aksi yang ditangkap telah berhasil dikonfirmasi, sementara jumlah korban luka masih dalam proses pendataan.

Perampasan Alat Medis dan Gawai

Tidak hanya kekerasan fisik, aparat juga dilaporkan merampas alat komunikasi serta perlengkapan medis dari massa aksi dan tim medis di lokasi. Hal ini semakin memperburuk situasi karena banyak korban yang kesulitan mendapatkan pertolongan medis segera setelah bentrokan terjadi.

"Sejumlah gawai peserta aksi dan tim medis dirampas, begitu pula dengan alat kelengkapan medis. Ini jelas pelanggaran HAM," tambah Wafdul.

Aksi represif aparat ini menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi mahasiswa dan aktivis hak asasi manusia yang menilai bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.

Reaksi Publik dan Kecaman Terhadap Aparat

Peristiwa ini langsung menyita perhatian publik. Media sosial dipenuhi dengan unggahan dan video yang memperlihatkan tindakan represif aparat terhadap demonstran. Banyak netizen mengecam tindakan kepolisian yang dinilai berlebihan dan tidak menghormati hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Ketua Aliansi Masyarakat Sipil Malang, Dewi Kartika, menegaskan bahwa tindakan kekerasan terhadap demonstran merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak bisa ditoleransi.

"Kami mendesak Kapolri dan pemerintah pusat untuk segera mengusut tindakan represif aparat di Malang. Tidak ada tempat bagi militerisme dalam negara demokrasi," ujarnya.

Sementara itu, sejumlah organisasi mahasiswa seperti BEM Malang Raya dan Forum Mahasiswa Peduli Demokrasi mengancam akan menggelar aksi lanjutan jika kasus kekerasan terhadap massa aksi tidak segera ditindaklanjuti.

Tanggapan Kepolisian

Kapolres Malang, Kombes Pol Dwi Hartanto, dalam konferensi persnya membantah bahwa aparat telah bertindak represif terhadap demonstran. Ia menyebut bahwa tindakan yang diambil oleh kepolisian merupakan upaya untuk mengendalikan situasi yang telah berubah menjadi anarkis.

"Kami hanya bertindak sesuai prosedur untuk menjaga ketertiban. Jika ada anggota yang terbukti melakukan pelanggaran, tentu akan kami tindaklanjuti," ujarnya.

Namun, pernyataan ini tidak cukup untuk meredakan amarah publik, terutama setelah bukti video dan foto-foto bentrokan menyebar luas di internet.

Demo Tolak UU TNI di Malang Ricuh: Gedung DPRD Menyala, Mahasiswa hingga Tim Medis Luka-luka

Aksi penolakan UU TNI di Malang yang berujung ricuh ini menjadi refleksi dari semakin menyempitnya ruang demokrasi di Indonesia. Tindakan represif terhadap demonstran, tim medis, dan jurnalis menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat masih menghadapi tantangan besar.

Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia masih jauh dari kata selesai. Dengan semakin banyaknya gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil yang bersuara, harapan untuk perubahan tetap ada.

Namun, pertanyaannya kini: apakah pemerintah akan mendengarkan suara rakyat, atau justru semakin memperkuat militerisme di ranah sipil? Jawabannya akan sangat menentukan arah demokrasi di Indonesia ke depan.

Baca juga: Beda Nasib Bu Novi Vokalis Sukatani dengan Bu Salsa yang Viral karena Video Syur, Bukti Standar Ganda Dunia Pendidikan?

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150