
Zona Mahasiswa - Dunia akademik Universitas Negeri Makassar (UNM) diguncang oleh kabar dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang oknum dosen dan mahasiswanya sendiri. Mirisnya, insiden ini terjadi sesama jenis, dengan modus ancaman nilai akademik yang meresahkan. Oknum dosen berinisial KH dari Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) usai melakukan perbuatan terlarang tersebut.
Baca juga: Nggak Punya Otak! Pegawai Minimarket Cabuli Bocah di Tangerang, Iming-iming Top Up Game
Kasus ini sontak memicu kemarahan publik dan civitas akademika, menyoroti kembali isu krusial mengenai keamanan di lingkungan kampus dan penyalahgunaan kekuasaan. Rektor UNM, Prof. Karta Djayadi, dengan tegas menyatakan tidak akan main-main dan siap memecat KH secara tidak hormat apabila terbukti melakukan pelecehan seksual.
Kronologi Penetapan Tersangka dan Detail Perkara
Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, melalui Kasubdit Kompol Zaki Sungkar, mengonfirmasi penetapan KH sebagai tersangka pada Senin, 23 Juni 2025. KH, yang dikenal sebagai oknum dosen di FIS-H UNM, akan segera dipanggil untuk menjalani pemeriksaan lanjutan dalam statusnya sebagai tersangka. “Sudah gelar perkara dan penetapan tersangka,” ujar Zaki, menegaskan langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian.
Zaki menjelaskan bahwa KH dijerat dengan Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pasal ini secara spesifik mengatur tentang tindakan kekerasan seksual non-fisik atau psikis, yang bisa mencakup pemaksaan kehendak seksual melalui ancaman atau penyalahgunaan relasi kuasa. Sanksi pidana yang menanti KH tidak main-main: pidana penjara paling lama empat tahun dengan denda Rp50 juta. Meskipun telah ditetapkan tersangka, pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap KH.
“Kami sudah periksa empat saksi. Barang bukti yang kami miliki antara lain pakaian korban dan hasil visum,” tambah Zaki, merinci bukti-bukti awal yang dikumpulkan oleh penyidik.
Sebelumnya, pada Senin, 16 Juni 2025, Kanit 5 Subdit IV Renakta Polda Sulsel, AKP Alexander To’longan, telah menyatakan bahwa perkara ini telah naik ke tahap penyidikan. Alexander juga menyebutkan bahwa penyidik telah meminta keterangan dari ahli rumah sakit untuk hasil visum, yang berfungsi sebagai alat bukti pendukung selain keterangan saksi. “Kami sudah memeriksa dari ahli dari pihak rumah sakit untuk mengambil hasil visumnya untuk membuktikan alat bukti yang lain ya, selain saksi ada alat bukti yang lain,” ujar Alexander.
Alexander juga mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap KH sebagai terlapor sebelum statusnya ditingkatkan. “Kami akan tingkatkan statusnya sebagai tersangka. Dan kemarin kami sudah melakukan gelar awal di hadapan Pak Direktur untuk meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” jelasnya, menunjukkan proses sistematis dalam penetapan tersangka.
Modus Ancaman Nilai dan Berlangsung Berulang Kali
Kabar mengenai kasus ini pertama kali dibenarkan oleh Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIS-H UNM, Fikran Prawira. Ia menyampaikan bahwa insiden pelecehan seksual ini benar terjadi di fakultasnya dan melibatkan seorang dosen laki-laki sebagai pelaku, dengan korbannya juga merupakan mahasiswa laki-laki. “Ya, kalau isu mengenai kekerasan seksual itu benar ada hanya terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum dan dilakukan oleh salah satu oknum dosen terhadap mahasiswanya,” ujar Fikran kepada awak media pada Rabu, 19 Februari 2025, yang menunjukkan bahwa kasus ini telah bergulir cukup lama sebelum menjadi sorotan publik.
Menurut keterangan korban, insiden pelecehan ini telah berlangsung sejak Mei 2024, dan selama periode tersebut, korban mengaku mengalami pelecehan sebanyak tiga kali di rumah terduga pelaku. “Ada tiga kali aksi pelecehannya dan berlangsung di rumah terduga pelaku,” jelas Fikran. Fakta bahwa insiden terjadi berulang kali dan di luar area kampus, yaitu di rumah pelaku, menunjukkan pola dan perencanaan dalam tindakan tersebut.
Meskipun demikian, hingga saat ini baru satu korban yang berani melaporkan kejadian tersebut. Namun, pihak BEM FIS-H UNM tidak tinggal diam. Mereka masih terus mengupayakan pencarian informasi lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada korban lain yang mengalami hal serupa. “Sampai saat ini baru satu korban yang berani mau lapor, berani speak up. Tapi kami juga masih mencari kemungkinan adanya korban-korban yang lain,” tambah Fikran, mengindikasikan adanya kekhawatiran bahwa ini bukanlah kasus tunggal.
Berdasarkan kesaksian korban, terduga pelaku diduga menggunakan modus ancaman untuk melancarkan aksinya. Modus ini memanfaatkan relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa. Dosen tersebut disebut mengancam akan memberikan nilai eror jika korban menolak permintaannya. “Ketika korban melawan atau melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan terduga pelaku maka akan diberikan nilai eror itu laporan dari korban,” ungkap Fikran. Ancaman nilai adalah bentuk tekanan yang sangat efektif di lingkungan akademik, di mana nilai adalah penentu kelulusan dan masa depan mahasiswa. Selain ancaman nilai, pelaku juga diduga menggunakan modus lain dengan mengajak korban untuk menyelesaikan ujian akhirnya di rumahnya, sebuah cara licik untuk menciptakan situasi yang privat dan rentan bagi korban.
Akibat kejadian ini, korban mengalami trauma yang cukup berat dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan ketika membahas peristiwa tersebut, yang menggarisbawahi dampak psikologis yang serius dari pelecehan seksual.
Respon Tegas Rektor UNM dan Pencegahan Kasus Serupa
Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Karta Djayadi, merespons kasus ini dengan sangat tegas. Ia menyatakan bahwa pihak kampus tidak akan mentolerir tindakan pelecehan seksual semacam ini dan siap mengambil langkah ekstrem terhadap oknum dosen KH.
“Kami akan pecat dengan tidak hormat,” kata Prof. Karta saat dikonfirmasi Herald Sulsel pada Selasa, 17 Juni 2024, menunjukkan komitmennya untuk membersihkan lingkungan kampus dari pelaku kekerasan seksual. Pernyataan rektor ini sangat penting untuk memberikan rasa aman kepada mahasiswa dan menegaskan bahwa UNM tidak akan melindungi pelaku.
Untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan, Prof. Karta menjelaskan bahwa pihak UNM menyerahkan penanganan kasus kekerasan seksual kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). “Ada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), yang merupakan bagian dari organ UNM, mereka bekerja sesuai standar penanganan,” jelasnya. Keberadaan Satgas PPKS, yang dibentuk berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, adalah langkah maju dalam upaya kampus untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas kekerasan seksual. Satgas ini diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam menerima laporan, melakukan investigasi internal, dan memberikan rekomendasi sanksi kepada pimpinan kampus.
Dekan Mangku juga menegaskan bahwa pihak kampus akan berpegang teguh pada aturan yang berlaku dalam menangani kasus pelecehan seksual ini. Sanksi yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran, meskipun jika kasus ini masuk ranah pidana, penegakan hukum akan diserahkan kepada pihak berwajib mengingat pelaku sudah dewasa.
“Ringan bisa diskors, berat ya di-DO,” kata Dekan Mangku, menjelaskan rentang sanksi yang bisa dijatuhkan oleh kampus, mulai dari skorsing hingga pemecatan tidak hormat atau Drop Out. Hal ini menunjukkan bahwa kampus memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif secara internal, terlepas dari proses hukum pidana yang berjalan di kepolisian.
Ancam Nilai Eror Jika Menolak! Oknum Dosen UNM Lecehkan Mahasiswa Sesama Jenis, Rektor Tegas Pecat
Kasus oknum dosen UNM ini adalah pengingat pahit bahwa ancaman kekerasan seksual dapat muncul di mana saja, bahkan di lingkungan pendidikan yang seharusnya paling aman. Respons cepat dari kepolisian dan ketegasan rektor UNM adalah langkah positif. Namun, upaya ini harus terus dikawal dan diperkuat untuk memastikan keadilan bagi korban, memberikan efek jera bagi pelaku, dan menciptakan lingkungan kampus yang benar-benar aman bagi seluruh mahasiswa.
Komentar
0