Berita

Kesulitan Mencoblos, Pemilih Difabel Netra Minta Kedepannya Ada Surat Suara Braile

Muhammad Fatich Nur Fadli 15 Februari 2024 | 14:33:10

zonamahasiswa.id - Pemilu 2024 yang inklusi dan ramah disabilitas, yang menjadi semangat Komisi Pemilihan Umum tahun ini, agaknya menjadi slogan belaka.

Baca juga: Tuai Pro & Kontra, Sutradara Ungkap Alasan Rilis Film "Dirty Vote" di Awal Masa Tenang Pemilu

Dilansir dari Jubi.id, pada hari pemungutan suara di bilik tempat pemungutan suara (TPS), pemilih difabel netra mengaku kesulitan.

Meski sudah bersama pendamping, pemilih difabel netra tidak bisa menelusuri sendiri calon pemimpin dan wakilnya di legislatif, karena tidak tersedia kertas suara braille.

Mereka bergantung pada pengalaman memilih pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Setelah menggunakan hak pilihnya di TPS 039 Polimak 2 Asri, Kelurahan Adipura, Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (14/2/2024), Stefanus Imbiri, yang menjabat sebagai Ketua Penyandang Difabel Netra di Kota Jayapura, mengungkapkan pengalamannya.

Menurut Imbiri, meskipun proses pemungutan suara berjalan lancar, namun ada tantangan terkait kertas suara yang berjumlah lima. Meski begitu, dari pengalamannya, dia mampu mengingat nama-nama orang dan partai politik untuk calon legislatif, yang membantunya dalam melakukan pencoblosan dengan lebih cepat.

Imbiri juga menyampaikan harapannya agar untuk pemilihan berikutnya, kertas suara disediakan dalam bentuk braille agar penyandang difabel netra bisa melakukan pencoblosan dengan lebih mandiri dan lancar.

“Pencoblosan tadi itu semuanya sudah baik cuma kalau untuk kertas suaranya memang ada sedikit menyulitkan karena ada lima. Tapi dari pengalaman saya, saya sudah ingat nama orang, nama partai untuk caleg ya, itu sudah bisa membantu untuk dalam pencoblosan itu bisa cepat. Memang untuk kertas suara kalau boleh untuk pemilihan berikutnya itu harus ada yang berbentuk braille begitu supaya bisa ditelusuri sendiri dan pencoblosan itu bisa berjalan baik,” kata Stefanus Imbiri kepada Jubi.

Stefanus dan tujuh pemilih difabel netra lainnya harus menunggu dalam antrian yang sama dengan pemilih umum lainnya, meskipun mereka telah menerima informasi tentang kursi-kursi prioritas yang disediakan untuk pemilih rentan, termasuk pemilih disabilitas seperti mereka, serta ibu hamil, menyusui, dan lansia, dalam sosialisasi yang diselenggarakan oleh KPU.

Meskipun informasi tersebut telah disampaikan dalam sosialisasi, Stefanus merasa tidak yakin apakah petugas KPPS memahami dan menerapkannya dengan benar atau tidak.

“Dalam sosialisasi sudah disampaikan begitu. Tapi ya tidak tahu juga petugas KPPS ini mengerti itu atau tidak,” kata Stefanus.

Stefanus dan ketujuh difabel netra lainnya tinggal sekitar 500 meter dari tempat pemungutan suara. Mereka tinggal bersama dengan puluhan netra lainnya di bawah naungan Yayasan Humania Papua.

Mereka berjalan bersama dengan pendamping mereka masing-masing, yang kebanyakan adalah anggota keluarga dari para difabel netra tersebut.

Yorse Rumsaro, seorang pendamping difabel netra dan pengelola Yayasan Humania Papua, menyatakan bahwa di tempatnya terdapat total 78 difabel netra yang berasal dari 17 keluarga berbeda.

Yayasan Humania Papua telah berdiri sejak tahun 1996 dan masih beroperasi hingga sekarang.

Kesulitan Mencoblos, Pemilih Difabel Netra Minta Kedepannya Ada Surat Suara Braile

Itulah ulasan mengenai banyak orang dengan disabilitas penglihatan mengalami kesulitan dalam menggunakan hak pilih mereka.

Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.

Baca juga: Nomor HP Bos OJK Diteror Debt Collector karena Dijadikan Kontak Darurat Pinjol

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150