Berita

Krisis Empati di Tengah Bencana: Ketika Pemimpin Memilih 'Healing' Religi Saat Rakyat Menderita

Muhammad Fatich Nur Fadli 06 Desember 2025 | 17:12:30

Zona MahasiswaSebuah ironi kepemimpinan yang memilukan sedang terjadi di Kabupaten Aceh Selatan. Di saat ribuan warganya sedang berjibaku dengan lumpur, kehilangan harta benda, dan tidur berdesakan di tenda pengungsian akibat banjir bandang dan longsor, pemimpin tertinggi mereka justru memilih meninggalkan daerah.

Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, kini menjadi sorotan nasional dan sasaran kemarahan publik setelah diketahui nekat berangkat ibadah umrah memboyong keluarganya pada 2 Desember 2025. Keberangkatan ini dinilai sangat tidak etis karena dilakukan di tengah status masa tanggap darurat bencana yang melanda 11 kecamatan di wilayahnya.

Kasus ini bukan sekadar masalah administrasi, melainkan cerminan krisis empati dan hilangnya sense of crisis dari seorang pejabat publik. Berikut adalah ulasan mendalam mengenai kronologi, pelanggaran administrasi, hingga sanksi politik keras yang kini harus ditanggung oleh Mirwan MS.

Baca juga: Pejuang Skripsi Wajib Ngerti Hal Ini! Apalagi yang Penelitiannya Kualitatif

Kronologi Ironis: Surat 'Menyerah' vs Tiket Pesawat

Jejak waktu (timeline) kejadian ini menunjukkan kontradiksi yang menyakitkan bagi warga Aceh Selatan.

  1. Bencana Melanda: Sejak akhir November, curah hujan ekstrem memicu banjir dan tanah longsor parah. Ribuan rumah terendam, akses jalan putus, dan warga terisolasi.
  2. Surat Ketidaksanggupan (27 November): Pada tanggal ini, Mirwan MS menerbitkan surat resmi bernomor 360/1315/2025. Isi surat tersebut sangat krusial: ia menyatakan ketidaksanggupan pemerintah daerah dalam penanganan tanggap darurat banjir dan longsor, yang secara implisit meminta bantuan pusat atau provinsi karena kewalahan.
  3. Keberangkatan Umrah (2 Desember): Hanya berselang lima hari setelah menyatakan "angkat tangan" menangani bencana, Mirwan justru terbang ke Tanah Suci bersama keluarga.

Tindakan ini memicu pertanyaan besar: Jika daerah sedang dalam kondisi darurat hingga bupati menyatakan tidak sanggup menanganinya, mengapa sang "panglima bencana" justru meninggalkan posnya?

Pelanggaran Administrasi: Nekat Pergi Meski Dilarang Gubernur

Fakta yang lebih mengejutkan terungkap dari Pemerintah Provinsi Aceh. Ternyata, kepergian Mirwan MS ini bisa dikategorikan sebagai tindakan indisipliner atau pembangkangan terhadap atasan.

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (akrab disapa Mualem), melalui Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, menegaskan bahwa pihaknya telah menolak permohonan izin ke luar negeri yang diajukan Mirwan.

  • Pengajuan Izin: Mirwan mengajukan surat izin pada 24 November 2025.
  • Penolakan Tegas: Gubernur membalas secara tertulis bahwa izin tidak dapat dikabulkan. Alasannya sangat logis dan manusiawi: Aceh Selatan sedang dilanda bencana alam hidrometeorologi parah dan Bupati telah menetapkan status tanggap darurat.

"Gubernur telah menyampaikan balasan tertulis permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan atau ditolak," tegas Muhammad MTA, Jumat (5/12).

Keberangkatan Mirwan yang mengabaikan larangan Gubernur ini menunjukkan arogansi birokrasi di tengah situasi krisis kemanusiaan.

Jeritan Warga vs Pembelaan Pemerintah

Di lapangan, penderitaan warga masih nyata. Nasrol, salah satu warga Aceh Selatan, menuturkan bahwa meskipun air di beberapa titik mulai surut, penderitaan belum berakhir.

"Airnya sudah surut. Tapi pengungsi masih ada, meskipun tidak sebanyak di awal," kata Nasrol.

Bagi para pengungsi di kawasan Trumon dan sekitarnya, kehadiran pemimpin secara fisik sangat dibutuhkan untuk memastikan distribusi logistik, pemulihan infrastruktur, dan memberikan dukungan moral.

Di sisi lain, pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan mencoba melakukan pembelaan. Denny, perwakilan Pemkab, membantah narasi bahwa Bupati meninggalkan rakyat begitu saja.

"Bupati beserta istri sebelum berangkat telah beberapa kali mengunjungi dan menyambangi beberapa lokasi terdampak... bahkan turun langsung dengan mengantarkan logistik," klaim Denny.

Namun, di mata publik dan pengamat kebijakan publik, kunjungan sesaat sebelum pergi tidak menghapus kewajiban seorang pemimpin untuk tetap berada di tempat (standby) selama masa tanggap darurat belum dicabut. Leadership diuji bukan saat meresmikan gedung, tapi saat rakyatnya menderita.

Sanksi Politik: Gerindra Copot Jabatan Ketua DPC

Tindakan blunder Mirwan MS ini tidak hanya menuai kecaman sosial, tetapi juga sanksi politik yang sangat keras. Partai Gerindra, partai tempat Mirwan bernaung, bergerak cepat untuk menyelamatkan citra partai yang pro-rakyat.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Gerindra, Sugiono, menyatakan kekecewaan mendalam atas sikap kepemimpinan Mirwan yang dinilai tidak peka.

"Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan yang bersangkutan. Oleh karena itu, DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan," ujar Sugiono tegas pada Jumat (5/12).

Pencopotan ini adalah sinyal keras bahwa partai politik tidak ingin terseret dalam lumpur ketidakbecusan kadernya dalam memprioritaskan rakyat di tengah bencana. Karier politik Mirwan kini berada di ujung tanduk akibat keputusan impulsifnya untuk pergi umrah di waktu yang salah.

Pelajaran untuk Gen Z dan Calon Pemimpin Masa Depan

Kasus Bupati Aceh Selatan ini memberikan pelajaran mahal tentang etika kepemimpinan (leadership ethics) bagi generasi muda:

  1. Prioritas di Atas Privilese: Menjadi pemimpin berarti siap mengorbankan kepentingan pribadi, bahkan ibadah sunnah (seperti umrah), demi kewajiban wajib (mengurus rakyat yang terancam nyawanya). Dalam kaidah fiqih kepemimpinan, kemaslahatan rakyat adalah prioritas utama.
  2. Sense of Crisis: Pemimpin harus memiliki kepekaan. Pergi berlibur atau beribadah ke luar negeri saat warganya tidur di tenda pengungsian adalah definisi tuli terhadap penderitaan rakyat.
  3. Kepatuhan Hierarki: Dalam tata negara, kepatuhan terhadap atasan (Gubernur) terkait izin perjalanan dinas/luar negeri adalah mutlak, apalagi alasannya berkaitan dengan bencana alam.

Semoga bencana di Aceh Selatan segera teratasi, dan masyarakat mendapatkan pemimpin yang benar-benar hadir, bukan hanya saat kampanye, tapi juga saat air mata rakyat tumpah bersama air bah.

Baca juga: Dapat Bocoran dari Dosbing, Kurang-kurangin Pakai Redaksi Kayak Gini di Skripsi

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150