zonamahasiswa.id - Kekerasan seksual marak terjadi di perguruan tinggi. Seperti pada beberapa kasus yang pernah terjadi, pelaku bisa berasal dari kalangan mahasiswa, tenaga pendidik, bahkan pemilik jabatan di perguruan tinggi tersebut.
Melihat banyaknya kasus pelecehan seksual tersebut. Nadiem Makarim akhirnya mengeluarkan aturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Peraturan tersebut telah disahkan pada bulan Oktober dan berlaku pada bulan September.
Baca Juga: Viral! Mahasiswa Magang Digaji Rp100 Ribu per Bulan, Resign Didenda Rp500 Ribu
Peraturan Baru Pencegahan Kekerasan Seksual
Pada Selasa (31/08) Menteri Pendidikan, Kebudayaan,Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek), Nadiem Makarim telah menandatangani aturan baru tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Peraturan tersebut dibuat berdasarkan fakta lapangan, di mana banyak korban dan pelaku pelecehan berasal dari perguruan tinggi yang sama.
Aturan ini termuat dalam Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021, yang kemudian berlaku sejak Jumat (03/09). Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek, Nizam membenarkan bahwa aturan tersebut memang sudah ada pada awak media.
"Betul (ada Permendikbud Ristek tentang kekerasan seksual di kampus)," jelas Nizam pada Rabu (27/10).
Dalam peraturan yang telah ada, Nadiem meminta semua perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
"Satuan Tugas adalah bagian dari Perguruan Tinggi yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi," jelas Nadiem.
Nadiem Makarim menjelaskan, bahwa peraturan tersebut telah lama menjadi rencana. Alasannya ialah untuk menindaklanjuti masalah kekerasan seksual di dunia pendidikan Indonesia.
"Tolong ditunggu, akan keluar sebaik mungkin lah, mungkin tidak sempurna tapi sebaik mungkin," terang Nadiem dalam salah satu acara diskusi virtual.
Sanksi Ringan hingga Sanksi Berat
Pada Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 30 tahun 2021 berisi tentang Pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan tersebut juga terdapat sanksi administratif bagi pelaku kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Kewajiban perguruan tinggi dalam pengenaan sanksi administratif tercantum dalam Pasal 10 Permendikbut tersebut. Di mana Pasal 10 menyebutkan bahwa perguruan tinggi wajib melakukan penanganan kekerasan seksual melalui mekanisme pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.
Sementara pada Pasal 14 menjelaskan rincian jenis sanksi administratif bagi para pelaku. Sanksi pertama adalah sanksi administratif ringan. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa bentuk hukuman hanya berupa teguran tertulis. Selain itu juga, ada menulis permohonan tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media masa.
Berikutnya yaitu sanksi administratif sedang. Para pelaku yang menjabat di Perguruan Tinggi tersebut mendapat hukuman pemberhentian sementara dari jabatan. Di mana dalam sanksi tersebut juga menjelaskan bahwa mereka diberhentikan tanpa memperoleh hak jabatan.
Sementara, untuk mahasiswa yang menjadi pelaku juga akan mendapat hukuman. Pada sanksi tersebut mahasiswa akan mendapat pengurangan hak mereka sebagai seorang mahasiswa. Seperti, skors dan pencabutan beasiswa.
Sanksi administratif berat bagi pelaku adalah pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, pemberhentian tetap dari jabatan sebagai pendidik, atau warga kampus.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, bagi pelaku yang telah menyelesaikan sanksi administratif ringan dan sedang wajib melakukan konseling. Dalam pelaksanaannya program konseling akan menunjuk lembaga terkait untuk bekerja sama.
Selain itu, laporan konseling nantinya menjadi dasar bagi pemimpin perguruan tinggi menerbitkan surat bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi.
Baca Juga: Viral! Mahasiswa Telat Kirim Tugas, 100 Ribu pun Melayang
Penerapan Peraturan Sanksi pada Pelaku
Sebelum menerapkan sanksi pada pelaku kasus kekerasan seksual. Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kampus harus memberikan surat rekomendasi terlebih dahulu. Setelah memperoleh surat rekomendasi pemimpin perguruan tinggi dapat menetapkan sanksi pada pelaku.
"Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, dilakukan dalam hal pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual," demikian yang tertulis pada Pasal 13 ayat (1).
Sementara pada Pasal 16 menjelaskan, bahwa pimpinan perguruan tinggi bisa menjatuhkan sanksi lebih berat dari yang direkomendasikan oleh Satgas dengan sejumlah syarat.
Syarat tersebut adalah korban merupakan penyandang disabilitas, melihat dampak yang dialami korban kekerasan seksual. Kemudian bila pelaku merupakan anggota Satuan Tugas, kepala/ketua program studi, atau ketua jurusan juga dapat terkena Pasal 16.
Pelecehan Seksual Marak Terjadi di Perguruan Tinggi, Nadiem Resmi Keluarkan Aturan Pemecatan Bagi Pelaku
Itulah ulasan Mimin tentang aturan baru yang telah dikeluarkan oleh Nadiem Makariem. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mencegah dan menangani kasus pelecehan di perguruan tinggi. Semoga peraturan ini benar-benar terlaksana, ya Sobat Zona.
Semoga ulasan ini bermanfaat untuk Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti informasi seputar perkuliahan dan mahasiswa, serta aktifkan notifikasinya.
Baca Juga: Heboh! Mahasiswa Mogok Kuliah Sampai Dekan Fakultas Dicopot dari Jabatannya
Komentar
0