zonamahasiswa.id - Halo, Sobat Zona. Gimana kabarnya? Semoga baik dan sehat selalu ya. Sans balik lagi ini dengan kisah horor yang bikin semuanya penasaran. Kali ini Sans akan membawa kalian ke Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Perguruan tinggi swasta ini berdiri pada tahun 1964, di bawah tokoh dan pimpinan Muhammadiyah daerah Malang. Kampus ini memiliki berbagai kisah dinamika perkuliahan yang menarik. Tak hanya itu, terselip pula cerita horor yang turut mewarnai UMM. Seperti penampakan menyeramkan yang sering terlihat di sini.
Nah, biar Sobat Zona nggak penasaran dengan penampakan menyeramkan penghuni Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Yuk, Sans bakal mulai ceritanya! Sebelum itu pastikan sudah matikan lampu dan aktifkan mode horornya, supaya lebih seru! Selamat membaca.
Tak biasanya, nuansa hari Selasa sama seperti malam Jumat. Angin berhembus sedikit kencang ditambah suasana yang sepi, rasanya sangat menegangkan.
Pukul 19.00 WIB, Rendi masih berada di gazebo dekat kolam kampus. Ia menunggu sobatnya Tio untuk pulang bersama. Sekilas nggak ada yang aneh di tempat itu, sembari menghisap rokok Rendi memainkan ponselnya.
Saat itu ia asyik bermain Mobile Legends sampai setengah jam lamanya. Rendi juga banyak mengucap kata-kata mutiara saat bermain game itu.
“Waa*uuu jan**k kalah rek!†ucapnya sambil menyesap rokoknya yang sudah tinggal seperempat.
Tiba-tiba, dering telepon mengagetkannya.
Drrt drrt drrt
“Astagfirullah, halo!†ujar Rendi dengan nada tinggi.
“Sek entenono dosen e sek mbulet iki†balas Tio.
“Hmm, aku ndek gazebo cedek kolam†kata Rendi yang segera memutuskan sambungan telepon.
Suasana sepi dan udara yang terasa semakin sejuk membuat Rendi mulai celingukan memperhatikan sekitarnya.
Sesekali ia menoleh ke kanan dan kiri memastikan ada tanda-tanda keberadaan temannya atau tidak. Tapi nihil, Tio sekalipun nggak terlihat sama sekali.
Hawa dingin semakin menusuk tulangnya, sampai-sampai jaket tebal yang ia gunakan nggak mampu mengusir rasa itu.
Akhirnya, Rendi mengambil rokok dan menghisapnya kembali. Suasana kolam yang sepi dan damai membuat siapa saja agak merinding.
Sebab ia pernah mendengar cerita mistis mengenai penghuni kolam itu. Tak mau pikirannya kelayapan kemana-mana, Rendi pun fokus bermain game.
Rasa bosan mulai menghampiri dirinya, setalah setengah jam lamanya Tio nggak muncul sama sekali. Berulang kali Rendi menghela nafas kesal karena temannya itu.
“Janan suwene arek iki, lek ditinggal ngamukan†gumamnya.
Di ujung sana, Rendi bisa melihat pos satpam yang masih nyala lampunya. Sejenak ia berpikir untuk menghampiri satpam itu, ya biar ada teman ngobrol saja.
Tapi niatnya itu kembali ia urungkan, sebab mungkin saja Tio akan muncul menghampirinya. Rendi pun berdiri meregangkan tubuhnya, sembari sesekali celingukan ke sana kemari.
Ia pun berjalan santai menuju arah kolam. Menikmati dinginnya malam yang sudah seperti udara di Kota Batu. Rendi berdiri tepat di dekat kolam, matanya menerawang jauh dan pikirannya pun melayang entah pergi ke mana.
Wuss.. wusss.. wuss..
Bulu kuduK Rendi mulai merinding, merasakan sedikit keganjilan di sekitarnya. Tapi tetap manusia satu ini menghiraukan rasa takutnya. Rendi malah bernyanyi lagu Last Child berjudul Seluruh Nafas Ini.
Di saat ku tertatih
Tanpa kau di sini
Kau tetap ku nanti
Demi keyakinan ini
Dengan suara agak cempreng, ia tetap PD melantunkan setiap lirik lagu tersebut. Sampai di penghujung lagu, samar-samar ia mendengar suara cewek sangat pelan.
Spontan ia langsung menoleh mencari sumber suara, tapi ternyata nggak ada siapa pun di tempat itu. Rendi pikir itu cuma halusinasinya saja dan ia pun kembali tenggelam dalam nyanyiannya.
Deg!
Rendi langsung menoleh melotot mengamati setiap sudut sekitar kolam. Lagi-lagi nggak ada orang sama sekali di sana.
Samar tapi jelas ia mendengar..
Selamat ulang tahun~
“Sopo ae iku sing nyanyi, gak usah medeni uwong!†teriaknya.
Ya meskipun Rendi nggak lihat siapa-siapa, dia teriak aja pada siapa pun itu yang sengaja nyanyi lagu ulang tahun. Memang sehabis ia teriak seperti itu, suara itu pun menghilang dengan sendirinya.
Rendi berjalan kembali menuju gazebo, mengambil rokoknya yang tertinggal. Ia kembali asyik dengan ponselnya, namun kali ini Rendi memilih menonton Youtube.
Suara lembut cewek itu kembali terdengar, kali ini dengan selingan suara tangisan. Nggak kayak tadi, nyanyiannya semakin jelas terdengar.
Selaaamat ulang tahun
Kami ucapkaan
Selamaat
Panjang umur
Nyanyian itu sangat pelan seperti orang yang nggak bertenaga sama sekali. Anehnya, lagu tersebut hanya berhenti di lirik ‘Panjang Umur’ padahal kan masih ada lanjutnya.
Rendi sudah merasa ada yang nggak beres di sekitarnya. Apalagi suara cewek asing yang sangat rapuh bernyanyi lagu ulang tahu disertai dengan tangisan.
Masih positif thinking, ia berpikir kalau itu temannya Tio sedang mengerjainya. Ya mungkin kan bisa saja si Tio mencari suara cewek untuk menakut-nakutinya.
“Sing genah kon, metu o ndang moleh kok!†bentak Rendi yang masih fokus dengan ponselnya.
Nggak ada jawaban, hanya ada suara deruan angin yang semakin malam semakin dingin. Di saat yang sama kembali ia mendengar...
Selaaamat ulang tahun
Kami ucapkaan
Kali ini makin jelas seperti berbisik di telinganya. Lantas Rendi meloncat segera berdiri dari tempat duduknya. Kembali diamatinya tempat sekitar yang masih sepi seperti awal ia ke sini.
“Wah nggak beres iki†gumamnya.
“Mbak sepurane lek nyanyi kono nang dome ae†kata Rendi.
Sama seperti tadi, nggak ada jawaban sama sekali. Walaupun berlagak menantang, Rendi semakin takut berada di tempat itu. Ia kembali menelepon temannya, Tio.
Apesnya, WhatsApp Tio cuma memanggil bukan berdering. Akhirnya jalan satu-satu cuma spam chat Tio, supaya cepat datang menghampirinya.
“Hadooh arek iki nggak ngerti arek wedi ta yokpo†ucapnya dengan kesal.
Rendi mulai tergesa, matanya melirik ke kanan dan kiri. Untuk ketiga kalinya ia mendengar nyanyian lagu ulang tahun dengan nada yang semakin sedih.
Jantungnya berdegup dengan kencang, ia buru-buru mengemasi barangnya yang berserakan di gazebo. Tangannya dengan cepat menyambar setiap barang yang ada di depannya.
Dengan sedikit berlari, ia menoleh keadaan sekitar memastikan keadaan sekali lagi. Sayangnya, ia hanya sendirian di sana.
“Am.. puun mbak ojo ngganggu, aku mek lungguh tok ndek kene†ucapnya dengan suara bergetar hebat.
Tep.. tep.. tep..
Langkah Rendi semakin cepat, ia berlari dengan raut wajah yang sangat kacau karena ketakutan. Rendi segera berlari menuju pos satpam dan sejenak ia melupakan temannya.
Hah.. hah.. hah..
Ia mengatur nafasnya perlahan, sembari melihat keberadaan satpam yang bertugas. Tapi Rendi nggak melihat batang hidungnya si satpam itu.
“Jan**k gak ono uwong i!†umpatnya.
Rendi berjongkok kembali mencoba menghubungi Tio. Kali ini teleponnya tersambung tapi terus saja berdering. Sementara mata Rendi masih menjelajah kembali tempat di sekitarnya.
Sebenarnya ia tadi berlari ke arah parkiran, Rendi punya anggapan siapa tahu ada satpam di sana. Tapi ternyata nihil, ia kembali sendirian.
Kembali ia merasakan dinginnya hawa saat itu, sudah seperti suasana malam Jumat Kliwon yang mencekam. Dengan hati-hati, Rendi kembali menunduk mengecek pesan dari Tio.
“Sek sek mariki mari†tulis Tio.
Rendi menghela nafas dengan kasar. Raut wajahnya mulai khawatir campur aduk nggak tenang dengan apa yang telah didengarnya barusan.
Deg!
Jantung Rendi seakan berhenti saat mendengar suara langkah kaki berat yang menuju ke arahnya.
Tak.. Tak.. Tak..
Semakin dekat suara itu, Rendi berlari menuju parkiran. Tiba-tiba...
“Loh lapo le durung moleh?â€
Sontak Rendi menoleh cepat matanya menuju sumber suara. Ternyata pak satpam yang sedang dicarinya sedang berkeliling di tempat itu.
“Astagfirullah tak kiro mbak iku maneh†ucapnya.
“Mbak sopo le?†tanya satpam itu.
Rendi pun menjelaskan panjang lebar mengenai suara cewek yang baru saja didengarnya di sekitar kolam tadi. Lantas, satpam itu pun mengiyakan cerita horor Rendi.
Kembali menunggu Tio, Rendi pun memilih berada di pos bersama dengan pak satpam itu. Rendi sejenak melupakan kejadian barusan karena satpam itu mengajaknya mengobrol seputar perkuliahan.
Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, namun batang hidung Tio masih nggak terlihat. Sampai-sampai Rendi kembali berpikir untuk segera pulang ke kos saja.
Ia bergegas mengirim pesan singkat pada Tio, jaga-jaga kalau dia mencarinya. Setelah berpamitan dengan pak Satpam, Rendi menuju motornya yang berada di parkiran.
Ceklek
Rendi mengancingkan helmnya, bersiap melaju kencang menuju kosan. Namun tak terduga, ada sebuah motor yang tiba-tiba menyalipnya.
Dilihatnya sekilas wajah yang mengendarai motor itu sangat pucat mirip seperti tembok. Bahkan bibirnya pun nggak ada warna merah sama sekali, benar-benar pucat.
Yah, Rendi pikir mahasiswa yang baru menyalipnya sedang sakit makanya sampai pucat seperti itu. Tapi saat ia memandang area bawah motor mahasiswa itu, deg!
Tatapannya lurus, kosong, dan nggak ada ekspresi sama sekali. Mirip mayat hidup tapi tanpa kaki. Tubuh Rendi bergetar ketakutan dengan apa yang dilihatnya. Ia berdiri dengan tangan bergetar yang masih memegangi helmnya itu.
“Bang*at opo iku mang!†ucapnya dengan panik.
Lagi-lagi ia berlari lagi menuju pos satpam dengan tergesa-gesa.
“Pak pak.. pakk oo onoo iku setan pakâ€
“Huss ngawur ae, ndek ndi maneh sek jam nyamene†jawabnya.
“Iku pak ndek parkiran, sumpah pak setengah badan†ujar Rendi.
Satpam itu sejenak terlihat berpikir dan menyuruh Rendi menenangkan diri sejenak. Rendi mengira bahwa yang bernyanyi di kolam adalah mahasiswa tanpa kaki yang dilihatnya barusan.
Dalam kebisuan tiba-tiba terdengar suara motor.
Bremm breemm bremm..
Mereka berdua saling menatap satu sama lain, menanti suara motor itu berjalan.
“AAAKKKKHHHHHHHH an*ing opo iku!†teriak salah seorang dari mereka yang berlari kencang saat melihat penampakan hantu tanpa kaki itu.
Tepat saat berlari tiba-tiba suara lain muncul.
“Renn Rendi!†kali ini suara pria agak serak.
Rendi pun nggak berani menoleh sama sekali, begitu pula dengan satpam yang terus ngebut lari. Ternyata tak disangka...
Suara pria yang memanggil itu adalah Tio yang tengah mencari Rendi di sekitar kolam dan parkiran. Anehnya, Tio sedikit pun tidak merasakan keanehan atau melihat sosok menyeramkan di sana.
Entah bagaimana jadinya jika Rendi masih berada di kolam menunggu Tio. Sebab, cerita horor kampus itu tentang suara nyanyian ulang tahun baru saja dialami olehnya.
Apalagi ia mengira hantu yang ditemuinya sama, tapi ternyata mahasiswa tanpa kaki bukanlah cewek yang bernyanyi di kolam.
Begitu penampakan menyeramkan yang bertubi-tubi datang menyerang Rendi. Nggak hanya satu, tapi dua hantu sekaligus yang menampakkan diri di depannya.
Sejak saat itu, cerita penampakan hantu mahasiswa tanpa kaki dan nyanyian ulang tahun tersebar luas dari mulut ke mulut di kampus UMM. Bahkan orang awam pun banyak yang mengetahui cerita ini.
Penampakan Makhluk Gaib di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Bagaimana Sobat Zona, pernahkah bernasib melihat penampakan penampakan beruntun seperti Rendi tadi? Yuk sharing sama Sans tentang kisah horor lainnya yang mungkin ada di kampus kalian. Boleh tulis di kolom komentar ya, sampai jumpa.
Baca Juga: Merinding! Kisah Mencekam Lantai 3 Gedung FE Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Komentar
0