
Zona Mahasiswa - Dunia kepolisian Indonesia kembali diguncang dengan kasus yang mencoreng institusi. Seorang pejabat tinggi kepolisian, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman, yang menjabat sebagai Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), terseret dalam dugaan kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kasus ini tidak hanya mengejutkan masyarakat tetapi juga memunculkan keprihatinan mendalam terkait moralitas aparat penegak hukum.
Awal Terbongkarnya Kasus
Kasus ini pertama kali terungkap setelah otoritas Australia menemukan video asusila yang melibatkan seorang anak kecil di sebuah situs dewasa. Setelah ditelusuri lebih lanjut, lokasi kejadian ternyata berada di Kota Kupang, NTT. Hal ini kemudian dilaporkan ke pihak berwenang di Indonesia dan langsung ditindaklanjuti oleh Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri.
Informasi tersebut kemudian direspons dengan serius oleh kepolisian Indonesia. Melalui investigasi mendalam, terungkap bahwa video tersebut diduga direkam langsung oleh AKBP Fajar di sebuah hotel. Kasus ini semakin menarik perhatian setelah berbagai bukti kuat ditemukan dalam penyelidikan.
Peran Seorang Perantara dalam Kasus Ini
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT, ditemukan bahwa ada seorang perempuan berinisial F yang berperan sebagai perantara. Ia diduga membawa seorang anak perempuan berusia 6 tahun kepada AKBP Fajar di sebuah hotel di Kupang.
Setelah pertemuan tersebut, F menerima imbalan sebesar Rp3 juta. Sementara itu, korban hanya diajak makan dan bermain oleh F sebelum akhirnya menjadi korban dalam kasus ini. Kejadian ini semakin menguatkan dugaan bahwa aksi ini telah direncanakan sebelumnya dan bukan sekadar tindakan spontan.
Penyebaran Video yang Mengguncang
Yang membuat kasus ini semakin mencengangkan adalah fakta bahwa AKBP Fajar diduga tidak hanya melakukan tindakan asusila, tetapi juga merekamnya. Video tersebut kemudian didistribusikan ke sebuah situs dewasa yang berbasis di Australia.
Tindakan ini langsung mendapat perhatian dari otoritas Australia yang kemudian melakukan investigasi terhadap video tersebut. Setelah menelusuri jejak digitalnya, ditemukan bahwa lokasi kejadian berada di Indonesia, tepatnya di Kota Kupang, NTT.
Dari sinilah kasus ini akhirnya terungkap dan langsung menarik perhatian publik, terutama setelah Polri mulai melakukan penyelidikan intensif terhadap AKBP Fajar.
Langkah Tegas Kepolisian Indonesia
Setelah laporan dari Australia diterima, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri segera bergerak. AKBP Fajar akhirnya ditangkap pada 20 Februari 2025. Ia juga langsung dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada.
Saat ini, AKBP Fajar tengah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani secara transparan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Selain itu, Ditreskrimum Polda NTT juga telah memeriksa sembilan saksi dalam kasus ini. Para saksi tersebut termasuk perempuan berinisial F, staf hotel tempat kejadian berlangsung, dan beberapa pihak lain yang dianggap mengetahui insiden ini.
Tanggapan Publik dan Lembaga Perlindungan Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bicara
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengaku sangat terkejut dengan kasus ini. Ia menekankan bahwa seorang pejabat kepolisian seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan justru menjadi pelaku kejahatan.
KPAI meminta Polri agar menangani kasus ini dengan serius dan tidak hanya menjerat pelaku dengan pasal terkait kejahatan seksual, tetapi juga mempertimbangkan unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hal ini karena ada indikasi bahwa korban dibawa oleh pihak ketiga dengan imbalan uang, yang bisa masuk dalam kategori perdagangan manusia.
Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) NTT
PKTA NTT juga turut bersuara terkait kasus ini. Mereka menuntut agar Polri melakukan penyelidikan secara transparan dan memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku. Selain itu, mereka mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen dan pembinaan anggota kepolisian untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan.
Aspek Hukum dalam Kasus Ini
Jika terbukti bersalah, AKBP Fajar dapat dijerat dengan berbagai pasal yang berkaitan dengan kejahatan seksual terhadap anak, termasuk Undang-Undang Perlindungan Anak. Hukuman maksimal yang bisa dikenakan terhadapnya adalah 20 tahun penjara atau bahkan hukuman seumur hidup.
Selain aspek pidana, AKBP Fajar juga menghadapi konsekuensi dari sisi kode etik kepolisian. Sebagai seorang perwira tinggi, ia seharusnya menjadi contoh yang baik bagi bawahannya dan masyarakat. Pelanggaran ini bisa berujung pada pemecatan tidak hormat dari institusi kepolisian.
Dampak Kasus terhadap Institusi Kepolisian
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi kepolisian di Indonesia. Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum bisa semakin merosot jika kasus seperti ini tidak ditangani dengan tegas dan transparan.
Oleh karena itu, Polri dituntut untuk tidak hanya menindak tegas pelaku, tetapi juga melakukan reformasi dalam sistem pembinaan dan pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Bikin Malu Instansi! Kapolres Ngada Mengaku Cabuli Anak di Bawah Umur dan Jual Videonya ke Situs Porno Australia, Begini Kronologinya...
Kasus yang melibatkan AKBP Fajar Widyadharma Lukman bukan hanya kasus kriminal biasa, tetapi juga mencerminkan perlunya reformasi di tubuh kepolisian. Masyarakat berharap proses hukum dapat berjalan secara transparan dan memberikan keadilan bagi korban.
Selain itu, kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan anak harus menjadi prioritas utama. Pemerintah, kepolisian, dan lembaga terkait harus bekerja sama untuk memastikan tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual di masa mendatang.
Baca juga: Ngeri! Metro TV Terang-terangan Bahas Liga Korupsi di Indonesia, Netizen: Ini yang Ditunggu-tunggu
Komentar
0