Zona Misteri

Misteri Tewasnya Johannes Marliem, Saksi Kunci Mega Korupsi Proyek e-KTP

Alif Laili Munazila 22 Mei 2023 | 17:05:27

zonamahasiswa.id - Polemik kasus korupsi electronic KTP atau yang biasa disebut e-KTP di Indonesia ini tak terpecahkan hingga kini. Banyak pihak terlibat di dalam kasus ini, salah satunya adalah Johannes Marliem, saksi kunci kasus e-KTP yang akhirnya 'tewas' secara misterius.

Baca juga: Meikarta, Proyek Kota Masa Depan Yang Kini Jadi Kota Zombie

Johannes Marliem, Saksi Kunci Korupsi e-KTP

Kasus korupsi e-KTP ini sendiri berawal di tahun 2009 dari proyek Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) tentang permasalahan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pemerintah lalu membuat proyek e-KTP ini dan menargetkan proyeknya selesai di tahun 2013.

Nah bagi yang belum tahu, proyek e-KTP ini sendiri adalah sebuah program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.

Tapi di tahun 2011 silam, proyek e-KTP ini mulai bermasalah karena banyak alokasi dana yang tidak jelas larinya ke mana. Akhirnya proyek ini mulai diketahui sebagai proyek korupsi setelah salah satu politisi, M Nazaruddin membocorkan kasus ini ke publik.

Setelahnya, banyak pihak-pihak yang jadi saksi atas kasus mega korupsi ini namun berakhir lenyap, salah satunya seperti Johannes Marliem ini.

Johannes Marliem sendiri dikenal publik secara luas setelah jadi salah satu saksi kunci kasus mega korupsi e-KTP di Indonesia. Marliem diketahui adalah penyedia produk sistem finger print yang digunakan dalam proyek e-KTP tersebut.

Marliem kemudian ikut diselidiki oleh KPK terkait perannya dalam memenangkan kontrak proyek e-KTP di Indonesia. Saat itu ia diketahui berkewarganegaraan Amerika Serikat sejak tahun 2014 karena menikah dengan wanita warga AS.

Salah satu agen FBI Amerika Serikat mengatakan jika Marliem ini berulang kali transfer dana ke para pejabat Indonesia, baik secara langsung atau lewat perantara. Selain itu, Marliem diketahui berkali-kali melakukan transaksi besar seperti membeli jam mewah, mobil dan rumah mewah, sampai menyewa jet pribadi.

FBI sendiri menemukan kalau dana sebesar Rp 175 miliar dari pembayaran proyek e-KTP ini ditransfer ke rekening pribadinya Marliem.

Kemudian di bulan Februari 2017 silam, KPK mendakwa 2 mantan pejabat Kemendagri tentang kasus mega korupsi e-KTP ini. Saat itu, nama Marliem disebut sebagai salah satu orang yang diperkaya oleh terdakwa kasus. Ia juga ditetapkan sebagai pihak pemberi suap kepada 2 terdakwa itu.

Akhirnya setelah perundingan alot selama 18 bulan, Marliem akhirnya mau bertemu dengan para penyidik KPK di Singapura saat itu. Awalnya, Marliem tak mau diajak kerja sama untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan KPK atas kasus e-KTP itu.

Bahkan saat itu, Marliem membawa 3 warga Amerika Serikat yang mengaku sebagai pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Tujuannya untuk menggertak petugas Indonesia agar takut dan tidak meneruskan kasus e-KTP.

Tapi akhirnya, Marliem mau menceritakan pertemuannya dengan Ketua DPR saat itu, Setya Novanto. Ia bahkan membagikan rekaman pembicaraan yang berisi pembahasan mengenai suap proyek e-KTP selama 4 tahun. Besarnya data rahasia yang dipegang Marliem sendiri mencapai 500 giga byte.

Saat itu, anggota FBI mengatakan jika Marliem sudah hampir setuju memberikan kesaksian atas kasus E-KTP itu. Imbalan yang ditawarkan oleh KPK sendiri adalah berupa pembebasan dirinya dari segala macam tuduhan dan dakwaan.

Marliem hampir setuju dengan kesepakatan itu sebagai imbalan atas bukti yang akan diberikan, berupa rekaman dan catatan transfer dana lewat bank.

Tapi ternyata, 24 jam setelah pertemuannya dengan KPK, Marliem tiba-tiba berkata jika dia tidak akan melanjutkan kesepakatannya dengan KPK itu.

Saat ditanyai oleh FBI apa alasan ia mundur, Marliem mengatakan jika dia usai berbicara dengan 'seseorang' yang ada di Indonesia. Seseorang yang misterius hingga kini itu memperingatkannya untuk tidak memberikan informasi apapun ke KPK sebelum dia dapat jaminan keselamatan penuh dari KPK.

Mundurnya Marliem untuk bersaksi ini masih misterius sampai saat ini, dan masih tak diketahui siapa orang yang memperingatkan dia saat itu.

Sebulan kemudian, agen FBI akhirnya menggeledah rumah sewaan Marliem yang berlokasi di West Hollywood. Agen FBI lantas bertemu lagi dengan Marliem dan ia berkata jika ia disuruh seseorang untuk bayar Rp 13,4 miliar ke perusahaan yang kalah tender proyek E-KTP.

Saat ditanya FBI apa alasannya, Marliem hanya berkata kalau itu hal ‘biasa’ di Indonesia. Uang senilai Rp 25,5 miliar yang digunakannya untuk membeli rumah mewah pun juga berasal dari dana proyek e-KTP.

FBI akhirnya menggeledah rumah Marliem dan menemukan senjata ilegal, yang akhirnya Marliem ditahan oleh polisi. Tapi tak lama, Marliem akhirnya bebas dengan uang jaminan. Namun tiba-tiba, FBI kesulitan menghubunginya sehari setelahnya.

Marliem akhirnya menjawab FBI dengan memberikan ancaman bunuh diri dan tuntutan lainnya. Mendengar hal itu, FBI akhirnya mengepung rumah Marliem selama 9 jam lamanya.

Saat itu, istri dan anak Marliem diperbolehkan keluar dari rumah, sedangkan Marliem masih tetap bertahan dikepung FBI dan kepolisian di dalam rumahnya di Amerika Serikat.

Setelah pengepungan selama 9 jam, polisi akhirnya menemukan Marliem tewas akibat tembakan di kepala. Setelah diselidiki, polisi menyimpulkan jika Marliem ini bunuh diri.

Anehnya, beberapa hari sebelum Marliem tewas, ia mengatakan kalau ia khawatir akan keselamatannya di Indonesia. Sedangkan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Indonesia sebenarnya sudah menawari perlindungan, tapi tidak secara resmi.

Mendengar hal itu, Marliem terlihat seperti tidak percaya dengan keselamatannya di tangan pemerintah Indonesia.

Meninggal secara Misterius

Marliem dikabarkan meninggal dunia pada hari Jumat, 11 Agustus 2017 silam di Amerika Serikat dengan keterangan karena bunuh diri. Marliem bukanlah satu-satunya saksi kunci kasus mega korupsi E-KTP Indonesia yang meninggal dunia.

Sebelumnya ada Ignatius dan Mustokoweni yang juga jadi saksi kunci dalam kasus E-KTP ini, namun keduanya juga meninggal dunia. Ignatius sendiri meninggal di rumah sakit karena penyakit jantung pada 1 Desember 2015 silam.

Sedangkan Mustokoweni meninggal dunia di rumah sakit pada 18 Juni 2010 lalu. Baik Ignatius atau pun Mustokoweni sama-sama menerima aliran dana korupsi e-KTP senilai ratusan ribu dollar.

Marliem sendiri jadi saksi kunci kasus mega korupsi e-KTP ini karena ia diduga mengantongi bukti rekaman pembicaraan para perancang proyek e-KTP selama 4 tahun. Marliem percaya jika rekaman itu jadi bukti utama untuk mengungkap kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.

Misteri Tewasnya Johannes Marliem, Saksi Kunci Mega Korupsi Proyek e-KTP

Itulah ulasan mengenai kasus meninggalnya Johannes Marliem, salah satu saksi kunci kasus mega korupsi proyek e-KTP di Indonesia yang mangkrak selama bertahun-tahun dan rugikan negara hingga triliunan.

Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.

Baca juga: Meikarta, Proyek Kota Masa Depan Yang Kini Jadi Kota Zombie

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150