Zona Mahasiswa - Dunia pendidikan di Makassar, Sulawesi Selatan, kembali menjadi sorotan. Dalam satu bulan terakhir, dua skandal besar melibatkan dosen dari dua kampus ternama. Kasus pertama adalah dugaan pelecehan seksual oleh seorang dosen Universitas Hasanuddin (Unhas), sementara kasus kedua menyangkut peredaran uang palsu yang melibatkan dosen dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Baca juga: DPR Soroti Penanganan Kasus Anak Bos Toko Roti: Apa Viral Dulu Baru Cepet Penanganannya?
Kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat, terutama mahasiswa. Bagaimana dua pelaku yang seharusnya menjadi contoh dan panutan justru terjerat tindakan tercela yang merusak citra institusi pendidikan?
Skandal Pertama: Dugaan Pelecehan Seksual di Universitas Hasanuddin
Kronologi Kasus
Kasus pelecehan seksual ini menyeret nama Firman Saleh (FS), seorang dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin. Berdasarkan laporan yang diterima pihak universitas, FS diduga melakukan pelecehan terhadap beberapa mahasiswi yang menjadi bimbingannya.
Bunga (nama samaran), mahasiswi FIB Unhas angkatan 2021, menjadi korban perilaku pelecehan seksual FS.
Dilansir dari Tribun-Timur.com, Bunga bercerita tentang trauma mendalam yang dirasakannya pasca kejadian tersebut.
Bermula pada 25 September lalu, Bunga menemui FS untuk melakukan bimbingan mengenai rencana penelitian skripsinya.
Bunga diminta untuk bertemu dengan FS di ruang kerjanya di Dekanat FIB Unhas.
"Selama ini saya bimbingan layaknya dosen dan mahasiswa, tapi pas hari itu (setelah bimbingan) saya minta pulang, tapi ditahan," jelas Bunga kepada Tribun-Timur.com beberapa waktu lalu.
Saat itu, waktu perkuliahan sudah usai, sehingga Bunga meminta izin pulang setelah bimbingan hingga larut sore.
Bunga memaksa untuk pulang, namun dosen tersebut memaksa agar Bunga tak meninggalkan ruangan."Jam 4 sore mulai bimbingan. Terus karena kurasa sudah sore, saya mau pulang," jelas Bunga.
"Awalnya dia pegang tanganku, tapi saya memberontak terus. Dia memaksa peluk, tapi saya memberontak terus," katanya.
Aksi bejat FS disebutnya terus memaksa Bunga berbuat tak senonoh di ruang kerjanya. Bunga bercerita dirinya dipojokkan dengan perlakuan bejat FS yang terus memaksanya berbuat tak senonoh.
"Pokoknya saya berteriak minta pulang terus," katanya.
Akhirnya, Bunga dilepaskan, namun kejadian tersebut membekas di benaknya. Trauma mendalam dirasakan Bunga pasca tragedi sore itu. Sekitar dua bulan, Bunga menenangkan diri dan merasa trauma kembali menjalani kehidupan kampusnya.
Laporan kejadian tersebut dilayangkan Bunga ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas. Namun, Bunga kecewa dengan penanganan kasus kekerasan seksual ini.
"Pemanggilan kedua ku di Satgas saya disudutkan, bahkan ada dosen yang bilang halusinasi," katanya.
Bunga mengaku kasusnya kini sudah ditangani Satgas PPKS Unhas dengan tiga kali pemanggilan.
"Pas Satgas dapat CCTV di FIB di pemanggilan ketiga, saya ceritakan semua kronologi. Prof. Farida bilang semua yang saya ungkapkan dari pemanggilan pertama sampai ketiga sesuai CCTV," katanya.
Sementara itu, FS disebutnya justru memberikan keterangan berbeda dengan fakta yang terjadi. Informasi dihimpun, FS sudah mendapat sanksi.
"Sudah selesai itu. Di skorsing (FS) dua semester ditambah semester ini," singkat Dekan FIB Unhas, Prof Akin Duli, kepada Tribun-Timur.com.
Namun, Bunga mengaku heran dengan sanksi yang disebutnya begitu ringan.
"Saya heran hanya sekedar SK saja sanksinya? Pertanyaan besarku, apa hanya ini sanksinya? Terus saya gimana? Trauma ku masih membesar," kata Bunga.
Bunga tak ingin ada lagi korban tindakan pelecehan seksual selanjutnya. Bunga menyayangkan sanksi yang diberikan, yang menurutnya begitu ringan.
Modus pelecehan ini beragam, mulai dari komentar tidak pantas hingga tindakan fisik yang melanggar batas. Beberapa korban akhirnya memberanikan diri untuk melapor setelah merasa tidak tahan dengan perlakuan FS.
Respon Kampus
Setelah laporan masuk, pihak Universitas Hasanuddin langsung membentuk tim investigasi untuk menyelidiki dugaan tersebut. Rektor Unhas menyatakan komitmennya untuk memberikan perlindungan kepada korban sekaligus menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku jika terbukti bersalah.
“Unhas tidak akan mentolerir tindakan pelecehan dalam bentuk apa pun. Kami akan memastikan kasus ini ditangani dengan transparan,” ujar pihak universitas dalam konferensi pers.
Dukungan untuk Korban
Kasus ini mendapat perhatian besar dari organisasi mahasiswa dan komunitas perempuan di Makassar. Mereka memberikan dukungan moral kepada para korban sekaligus menuntut keadilan.
Salah satu mahasiswi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti-Kekerasan Seksual mengungkapkan, “Kami berharap pihak kampus tidak hanya fokus pada hukuman pelaku, tetapi juga memperbaiki sistem agar kejadian serupa tidak terulang lagi.”
Skandal Kedua: Peredaran Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar
Dosen Jadi Otak Utama
Kasus kedua tidak kalah mengejutkan. Andi Ibrahim, seorang dosen di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, terungkap sebagai otak di balik peredaran uang palsu. Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Andi Ibrahim bersama beberapa rekannya mencetak dan mengedarkan uang palsu di Makassar dan sekitarnya.
Di sisi lain, dunia akademik di UIN Alauddin Makassar juga diguncang penangkapan Andi Ibrahim, dosen Fakultas Adab dan Humaniora terlibat dalam jaringan pencetakan uang palsu.
Polres Gowa mengungkapkan Andi Ibrahim diduga otak di balik peredaran uang palsu senilai Rp2 miliar yang telah beredar di Gowa, Wajo Sulsel dan Mamuju Sulbar.
Nama Andi Ibrahim hangat diperbincangkan beberapa hari terakhir ini. Andi Ibrahim merupakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Makassar. Polisi menemukan pabrik uang palsu di lantai tiga perpustakaan UIN.
Selain pabrik uang palsu, polisi juga menyita uang palsu di perpustakaan nilainya Rp446.700.000. Uang palsu disita merupakan pecahan Rp100 ribu. Akibat perbuatannya, ia pun dinonaktifkan dari jabatan Kepala Perpustakaan UIN. Hal ini disampaikan Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar, Prof Muhammad Khalifah Mustamin, Selasa (17/12/2024).
Dia mengaku kepala perpustakaan dan ada satu orang staf diduga terlibat.
"Kalau sanksi tegasnya tentu dinonaktifkan sebagai kepala perpustakaan itu pasti," ujarnya.
"Kalau pemecatan ada mekanismenya dan yang memecat bukan kampus," jelasnya
Kendati demikian, dia mengaku masih menunggu rilis resmi dari kepolisian. Pihak kampus juga memastikan akan bersinergi dengan kepolisian untuk menyelesaikan kasus uang palsu ini.
"Kalau kampus kita sudah sepakat bahwa apa yang dilakukan oleh kepolisian misalnya rilis resmi, pasti kita akan bersinergi dengan kepolisian untuk menyelesaikan ini," jelasnya
Dia mengaku mengetahui kasus uang palsu ini setelah viral di sosial media.
"Tapi begitu kalau kita tahu duluan, kita pasti lapor duluan," ucapnya.
Prof Muhammad Khalifah Mustamin tidak mengetahui soal adanya pembakaran barang bukti.
Dia menegaskan jika pihak kampus UINAM akan kooperatif mendukung kinerja polisi agar menuntaskan kasus uang palsu ini tuntas hingga ke akar-akarnya.
"Pasti kita kooperatif mendukung kinerja polisi, memberantas perilaku yang tidak bagus dan merugikan karena bukan hanya warga UIN Alauddin yang rugi tapi semua masyarakat luas yang rugi," ungkapnya.
Diketahui, Andi Ibrahim adalah Kepala UPT Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
Polisi menyebut Andi menggunakan fasilitas di luar kampus untuk memproduksi uang palsu. Ia bahkan mengelabui mahasiswa dan masyarakat sekitar dengan menawarkan uang tersebut sebagai "uang investasi."
Penangkapan oleh Pihak Berwajib
Kasus ini terungkap setelah salah satu korban melapor ke polisi karena curiga dengan kualitas uang yang diberikan Andi Ibrahim. Setelah penyelidikan mendalam, polisi berhasil mengamankan pelaku beserta barang bukti berupa alat cetak uang palsu dan sejumlah uang palsu senilai puluhan juta rupiah.
“Kami telah menangkap pelaku utama dan beberapa kaki tangannya. Proses hukum akan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Kapolrestabes Makassar dalam konferensi pers.
Dua dosen Makassar terlibat skandal sebulan terakhir ini ternyata pernah bertemu dalam satu forum.
Saat itu, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar melakukan benchmarking ke Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas). Kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat Senat FIB Unhas, Selasa (26/12/2024).
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh informasi terkait program studi di FIB Unhas yang telah memperoleh akreditasi unggul, seperti Prodi Sastra Arab, Prodi S2 Linguistik, dan Prodi S3 Linguistik.
Hal ini seiring dengan kebutuhan beberapa program studi di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin yang akan melakukan konversi akreditasi dari model lama ke model baru.
Dalam kegiatan ini, rombongan dari Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin yang dipimpin oleh Dekan (Dr. Hasyim Haddade, S.Ag., M.Ag.) didampingi oleh Wakil Dekan 1 (Dr. Andi Ibrahim, S.Ag., S.S., M.Pd.), Wakil Dekan 2 (Dr. Firdaus, M.Ag.), dan Wakil Dekan 3 (H. Muh. Nur Akbar Rasyid, M.Pd., M.Ed., Ph.D.), serta pimpinan jurusan di fakultas tersebut.
Rombongan disambut opihak FIB Unhas dipimpin oleh Wakil Dekan 1 (Dr. Mardi Adi Armin, M.Hum.) beserta jajaran lainnya. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memperoleh pengalaman dari FIB Unhas terkait pengelolaan penjaminan mutu.
Skandal Dosen Makassar 1 Bulan Terakhir, Terjerat Pelecehan Seksual dan Pencetakan Uang Palsu
Kasus pelecehan seksual dan peredaran uang palsu yang melibatkan dosen di Makassar ini menjadi pengingat penting bahwa dunia pendidikan harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan integritas. Skandal ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi tetapi juga menyisakan trauma bagi korban dan mahasiswa lainnya.
Sebagai generasi muda, mari kita bersama-sama menjaga integritas dan kepercayaan di dunia pendidikan. Jika melihat atau mengalami ketidakadilan, jangan pernah ragu untuk bersuara. Karena perubahan dimulai dari kita, dan keadilan adalah hak semua orang.
Komentar
0