Berita

Buntut Banjir Sumatera: 4 Perusahaan Raksasa Disegel Pemerintah, Ada BUMN Ikut Terseret

Muhammad Fatich Nur Fadli 09 Desember 2025 | 16:18:01

Zona MahasiswaPlot twist mengejutkan datang dari upaya penanganan bencana banjir yang melanda wilayah Sumatera belakangan ini. Ternyata, bencana ini bukan cuma soal "faktor alam" atau curah hujan tinggi semata, Guys. Ada dugaan kuat keterlibatan aktivitas korporasi besar yang memperburuk kondisi lingkungan.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) akhirnya mengambil langkah tegas alias sat-set. Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, mengumumkan telah menyegel empat perusahaan besar yang beroperasi di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru.

Yang bikin kaget? Dari empat nama itu, ada satu perusahaan pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ikut kena segel! Langkah ini membuktikan bahwa pemerintah mulai "galak" dan nggak pandang bulu soal isu lingkungan.

Baca juga: Pejuang Skripsi Wajib Ngerti Hal Ini! Apalagi yang Penelitiannya Kualitatif

Diaz menjelaskan kepada awak media pada Selasa (9/12/2025), bahwa ada total 8 perusahaan yang dipanggil. Empat sudah diperiksa dan langsung dipasangi PPLH Line (garis Polisi Lingkungan Hidup) serta papan pengawasan.

Siapa saja sih "pemain besar" yang diduga jadi pemicu kerusakan ekosistem di DAS Batang Toru ini? Yuk, kita bedah satu per satu profilnya biar kalian paham kenapa kasus ini big deal banget.

1. PT Perkebunan Nusantara III (Persero): Si Raksasa Pelat Merah 

Nama pertama yang bikin heboh adalah PTPN III. Siapa yang nggak kenal? Ini bukan perusahaan kaleng-kaleng, tapi BUMN Holding Perkebunan. Artinya, PTPN III adalah "induk" atau bos dari seluruh PTPN yang ada di Indonesia.

Kenapa Disegel? PTPN III diduga memiliki andil dalam pengelolaan lahan yang berdampak pada DAS Batang Toru. Sebagai perusahaan negara, keterlibatan mereka dalam daftar segel ini menjadi sorotan tajam publik.

Profil Singkat: Bergerak di sektor pengelolaan dan pemasaran hasil bumi, PTPN III menguasai lahan yang super luas, mencapai 1.181.751,03 hektare (Ha). Bayangin, luasnya bisa berkali-kali lipat luas kota Jakarta!

  • Area Tanam: Dari total lahan itu, sekitar 817.536 Ha aktif ditanami berbagai komoditas.
  • Komoditas Utama: Raja dari tanaman mereka adalah Kelapa Sawit, yang menguasai 733.378 Ha lahan (gabungan kebun sendiri dan plasma). Sisanya ada karet, teh, kopi, hingga tembakau.

Sejak Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2014 keluar, PTPN III resmi jadi Holding Company. Saham pemerintah di PTPN I, II, dan IV sampai XIV dialihkan ke PTPN III, menjadikan perusahaan ini pengendali utama perkebunan negara.

Jajaran Direksi Saat Ini:

  • Direktur Utama: Denaldy Mulino Mauna
  • Direktur Produksi & Pengembangan: Rizal H Damanik
  • Direktur SDM & Umum: Endang Suraningsih
  • Direktur Bisnis: Ryanto Wisnuardhy
  • Direktur Aset: Agung Setya Imam Effendi
  • Direktur Keuangan & Manajemen Risiko: M Iswahyudi

Disegelnya aset operasi BUMN ini menjadi sinyal keras: Negara tidak akan melindungi "anak kandungnya" sendiri jika terbukti merusak lingkungan.

2. PLTA Batang Toru: Proyek Energi Raksasa di Jantung Hutan 

Perusahaan kedua adalah operator dari PLTA Batang Toru, yaitu PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE). Proyek ini memang sudah kontroversial sejak awal pembangunannya karena lokasinya yang berada di ekosistem sensitif.

Profil Singkat: PLTA Batang Toru adalah proyek pembangkit listrik Independent Power Producer (IPP) dengan kapasitas 510 Megawatt (MW). Lokasinya ada di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

  • Target Operasi: Direncanakan kelar tahun 2025 ini dan mulai beroperasi penuh tahun 2026.
  • Teknologi: Menggunakan sistem run-of-river terbesar di Sumatera.
  • Dampak Energi: Digadang-gadang menyumbang 15% kebutuhan listrik Sumatera Utara saat beban puncak, menggantikan pembangkit diesel yang polutif.

Siapa di Baliknya? Struktur kepemilikannya adalah campuran lokal dan internasional:

  • PT Dharma Hydro Nusantara (DHN): 52,82%
  • PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI): 25%
  • Fareast Green Energy Pts Ltd (Singapura): 22,18%
  • Investor: Melibatkan Bank of China.

Meskipun diklaim sebagai energi hijau, pembangunan infrastruktur sebesar ini di area sungai dan hutan lindung tentu punya risiko ekologis besar jika tidak dikelola dengan super ketat. Penyegelan ini mengindikasikan adanya pelanggaran atau dampak lingkungan yang tidak termitigasi dengan baik.

3. PT Agincourt Resource: Tambang Emas Martabe yang Berkilau

Selanjutnya ada PT Agincourt Resources (PTAR). Ini adalah perusahaan tambang yang mengelola Tambang Emas Martabe di Tapanuli Selatan. Kalau bicara tambang, pasti urusannya adalah pembukaan lahan besar-besaran dan pengelolaan limbah.

Profil Singkat:

  • Area Operasi: Per Desember 2024, mereka beroperasi di lahan seluas 646,08 hektare.
  • Produksi: Sejak 2012, tambang ini memproses lebih dari 6 juta ton bijih per tahun. Outputnya gila-gilaan: lebih dari 200.000 ons emas dan 1-2 juta ons perak setiap tahun!
  • Konsesi: Wilayah konsesi mereka sangat luas, mencapai 130.252 hektare yang mencakup Tapanuli Selatan, Tengah, Utara, hingga Mandailing Natal. Kontrak Karyanya berlaku selama 30 tahun.

Siapa Pemiliknya? PTAR kini dikuasai oleh PT Danusa Tambang Nusantara (95%), yang merupakan anak usaha dari raksasa alat berat United Tractors Tbk (Member of Astra). Sisanya dimiliki pemerintah daerah.

Pada Juni 2025, estimasi sumber daya mineral mereka masih sangat kaya: 6,4 juta ons emas dan 58 juta ons perak. Dengan aktivitas eksplorasi yang masif (pengeboran 53.900 meter di 2023 saja), potensi dampak terhadap perubahan bentang alam di DAS Batang Toru sangat signifikan. Penyegelan ini menjadi "lampu kuning" bagi industri ekstraktif di Sumatera.

4. PT Sago Nauli: Pemain Lama Sawit di Mandailing Natal

Terakhir, ada PT Sago Nauli, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah menjadi pemain lama di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Mereka sudah beroperasi sejak tahun 1997.

Profil Singkat: Berbeda dengan perusahaan modern lainnya, PT Sago Nauli dikenal dengan model kemitraan Pola Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Trans).

  • Luas Lahan: Mengelola 2.392 Ha kebun inti dan 6.114 Ha kebun plasma (milik masyarakat mitra).
  • Kapasitas Pabrik: Pabrik mereka di Desa Sinunukan II mampu mengolah 60 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam.

Manajemen: Berdasarkan data terbaru Desember 2024, perusahaan ini dimiliki oleh Igansius Sago, dengan Direktur Utama H. Nur Kholis. Meskipun skalanya mungkin terlihat lebih "lokal" dibanding PTPN atau Astra, dampak akumulatif dari perkebunan sawit di daerah resapan air seringkali menjadi faktor utama hilangnya kemampuan tanah menyerap air hujan.

Tindakan KLHK menyegel empat perusahaan ini bukan sekadar formalitas administrasi. Ini adalah pesan penting buat kita semua, terutama anak muda yang peduli isu climate change.

  1. DAS Batang Toru Kritis: Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru adalah urat nadi ekosistem di Sumatera Utara. Jika hutan di sekitarnya digunduli untuk sawit atau tambang, air hujan tidak akan terserap tanah, melainkan langsung meluncur deras ke pemukiman. Itulah resep utama banjir bandang.
  2. Tanggung Jawab Korporasi: Selama ini, seringkali warga yang disalahkan ("jangan buang sampah sembarangan"), padahal kerusakan skala masif dilakukan oleh alat berat korporasi. Penyegelan ini menuntut pertanggungjawaban mereka.
  3. Transparansi Hukum: Kita perlu mengawal proses ini. Jangan sampai setelah disegel, kasusnya menguap begitu saja tanpa perbaikan lingkungan yang nyata.

Wakil Menteri Diaz Hendropriyono menyebut masih ada 4 perusahaan lagi yang akan diperiksa. Kita tunggu saja, apakah akan ada nama besar lain yang terseret?

Bencana alam seringkali adalah bencana buatan manusia (man-made disaster). Yuk, kita terus kawal kasus ini biar lingkungan Sumatera bisa pulih kembali! Jangan lupa bagikan berita ini biar teman-temanmu juga aware!

Baca juga: Dapat Bocoran dari Dosbing, Kurang-kurangin Pakai Redaksi Kayak Gini di Skripsi

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150