Berita

Nggak Punya Otak! Pegawai Minimarket Cabuli Bocah di Tangerang, Iming-iming Top Up Game

Muhammad Fatich Nur Fadli 17 Juni 2025 | 18:46:46

Zona Mahasiswa - Dunia anak-anak yang seharusnya penuh keceriaan dan rasa aman tercoreng oleh aksi keji seorang pegawai minimarket di Kota Tangerang. Seorang pria berinisial A, berusia 23 tahun, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya setelah ditangkap oleh Polsek Jatiuwung atas dugaan tindak pidana pencabulan terhadap seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun. Ironisnya, perbuatan bejat ini dilakukan di dalam toilet minimarket tempat A bekerja, dengan modus operandi yang licik: mengiming-imingi korban dengan top up game online gratis.

Baca juga: Debat Panas! Beda Pandangan PBNU dan Greenpeace Soal Bahaya Penambangan

Kasus yang menggegerkan warga Kampung Pasir Jaya, Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang ini, terungkap setelah korban memberanikan diri menceritakan pengalaman traumatisnya kepada orang tua. Kapolsek Jatiuwung, Komisaris Rabiin, pada Senin, 16 Juni 2025, secara resmi mengumumkan penangkapan pelaku dan menjelaskan kronologi kejadian yang memilukan ini.

Kronologi Kejadian: Rayuan Top Up dan Perbuatan Keji di Balik Dinding Toilet

Peristiwa nahas ini terjadi pada Minggu, 15 Juni 2025, sekitar pukul 09.00 WIB. Pagi itu, korban, seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun, pergi ke minimarket yang terletak di wilayah Pasir Jaya bersama temannya. Tujuan mereka adalah untuk mengisi ulang atau "top up" saldo game online, sebuah aktivitas yang lazim dan populer di kalangan anak-anak seusianya. Korban berencana untuk melakukan top up senilai Rp 30 ribu.

Namun, niat polos korban untuk menikmati hiburan digital berubah menjadi mimpi buruk saat ia berinteraksi dengan A, si kasir minimarket. Alih-alih langsung melayani permintaan top up Rp 30 ribu, A, dengan liciknya, menawarkan sesuatu yang lebih menggiurkan: top up game online senilai Rp 100 ribu secara cuma-cuma alias gratis. Tentu saja, tawaran ini datang dengan syarat yang tidak senonoh dan tidak terpikirkan oleh benak seorang anak. A meminta korban untuk ikut dengannya ke kamar mandi minimarket.

Bujuk rayu A, yang memanfaatkan kegemaran anak-anak terhadap game online dan tawaran yang sulit ditolak, berhasil memanipulasi korban. Anak berusia 11 tahun itu, yang mungkin tidak mengerti sepenuhnya maksud tersembunyi di balik tawaran tersebut, dan mungkin terbawa polosnya pikiran anak-anak yang hanya ingin bermain game, akhirnya mengikuti kemauan pelaku.

Di dalam kamar mandi minimarket itulah A melakukan perbuatan cabul terhadap korban. Setelah melampiaskan nafsu bejatnya, A menepati janjinya dengan memberikan top up gratis senilai Rp 100 ribu kepada korban. Dengan uang top up yang kini berada di genggamannya, korban kemudian keluar dari minimarket dan melanjutkan bermain game bersama teman-temannya.

Keberanian Korban Membongkar Kebenaran

Meskipun telah mendapatkan top up gratis dan kembali bermain dengan teman-temannya, jiwa korban tidak tenang. Rasa takut dan trauma atas perbuatan yang dilakukan A membayangi pikirannya. Perasaan tidak nyaman, ketakutan, dan mungkin kebingungan atas apa yang baru saja terjadi, terus menghantuinya selama bermain. Beban psikologis ini ternyata terlalu berat untuk ditanggung sendiri oleh seorang anak.

Ketika pulang ke rumah, korban tidak dapat menahan diri lagi. Dengan keberanian yang luar biasa, ia menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya kepada kedua orang tuanya. Pengakuan polos namun mengguncang itu sontak membuat kedua orang tua korban terkejut dan marah besar. Hati mereka hancur mendengar perlakuan keji yang dialami buah hati mereka.

Tanpa membuang waktu, orang tua korban segera mengambil tindakan. Mereka langsung melaporkan insiden pencabulan ini ke Polsek Jatiuwung. Keberanian korban untuk berbicara dan respons cepat dari orang tuanya adalah kunci utama terungkapnya kasus ini dan penangkapan pelaku.

“Lalu korban pulang ke rumah dan menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya. Mendengar peristiwa yang dialami anaknya itu, orang tua korban langsung melapor ke Polsek Jatiuwung,” jelas Komisaris Rabiin, menggambarkan momen krusial yang mengawali proses hukum terhadap pelaku.

Penangkapan Pelaku dan Barang Bukti

Setelah menerima laporan, pihak kepolisian dari Polsek Jatiuwung dengan sigap bergerak. Melalui penyelidikan cepat, polisi berhasil mengidentifikasi dan menangkap A, pelaku pencabulan tersebut. Penangkapan ini menjadi angin segar bagi keluarga korban dan masyarakat yang mendambakan keadilan.

Selain menangkap pelaku, polisi juga berhasil menyita sejumlah barang bukti yang menguatkan dugaan tindak pidana ini. Barang bukti tersebut antara lain adalah pakaian yang dikenakan korban saat kejadian, struk bukti top up game online senilai Rp 100 ribu yang diberikan oleh pelaku sebagai iming-iming, satu botol krim pelicin yang diduga digunakan dalam aksi cabul tersebut, rekaman CCTV minimarket yang bisa menjadi petunjuk penting dalam mengungkap detail kejadian, serta handphone yang digunakan oleh pelaku.

Barang bukti-bukti ini diharapkan dapat memperkuat dakwaan terhadap A di persidangan nanti dan memastikan bahwa ia menerima hukuman yang setimpal atas perbuatan kejinya.

Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku

Kapolsek Jatiuwung Komisaris Rabiin menegaskan bahwa A akan dijerat dengan pasal tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 76E Jo Pasal 82 Undang-Undang RI No.17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Perlindungan Anak, khususnya setelah perubahan kedua pada tahun 2016, diperkuat untuk memberikan perlindungan maksimal bagi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran. Pasal 82 secara spesifik mengatur tentang pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

“Ancaman pidana penjara selama 15 tahun,” kata Rabiin. Ancaman hukuman penjara yang sangat berat ini mencerminkan keseriusan negara dalam melindungi anak-anak dari predator seksual dan memberikan efek jera bagi para pelaku. Diharapkan, hukuman ini akan menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang berani melakukan kejahatan serupa.

Dampak Psikologis pada Korban dan Tanggung Jawab Bersama

Kasus pencabulan anak, seperti yang dialami oleh bocah 11 tahun di Tangerang ini, meninggalkan luka mendalam tidak hanya secara fisik tetapi terutama secara psikologis. Korban kekerasan seksual pada usia dini seringkali menghadapi trauma jangka panjang yang dapat memengaruhi perkembangan emosional, sosial, dan kognitif mereka. Rasa takut, malu, cemas, depresi, hingga kesulitan dalam membentuk hubungan interpersonal yang sehat di masa depan adalah beberapa dampak yang mungkin dialami.

Oleh karena itu, penanganan kasus ini tidak berhenti pada penangkapan dan hukuman bagi pelaku. Korban membutuhkan dukungan psikologis dan pendampingan yang intensif untuk memulihkan diri dari trauma. Peran keluarga, sekolah, dan profesional kesehatan mental sangat krusial dalam proses penyembuhan ini. Pemerintah dan lembaga terkait juga harus memastikan ketersediaan layanan rehabilitasi dan konseling bagi anak-anak korban kekerasan seksual.

Kasus ini juga menjadi pengingat pahit bagi masyarakat, orang tua, dan pengelola fasilitas umum seperti minimarket. Pentingnya pengawasan terhadap anak-anak, edukasi tentang bahaya predator seksual, serta pelatihan bagi staf dan karyawan yang berinteraksi langsung dengan publik, terutama anak-anak, menjadi sangat mendesak.

Pengelola minimarket perlu meningkatkan standar keamanan, termasuk pemasangan CCTV di area yang strategis dan pelatihan bagi karyawan tentang prosedur penanganan anak-anak serta tanda-tanda peringatan perilaku mencurigakan. Masyarakat juga harus lebih peka dan berani melaporkan jika melihat atau mencurigai adanya aktivitas mencurigakan yang melibatkan anak-anak.

Kejadian ini adalah alarm keras bagi semua pihak. Perlindungan anak adalah tanggung jawab kolektif. Kasus A adalah contoh nyata betapa berbahayanya orang-orang dengan niat jahat yang menyalahgunakan kepercayaan dan kerentanan anak-anak. Semoga kasus ini menjadi yang terakhir, dan setiap anak dapat tumbuh besar dalam lingkungan yang aman, jauh dari ancaman predator.

Baca juga: Serendah Itu di Mata Netizen! Sedih Lihat Komen Negatif di Postingan Apresiasi Murid yang Keterima di Minimarket

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150