
Zona Mahasiswa - Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh aksi keji oknum guru yang seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing. Dalam dua kasus terpisah yang baru-baru ini terungkap, aparat kepolisian berhasil menangkap dua oknum pengajar atas dugaan pelecehan seksual terhadap anak didiknya. Satu kasus terjadi di Tangerang Selatan, melibatkan seorang guru yang melecehkan siswi disabilitas, sementara kasus lain di Jakarta Selatan melibatkan guru mengaji yang mencabuli 10 murid perempuannya.
Kasus di Tangerang Selatan: Siswi Disabilitas Jadi Korban Guru Agama Kristen
Kepolisian Resor (Polres) Tangerang Selatan (Tangsel), Polda Metro Jaya, telah menangkap dan menetapkan seorang oknum guru berinisial FR (51) sebagai tersangka. Ia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang siswi disabilitas. Penetapan tersangka ini, menurut Kapolres Tangsel, AKBP Victor Daniel Henry Inkiriwang, dilakukan setelah proses penyelidikan dan penyidikan yang menemukan dua alat bukti yang cukup.
"Sudah kami tetapkan jadi tersangka, yang memang dari hasil penyelidikan sudah memenuhi unsur dua alat bukti hukum," ujar Victor di Tangerang pada Rabu, 2 Juli 2025.
Kronologi Kejadian: Insiden pelecehan ini terjadi di dalam lingkungan sekolah, saat pelaku sedang mengajar pelajaran agama Kristen di kelas korban. Korban, yang berinisial HP, adalah seorang siswi disabilitas yang memerlukan perlindungan ekstra.
Victor menjelaskan bahwa ketika HP sedang mengerjakan tugas, pelaku FR sengaja memanggilnya untuk mendekat. HP yang polos kemudian menghampiri tempat duduk pelaku. Di momen inilah, FR diduga melancarkan aksinya. "Saat itu juga pelaku melakukan kekerasan seksual kepada korban. Korban mencoba untuk melawan, tapi pelaku mendorongnya hingga tak berdaya," terang Victor.
Tidak berhenti di situ, pelaku juga menggunakan intimidasi untuk membungkam korban. FR mengancam HP agar tidak melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya. "Pelaku mengatakan, 'Kamu jangan bilang mama kamu ya' dan korban pun hanya diam," kata Victor, menggambarkan betapa trauma dan takutnya korban hingga tidak mampu melawan intimidasi.
Jeratan Hukum: Akibat perbuatannya yang keji, FR dijerat dengan pasal berlapis yang menunjukkan keseriusan kejahatan ini:
- Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
- Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Kombinasi pasal-pasal ini memberikan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun. Hukuman berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan menunjukkan komitmen negara dalam melindungi anak-anak, terutama mereka yang rentan seperti penyandang disabilitas, dari kekerasan seksual.
Kasus di Jakarta Selatan: Guru Mengaji Cabuli 10 Murid Perempuan
Tak berselang lama, kasus serupa juga terungkap di Jakarta Selatan, kali ini melibatkan seorang guru mengaji. Polres Metro Jakarta Selatan mengungkapkan bahwa seorang oknum guru mengaji berinisial AF (54) telah ditangkap atas dugaan pencabulan terhadap 10 santrinya yang masih di bawah umur.
Profil Korban dan Modus Operandi: Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Selatan AKP Citra Ayu menjelaskan bahwa semua korban sejauh ini adalah perempuan, berusia antara 9 hingga 12 tahun. "Untuk semua korban sejauh ini perempuan," kata Ayu kepada wartawan di Jakarta pada Senin.
Modus yang digunakan guru mengaji AF dalam melancarkan aksinya sangat licik dan memanfaatkan kepercayaan murid serta orang tua. Kepolisian mengungkap bahwa AF menggunakan dalih mengajar hadas untuk melakukan pencabulan. Dalih ini jelas merupakan penyalahgunaan wewenang dan kepercayaan yang sangat keji, mencoreng nama baik pendidikan agama dan menciderai kepercayaan masyarakat.
Penanganan Korban dan Proses Hukum: Kepolisian menangkap oknum guru mengaji ini pada Sabtu, 28 Juni 2025. Sejak kasus ini terungkap, para korban telah menjalani visum untuk mengumpulkan bukti fisik, meskipun AKP Citra Ayu mengakui bahwa bekas kekerasan fisik mungkin tidak selalu terlihat. "Karena kan memang tidak ada bekas langsung, tapi memang bekasnya itu adalah di kondisi mental dan psikologis anak-anak tersebut," sambungnya, menyoroti dampak trauma psikologis yang mendalam pada korban.
Untuk membantu pemulihan para korban, pendampingan psikologis intensif juga telah diberikan. Saat ini, jumlah korban tercatat 10 orang, namun pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan adanya korban lain. Penelusuran lebih lanjut terus dilakukan untuk memastikan tidak ada korban lain yang luput dari pendataan dan penanganan.
Alarm Merah bagi Lingkungan Pendidikan
Kedua kasus ini, baik yang terjadi di Tangerang Selatan maupun Jakarta Selatan, adalah alarm merah bagi seluruh elemen masyarakat, khususnya institusi pendidikan dan orang tua. Mereka menunjukkan bahwa predator seksual dapat bersembunyi di balik profesi yang mulia seperti guru atau pengajar agama, memanfaatkan kepercayaan dan posisi otoritas mereka untuk melancarkan kejahatan.
Baca juga: Bejat! Ayah Cabuli Anak Kandungnya 10 Tahun, Ancam Bunuh Cucunya Sendiri
Komentar
0