zonamahasiswa.id - Ayah di Bolaang, Mongondow Utara, Sulawesi Utara (Sulut), menangis ketika melihat putrinya menjadi korban kek3ras4n dalam rumah tangga yang dilakukan suaminya.
Baca juga: Begini Beda Sikap Pejabat Indonesia dengan Pejabat Luar Negeri saat Terbelit Kasus
Korban diketahui masih berusia 14 tahun dan sang suami berinisial MHL (19). Peristiwa itu terjadi di rumah mereka Desa Kuala, Kecamatan Bintauna
Pria yang menyaksikan putrinya itu langsung memegang pipi korban lalu mencium keningnya. Tampak pria itu juga mengusap kepala putrinya kemudian kembali mencium korban pada bagian wajahnya.
Fakta-fakta suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara (Sulut).
Kasus KDRT yang diduga dilakukan pria berinisial MHL (19) ini pun menyita perhatian netizen. Pasalnya, korban KDRT tersebut mengalami luka lebam pada bagian wajah hingga bengkak.
Video momen perempuan yang babak belur pun viral di media sosial. Momen haru bertambah ketika seorang pria yang merupakan sang ayah tak kuasa menahan air matanya melihat kondisi sang putri yang tampak sedih.
Fakta Pria KDRT ke Istri di Sulut
1. Pelaku Ditangkap
Dalam perkembangannya, kini pelaku KDRT di Bolaang Mongondow Utara itu, ditangkap setelah dilaporkan pihak keluarga perempuan.
Wakapolres Bolmut, Kompol Syaiful, mengatakan pihaknya langsung mengamankan pelaku setelah menerima laporan.
"Begitu kita terima laporan langsung kita amankan pelaku kurang dari 1 x 24 jam. Anggota ke lokasi itu berjarak 40 kilometer," katanya, Rabu (10/7/2024), dilansir TribunMedan.com.
Menurut Kompol Syaiful, pelaku menganiaya korban menggunakan kaki dan tangan hingga korban mengalami bengkak di bagian pipi.
"Korban mengalami bengkak di bagian pipi dan anggota badan lainnya, dan sudah dilakukan visum,"ujarnya.
2. MHL Ditetapkan sebagai tersangka
Lebih lanjut, Syaiful mengatakan, pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Undang-Undang KDRT.
"Sudah ditetapkan tersangka dan kemarin malam sudah dikeluarkan surat perintah penahanan."
"Tersangka dijerat pasal (terkait) KDRT. Nanti di-juncto-kan dengan pasal penganiayaan," ucap Syaiful.
3. Kronologi Suami KDRT Istrinya
Polisi mengungkap, awal mula suami di Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) tega menganiaya istrinya.
Pelaku disebut emosi karena istrinya hanya diam saat ditanya soal hubungan badan. Kompol Syaiful mengatakan, pelaku awalnya menginterogasi korban di rumahnya, Desa Kuala, Kecamatan Bintauna, Bolmut pada Minggu (7/7/2024).
Saat itu, pelaku curiga korban pernah berhubungan badan sebelum mereka menikah.
"Pelaku memaksa korban (menjawab) jika sebelum menikah dengan pelaku, siapa yang pertama berhubungan badan dengan korban," kata Wakapolres Bolmut, Rabu.
Namun, korban tidak mau menjawab, lantas terjadi cekcok dan KDRT. Selanjutnya, pihak keluarga perempuan melaporkan kejadian itu polisi. Kini, pelaku telah dijadikan tersangka.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Apa yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ?
KDRT atau domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal. Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, misalnya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. Kekerasan ini dapat juga muncul dalam hubungan pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.
Pasal 1 UU PKDRT mendefinisikan KDRT sebagai,... perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Apakah sudah ada peraturan dan kebijakan untuk KDRT?
Sudah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) sejak 16 tahun lalu dan telah diimplementasikan dalam pencegahan dan penanganan perempuan korban kekerasan.
Undang undang ini merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (2)].
Apa saja bentuk-bentuk kekerasan KDRT?
Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (General Recommendation No. 19 (1992) CEDAW Committee) menjelaskan bahwa kekerasan berbasis gender yang dimaksud adalah berbagai bentuk kekerasan baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang terjadi yang berakar pada perbedaan berbasis gender dan jenis kelamin yang sangat kuat di dalam masyarakat.
Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan yang tertuang di UU PKDRT adalah meliputi kekerasan fisik (Pasal 6), kekerasan psikis (Pasal 7), kekerasan seksual (Pasal 8), dan penelantaran rumah tangga (Pasal 9).
Apakah korban KDRT memiliki hak sebagai korban?
Sesuai dengan Pasal 10, UU PKDRT, maka korban KDRT memiliki hak sebagai korban, diantaranya:
perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
pelayanan bimbingan rohani.
Apa saja kewajiban masyarakat terkait mengenai KDRT?
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
mencegah berlangsungnya tindak pidana;
memberikan perlindungan kepada korban;
memberikan pertolongan darurat; dan
membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Apa saja dampak KDRT terhadap anak?
Anak-anak dalam keluarga yang dipenuhi kekerasan adalah anak yang rentan dan berada dalam bahaya, karena kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
Laki-laki yang menganiaya istri dapat pula menganiaya anak.
- Perempuan yang mengalami penganiayaan dari pasangan hidup dapat mengarahkan kemarahan dan frustasi pada anak.
- Anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan dan melindungi ibunya.
- Anak akan sulit mengembangkan perasaan tentram, ketenangan dan kasih sayang. Hidupnya selalu diwarnai kebingungan, ketegangan, ketakutan, kemarahan, dan ketidakjelasan tentang masa depan. Mereka tidak belajar bagaimana mencintai secara tulus, serta menyelesaikan konflik dan perbedaan dengan cara yang sehat.
- Anak-anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar, boleh, bahkan mungkin seharusnya dilakukan. Anak lelaki dapat berkembang menjadi lelaki dewasa yang juga menganiaya istri dan anaknya, dan anak perempuan dapat saja menjadi perempuan dewasa yang kembali terjebak sebagai korban kekerasan. Anak perempuan dapat pula mengembangkan kebiasaan agresi dalam menyelesaikan masalah. [Peta Kekerasan, Pengalaman Perempuan Indonesia. Komnas Perempuan, 2002. Hal 100]
Siapa saja yang dapat menjadi pelaku KDRT?
Pelaku dapat dikategorikan negara dan non negara. Pelaku yang non negara bisa berposisi sebagai: suami, pasangan, ayah, ayah mertua, ayah tiri, paman, anak laki-laki, atau pihak keluarga laki-laki lainnya. Sementara pelaku yang berposisi sebagai aktor negara, selain berposisi secara personal, mereka juga terikat dalam tugas-tugas yang seharusnya dijalankan sebagai aktor non negara. Mereka bisa jadi memiliki posisi tertentu di tingkat negara dan menggunakan kekuasaannya untuk mengabaikan atau membiarkan kasus KDRT yang terjadi pada korban atau bahkan menghambat akses perempuan terhadap layanan, bantuan, dan keadilan. Sebagai kekerasan berbasis gender, maka korban dominannya adalah perempuan, walaupun dimungkinkan adanya perempuan yang melakukan KDRT.
Apa saja sanksi dan tindakan yang dikenakan kepada pelaku KDRT?
Pengaturan sanksi di dalam Undang-Undang ini terdapat di dalam Bab VIII tentang Ketentuan Pidana pada Pasal 44-53, dimana sanksi yang cukup meliputi kekerasan fisik yang tergolong berat, yang menyebabkan seseorang jatuh sakit atau luka berat (maksimal 10 tahun) dan yang menyebabkan korban meninggal dunia (maksimal 15 tahun), dan termasuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang menyebabkan korban tidak sembuh, hilang ingatan, dan gugur atau matinya janin dalam kandungan (20 tahun).
Bagaimana Angka KDRT yang ada saat ini?
Data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2020, mencatat bahwa KDRT atau Ranah Personal masih menempati pada urutan pertama dengan jumlah 75,4% dibandingkan dengan ranah lainnya. Sedangkan bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah personal yang tertinggi adalah kekerasan fisik berjumlah 4.783 kasus. Dari 11.105 kasus yang ada, maka sebanyak 6.555 atau 59?alah kekerasan terhadap istri. Kekerasan terhadap anak perempuan juga meningkat 13%, dan juga kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Diantara kasus KDRT tersebut di dalamnya ada kekerasan seksual (marital rape dan inses). Kasus kekerasan seksual di ranah personal yang paling tinggi adalah inses dengan jumlah 822 kasus.
Hancurnya Hati Seorang Ayah ketika Menemui Putrinya yang Jadi Korban Kekerasan Rumah Tangga
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.
Komentar
0