
Zona Mahasiswa - Betapa biadabnya perbuatan seorang ayah di Malinau yang tega mencabuli anak kandungnya sendiri selama sepuluh tahun, bahkan mengancam akan membunuh cucunya jika permintaannya tak dituruti. Kisah pilu ini terungkap setelah sang korban, yang telah menderita bertahun-tahun, akhirnya memberanikan diri melapor ke pihak berwajib.
Baca juga: Polisi Gerebek Pesta Gay di Puncak Bogor Berkedok Family Gathering, 75 Orang Diamankan
Terungkapnya Kekejaman Sang Ayah di Malinau
Kepolisian Resor (Polres) Malinau berhasil mengamankan pria berinisial TI (46), yang kini menjadi tersangka atas tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak kandungnya sendiri. Perbuatan keji ini semakin memilukan karena dilengkapi dengan ancaman pembunuhan terhadap cucunya.
Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Malinau, AKP Alamsyah Nugraha, S.T.K., S.I.K., M.H., didampingi oleh Kasat Reskrim AKP Reginald Yuniawan Sujono, S.Tr.K., S.I.K., M.H., dalam konferensi pers pada Rabu, 25 Juni 2025, menjelaskan detail kasus yang mengguncang ini.
"Kasus ini akhirnya terungkap setelah korban, yang selama bertahun-tahun mengalami trauma, berani melapor ke pihak kepolisian. Pelaku telah kami amankan dan saat ini tengah menjalani proses hukum. Kami juga memberikan pendampingan psikologis kepada korban," tegas AKP Alamsyah.
Modus Operandi Keji dan Ancaman Pembunuhan
Korban telah menjadi sasaran kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri sejak usia 16 tahun, tepatnya sejak tahun 2015. Artinya, penderitaan ini telah berlangsung selama satu dekade, sebuah kurun waktu yang sangat panjang bagi seorang anak untuk menanggung beban traumatis sendirian.
Kekejaman pelaku tidak berhenti di situ. TI, sang ayah bejat, kerap menggunakan ancaman pembunuhan untuk menekan korban agar menuruti keinginannya yang biadab. Puncak dari ketakutan korban terjadi ketika pelaku mengancam akan membunuh cucunya sendiri dengan sebilah parang jika keinginannya tidak dipenuhi. Ancaman terhadap cucu ini menjadi titik balik yang mendorong korban untuk akhirnya memberanikan diri melaporkan kejahatan yang selama ini tersembunyi.
Jeratan Hukum dan Sanksi Berat Menanti Pelaku
Atas perbuatan kejinya, TI dijerat dengan dua pasal berlapis yang menegaskan keseriusan tindak pidana yang dilakukan:
- Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 (Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Pasal ini mengatur tentang kekerasan terhadap anak.
- Pasal 6 huruf b Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pasal ini secara spesifik mengatur tentang tindakan kekerasan seksual, termasuk penyalahgunaan relasi kuasa atau kondisi rentan korban.
Kombinasi kedua pasal ini membawa ancaman hukuman yang berat bagi pelaku, yaitu penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun. Hukuman ini mencerminkan komitmen negara dalam melindungi anak-anak dari predator dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual, terlebih jika dilakukan oleh orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung.
Trauma Mendalam dan Pentingnya Pendampingan Psikologis
Kasus ini tidak hanya mengejutkan masyarakat Malinau, tetapi juga menjadi pengingat keras akan pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan seksual, apalagi yang dilakukan oleh anggota keluarga inti dan berlangsung bertahun-tahun, akan mengalami trauma psikologis yang sangat mendalam.
AKP Alamsyah Nugraha menekankan bahwa pihak kepolisian tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada pemulihan korban. "Kami juga memberikan pendampingan psikologis kepada korban," ujarnya. Pendampingan ini krusial untuk membantu korban memulihkan diri dari luka batin, membangun kembali kepercayaan, dan memulai hidup baru yang bebas dari bayang-bayang kekerasan.
Imbauan Polisi: Jangan Takut Melapor!
Kasus ini sekali lagi menunjukkan betapa rentannya anak-anak terhadap kekerasan, bahkan dari orang yang seharusnya paling mereka percaya. Kekuatan ancaman dan relasi kuasa seringkali membuat korban takut untuk bersuara.
Oleh karena itu, Wakapolres Malinau mengimbau masyarakat agar tidak takut melapor apabila menjadi korban atau mengetahui adanya tindak kekerasan seksual. "Kami siap memberikan perlindungan dan menindak secara hukum para pelaku. Jangan takut untuk bersuara, karena kejahatan seperti ini harus dihentikan," tutup AKP Alamsyah.
Imbauan ini sangat penting untuk mendorong lebih banyak korban yang mungkin masih diam untuk berani melapor, serta membangun kesadaran kolektif di masyarakat tentang pentingnya peran serta dalam memerangi kejahatan semacam ini. Setiap laporan adalah langkah awal menuju keadilan dan pemutusan mata rantai kekerasan.
Komentar
0