Berita

Potret Pilu Ibu Penolak Pabrik Kelapa Sawit Temui Anaknya dari Balik Jeruji Besi

Muhammad Fatich Nur Fadli 11 September 2024 | 09:39:11

Zona Mahasiswa - Seorang ibu ditahan karena dituding mel4wan polisi saat aksi d3mo tolak pengoperasian pabrik kelapa sawit (PKS) PT Pulo Padang Sawit Permai (PPSP).

Baca juga: Putri Munir Minta Keadilan untuk 20 Tahun Kasus Pembunuhan Abahnya yang Tak Kunjung Usai

Potret ibu itu, Gustina Salim Rambe atau Tina Rambe, tengah menemui anaknya dari balik jeruji besi pun viral di media sosial.

Tina Rambe ditangkap bersama tiga mahasiswa dan dua masyarakat lainnya saat aksi d3mo menolak pengoperasian PKS.

Peristiwa ini berlokasi di Kelurahan Pulopadang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut).

Sembari menahan tangis, ia berusaha tegar dan menghibur buah hatinya itu. 

Tina langsung memeluk anak perempuannya yang datang melepas rindu sekaligus memberikan semangat kepada ibunda. Dengan penuh ketegaran, wanita ini lalu meminta kepada anaknya agar tidak bersedih. 

"Nanti kita pulang nak ya, jalan-jalan, jangan sedih," kata Tina kepada sang buah hati. 

Momen yang berlinang air mata ini seketika mendapatkan sorotan dari khalayak. Bagaimana bisa wanita yang menolak pabrik kelapa sawit menjadi pesakitan karena dugaan melawan petugas kepolisian.

Terkait viralnya video, Kasi Humas Polres Labuhanbatu AKP Syafrudin ketika dikonfirmasi SuaraSumut.id, enggan berkomentar banyak soal penangkapan terhadap Tina.

Dirinya hanya menyampaikan bahwa Polres Labuhan Batu telah melimpahkan kasus ini ke jaksa untuk dipersidangkan.

"(Kasusnya) sudah di persidangan PN Rantauprapat," ujarnya.

Begitu juga soal prapid yang diajukan Tina, Syafrufin juga enggan berkomentar lebih lanjut.

Informasi diperoleh, Tina ditangkap bersama tiga mahasiswa dan dua masyarakat lain saat aksi demo dengan seratusan warga Kelurahan Pulopadang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu pada Senin (20/5/2024) silam.

Kala itu, warga menolak pengoperasian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT PPSP karena lokasinya yang berdekatan dengan pemukiman masyarakat dan sekolah. Hal ini akan mengakibatkan pencemaran lingkungan dan kebisingan akibat suara mesin pabrik.

Polisi turun ke lokasi karena terjadi penghadangan oleh sekelompok masyarakat terhadap truk pengangkut sawit (bahan baku) yang dibawa menuju PKS PT PPSP. Aksi itu dianggap mengganggu fungsi jalan.

Sebelumnya, viral di media sosial video yang menunjukkan aksi warga di Kabupaten Labuhanbatu menggelar aksi mengubur diri.

Aksi tersebut disebut sebagai bentuk penolakan atas beroperasinya PKS di daerah itu.

Dalam keterangan terungkap alasan pemilik nama lengkap Gustina Salim Rambe dipenjara karena vokal menolak adanya pabrik di daerahnya.

Tina Rambe dinilai melawan aparat kepolisian yang sedang mengamankan Pabrik Kelapa Sawit di Pulo Padang, Rantau Prapat, Labuhan Batu.

DPR Dorong Restorative Justice untuk Ibu-ibu yang Ditahan Polisi usai Demo Pabrik Sawit di Labuhan Batu Sumut

Anggota Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh meminta aparat penegak hukum untuk menggunakan pendekatan restorative justice dalam kasus tersebut. Hal itu untuk memberikan keadilan hukum bagi masyarakat. 

"Aparat penegak hukum seharusnya menggunakan pendekatan restorative justice untuk penyelesaian masalah sosial antara masyarakat dengan pihak perusahaan," kata Pangeran kepada wartawan, Selasa (10/9).

Gustina Salim Rambe atau Tina Rambe bersama dua teman aktivisnya ditangkap saat melakukan aksi demo penolakan pengoperasian PKS PT Pulo Padang Sawit Permai (PPSP) pada Senin, 20 Mei 2024.

Penolakan itu terjadi karena pabrik sawit dinilai memberi dampak yang merugikan masyarakat sekitar. Baik dengan suara bising, bau, polusi udara, hingga pencemaran air sumur dan sungai.

Apalagi, lokasi pabrik sawit tepat berada di samping sekolah sehingga menggangg kenyamanan murid dan mengancam keamanan anak-anak. Mengingat banyak truk operasional pabrik yang lalu lalang. Tina dikenal lantang menyuarakan penolakan operasional PKS itu. 

Pangeran mengatakan, seharusnya penegak hukum bijaksana dengan memberikan restorative justice atau keadilan restoratif pada kasus seperti Tina. Karena itu menyangkut kesejahteraan masyarakat. 

“Pendekatan restorative justice kan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan dialog dan mediasi antara korban, pelaku, dan masyarakat,” ucapnya. 

“Kapolri juga sudah pernah berpesan soal hal ini. Agar polisi melakukan pendekatan humanis atau soft approach dan gunakan restorative justice, untuk kasus pidana yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan seperti perselisihan seperti ini,” sambungnya.

Penolakan warga terhadap pengoperasian pabrik sawit di Labuhanbatu sudah berlangsung sejak 2017. Namun baru-baru ini kembali menjadi perhatian masyarakat karena video Tina saat menjadi tahanan viral di media sosial.

Pangeran meminta penegak hukum untuk melakukan dialog antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah untuk menyelesaikan perselisihan secara damai.

Ia menekankan, penyelesaian konflik melalui dialog konstruktif dapat menghindari eskalasi. Sekaligus memastikan bahwa hak-hak masyarakat dilindungi tanpa harus mengandalkan tindakan hukum yang represif.

"Utamakan restorative justice dalam menyelesaikan suatu kasus yang berkenaan dengan masalah sosial masyarakat. Tentu sekali ini sesuai kualifikasi yang sudah diatur dalam Peraturan mengenai RJ. Sehingga masyarakat dapat merasakan keadilan dari aparat penegak hukum, bukan hanya ditangkap dan disel tanpa kata dan penjelasan yang baik," jelas Pangeran.

Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan ini juga menilai, pendekatan restorative justice selain bersifat humanis, dapat pula mengurangi kesan arogansi penegak hukum.

Pangeran menyatakan, kasus perselisihan antara masyarakat dengan perusahaan seringkali terjadi dan seharusnya penegak hukum dapat menjadi mediator.

“Apalagi ini yang disangkakan hanya karena dianggap melawan aparat. Apa pelaku yang hanya beberapa orang ini sampai melakukan tindakan anarkis yang fatal. Mereka hanya menuntut keadilan bagi masyarakat kok,” tegasnya.

Pangeran juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak menahan Tina Rambe dan para warga lainnya. Karena itu dianggap sebagai bentuk kriminalisasi dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Dalam hal ini adalah hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. 

“Aksi demo yang dilakukan itu dilindungi konstitusi kita. Jangan sampai salah kaprah. Penegak hukum harus bisa melihat masalah ini dengan lebih komprehensif, dan beri solusi terbaik. Bukan asal tangkap gitu aja,” pungkas Pangeran.

Potret Pilu Ibu Penolak Pabrik Kelapa Sawit Temui Anaknya dari Balik Jeruji Besi

Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.

Baca juga: Bongkar Kasus Mafia BBM di NTT, Perwira Polisi Malah Dituduh Karaoke di Jam Dinas dan Kena Demosi ke Papua

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150