
Zona Mahasiswa - Lingkungan akademik yang seharusnya menjadi tempat aman untuk menuntut ilmu tercoreng oleh dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswa senior dan junior di Universitas Brawijaya (UB). Seorang mahasiswi berinisial DCI (20), asal Pasuruan, melaporkan seniornya, ABN (22) asal Bogor, Jawa Barat, ke Satreskrim Polresta Malang Kota atas dugaan pelecehan seksual. Kasus ini mencuat dengan tuduhan ABN sengaja mencekoki DCI dengan minuman keras hingga lemas tak berdaya, sebelum kemudian melancarkan aksinya.
Peristiwa ini tidak hanya mengejutkan pihak kampus, tetapi juga masyarakat luas, menyoroti kembali isu krusial mengenai keamanan di lingkungan pendidikan tinggi dan pentingnya penegakan hukum terhadap kekerasan seksual. Korban, DCI, mengaku mengalami trauma psikis berat akibat kejadian ini, yang bahkan mengganggu aktivitas perkuliahannya.
Kronologi Dugaan Pelecehan Seksual: Dari Curhat hingga Ancaman Serius
Menurut penuturan DCI, kejadian tragis ini bermula dari pertemuan dirinya dengan ABN. Keduanya diketahui merupakan mahasiswa di fakultas yang sama di Universitas Brawijaya. DCI mengungkapkan bahwa ABN awalnya memberikan minuman keras yang sebelumnya telah mereka beli bersama. Konsumsi minuman tersebut membuat DCI merasakan tubuhnya lemas tak berdaya, sebuah kondisi yang sangat rentan dan membahayakan.
Dalam kondisi DCI yang sudah tidak berdaya itulah, ABN diduga melancarkan aksinya. DCI menuturkan bahwa ABN mulai menggerayangi tubuhnya dan bahkan mencoba melakukan tindakan pelecehan seksual yang lebih jauh. “Posisi saya waktu itu sudah lemas, dan di saat itu juga yang bersangkutan, tubuh saya sudah diraba, dan (terduga) pelaku berusaha untuk menyodorkan alat vitalnya,” ujar DCI, yang dikonfirmasi pada Jumat, 20 Juni 2025.
Meskipun dalam kondisi fisik yang sangat lemah dan tidak berdaya, DCI menunjukkan keberanian luar biasa. Ia berupaya memberikan perlawanan dan menolak aksi bejat seniornya itu. “Tapi saya berusaha melawan, saya bilang ke (terduga) pelaku ‘Jangan Gini’ dan saya meronta agar yang bersangkutan tidak melakukan itu (pelecehan seksual),” katanya. Perlawanan gigih DCI akhirnya membuahkan hasil; ia berhasil melepaskan diri dari jeratan ABN. Namun, meski berhasil menyelamatkan diri dari perbuatan yang lebih parah, DCI mengaku menderita rasa trauma berkepanjangan akibat insiden tersebut.
Dampak Psikologis yang Mendalam pada Korban
Akibat perbuatan ABN, DCI mengalami trauma psikis yang sangat berat. Trauma ini tidak hanya memengaruhi kondisi emosionalnya, tetapi juga secara signifikan mengganggu aktivitas perkuliahannya dan interaksi sosialnya. Rasa takut dan kecemasan kini membayangi DCI, membuatnya merasa tidak nyaman dan takut bertemu orang lain.
“Tentu saya trauma, awal-awal setelah kejadian itu, ketemu teman-teman kuliah masih agak takut gimana, tapi so far agak membaik, meskipun karena ini sudah di ranah hukum, terkadang saya harus mengulang-ulang untuk menceritakan kejadian itu, tapi yang jelas saya ingin keadilan bagi saya,” ungkap DCI dengan nada berharap. Pernyataan ini menunjukkan betapa beratnya beban psikologis yang harus ditanggung korban, bahkan hanya untuk menceritakan kembali peristiwa traumatis tersebut demi kepentingan hukum. Keinginan DCI untuk mendapatkan keadilan menjadi kekuatan pendorong di tengah kondisi sulit yang ia alami.
Reaksi Terduga Pelaku dan Proses Hukum di Kepolisian
Saat dihubungi terpisah melalui aplikasi pesan, terduga pelaku, ABN, mengaku belum mengetahui adanya laporan terhadap dirinya. Responnya terkesan defensif dan penuh tanda tanya. “Saya tidak tahu kalau ada laporan terhadap saya, jadi saya tidak bisa memberikan tanggapan apapun. Emang siapa yang melaporkan saya? Kapan laporannya?” kata ABN. Pernyataan ini menunjukkan kemungkinan ABN mencoba menghindari tanggung jawab atau memang belum menerima pemberitahuan resmi dari pihak kepolisian.
Sementara itu, Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, menyatakan bahwa pihaknya masih perlu mengonfirmasi tindak lanjut dari laporan DCI kepada Satreskrim. Meskipun demikian, Yudi memastikan bahwa setiap laporan atau aduan yang masuk akan diproses sesuai prosedur hukum. “Kami konfirmasi terlebih dahulu dengan Satreskrim, kalau memang laporan atau aduan itu ada pasti ditindaklanjuti oleh kami pihak kepolisian, diselidiki baik terlapor dan pelapor akan dimintai keterangan, supaya jelas peristiwa yang ada terang benderang, tapi kami konfirmasikan dulu,” tutup Yudi, mengindikasikan bahwa proses verifikasi dan penyelidikan akan segera dimulai. Kejelasan dan kecepatan penanganan kasus ini menjadi harapan besar bagi korban dan publik.
Sikap Tegas Pihak Kampus: Sanksi Berat Menanti Jika Terbukti Bersalah
Kasus ini juga menarik perhatian Dekan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB), Mangku Purnomo. Ia menegaskan bahwa pihak kampus tidak akan segan menjatuhkan sanksi tegas jika peserta didiknya terbukti melakukan perbuatan yang menyalahi aturan hukum. Meskipun Dekan Mangku mengaku belum mengetahui detail persoalan tersebut secara langsung saat dikonfirmasi pada Jumat, 20 Juni 2025, ia menyatakan akan segera menindaklanjuti hal itu. “Saya belum dapat kabar. Saya cek dulu,” ujarnya.
Dekan Mangku menekankan bahwa pihak kampus akan berpegang teguh pada aturan yang berlaku dalam menangani kasus pelecehan seksual ini. Sanksi yang diberikan tidak serta merta langsung pada tingkat terberat, melainkan akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang terbukti. “Kita akan ikuti aturan yang berlaku. Tergantung berat atau ringannya,” katanya.
Lebih lanjut, Dekan Mangku menambahkan bahwa jika kasus tersebut masuk ranah pidana, penegakan hukum sepenuhnya akan diserahkan kepada pihak berwajib, mengingat pelaku sudah dewasa dan tunduk pada hukum pidana umum. Namun, dari sisi kampus, sanksi ringan bisa berupa skorsing akademik, sementara sanksi terberat adalah diberhentikan secara tidak hormat atau Drop Out (DO) dari Universitas Brawijaya. “Ringan bisa diskors, berat ya di-DO,” tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan komitmen kampus untuk menjaga nama baik institusi dan melindungi mahasiswanya dari tindakan kejahatan.
Urgensi Perlindungan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus
Kasus dugaan pelecehan seksual di UB ini kembali mengingatkan kita akan urgensi perlindungan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Perguruan tinggi, sebagai institusi pendidikan yang seharusnya menjadi safe space bagi seluruh civitas akademika, ternyata masih menyimpan celah bagi terjadinya tindak kekerasan seksual.
Kasus DCI ini adalah peringatan keras bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Lingkungan kampus tidak boleh lagi menjadi tempat di mana pelecehan seksual dapat terjadi tanpa konsekuensi. Keadilan bagi DCI harus menjadi prioritas utama, dan kasus ini harus menjadi momentum untuk evaluasi menyeluruh serta penguatan sistem perlindungan di seluruh institusi pendidikan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap mahasiswa dapat menimba ilmu dalam suasana yang aman, nyaman, dan bebas dari ancaman kekerasan.
Baca juga: Nggak Punya Otak! Pegawai Minimarket Cabuli Bocah di Tangerang, Iming-iming Top Up Game
Komentar
0