zonamahasiswa.id – Tahan Banting Melawan Kerasnya Kuliah Di Negeri Orang, Inilah Kisah Gita Savitri Devi Untuk Mahasiswa Perantau. Sobat Zona, siapa dari kalian yang tidak mengenal Gita Savitri Devi, atau biasa disapa dengan Gitasav?
Seorang YouTuber, blogger, dan selebgram berdarah Palembang ini sering kita lihat di media sosial, terutama Instagram dan televisi. Memulai kisahnya dengan 'hanya' sebagai seorang mahasiswi Indonesia yang berkuliah di Jerman, kini Gita adalah influencer yang tengah ramai diidolakan karena kisahnya yang sangat menginspirasi.
Perjalanan hidupnya sebagai seorang yang kuliah di luar negeri dengan berbagai keterbatasan, ia mampu melewati semuanya dengan usaha dan kerja kerasnya menjalani pendidikan di negeri orang.
Baca Juga: Pantas Jadi Panutan Millenial, Inilah Kisah Menarik Maudy Ayunda
Tidak Ada Pandangan Mau Kemana Saat Lulus SMA
Seperti yang ia ceritakan dalam bukunya yang berjudul Rentang Kisah, Gita remaja tidak suka belajar. Untuknya, sekolah adalah tempat untuk bermain dengan teman-teman. Menjelang ujian akhir lulus SMA, ia merasakan kepanikan, tidak tau mau kuliah di mana. Ia sendiri bingung passionnya dalam bidang apa.
Gita akhirnya memutuskan mendaftar di ITB dan belajar mati-matian hingga ia berhasil lolos, meskipun pada akhirnya Gita memilih tawaran mendadak ibunya untuk kuliah di Jerman.
Saat itu, Gita yang masih berusia 17 tahun harus mengambil gap year, yakni tidak berkuliah dulu selama satu tahun karena umurnya belum cukup persyaratan untuk berkuliah di Jerman. Untuk mengisi waktu luangnya, ia menjadi seorang Youtuber dengan meng-cover lagu-lagu dan video menarik sebelum ia melalang buana di negeri orang.
Awal Perjalanan ‘Tahan Banting’ Gita
Sebelum menempuh pendidikan tinggi di Jerman, Gita wajib mengikuti Studienkolleg, di mana dia harus belajar menggunakan bahasa Jerman untuk memudahkannya berkomunikasi dan memahami materi ajar yang akan ia pelajari nanti saat perkuliahan. Hari-hari yang ia lalui sebagai murid Studienkolleg ia rasa mudah dan cukup memahami bahasa maupun materi ajarnya.
Namun, semua itu berubah saat ia memilih untuk melanjutkan studinya di Freie Universität Berlin, Jerman jurusan Kimia Murni. Dalam video YouTube nya yang berjudul Kuliah di Jerman | STORY, ia menggambarkan dirinya sebagai orang yang benar-benar tidak tau apa-apa saat di kelas maupun dalam laboratorium.
Ia menceritakan selama 3 bulan pertama kuliah, yang ia lakukan hanyalah menangis, meminta pulang pada ibunya karena ia sudah tidak kuat lagi melanjutkan kuliah di Jerman.
“Gue tuh orangnya jarang ngeluh. Ketika gue dikasih cobaan, ya gue pasrah aja gitu. Kalo gue sakit, ya gue telan aja rasa sakitnya. Tapi kalo gue udah berani buat ngeluh ke nyokap, itu tandanya gue udah bener-bener nggak kuat” ucapnya pada video tersebut.
Gita juga menceritakan bagaimana ia menjalani hari-hari dengan perasaan kalut, tidak paham dengan apa yang ia lakukan. Ia merasa tertinggal dengan mahasiswa lainnya yang terlihat sudah mahir saat belajar dalam laboratorium. Saat di kelas, ia hanya memahami 5-10% ucapan profesor saat perkuliahan berlangsung.
“Kalian bayangin sendiri selama dua semester gue nggak paham apa yang disampein sama lecturer” terang Gita dalam video berdurasi 20 menit 31 detik tersebut.
Baca Juga: IPK Di Bawah 3 Mampu Mengantarkannya ke California : Inilah Kisah Perjalanan Ridwan Kamil
Berjuang Dengan Belajar Lebih Keras dan Beradaptasi
Dengan pengalaman itu, Gita memaksakan dirinya untuk rajin belajar lebih keras. Menjelang ujian akhir, ia akan mulai belajar dua bulan sebelumnya agar benar-benar memahami materi ajar yang ia dapatkan dari profesor.
Gita mengaku benar-benar sampai tidak memiliki waktu luang, karena yang ia lakukan hanyalah belajar dan belajar. Berbagai macam tugas seperti paper, presentasi, ujian, dan laboartorium
Melansir dari Kumparan , selain beradaptasi dengan ketatnya sistem pendidikan di Jerman, Gita Savitri tak mempersiapkan segala sesuatunya sedemikian rupa ketika memulai kehidupan baru di Jerman. Alhasil, ia sempat mengalami masa-masa sulit.
“Adaptasinya, tuh, macam-macam. Jadi, ada adaptasi yang ke masyarakat, soal kehidupan, karena kultur di sini beda banget, kan. Terus, adaptasi bahasa,” ucapnya.
Bagi Gita Savitri, adaptasi bahasa bukan semata ia mempelajari bahasa Jerman, melainkan juga berusaha mendapatkan pemahaman lebih dari sekadar berkomunikasi. Yang tak kalah sulit baginya adalah ketika belajar dengan bahasa Jerman sebagai bahasa pengantar.
“Karena, kan, di sini kuliahnya pakai bahasa Jerman, level kesulitannya itu terasa jadi lebih tinggi gitu, ya, dibandingkan aku kemarin sekolah. Jadi, aku mesti belajar” tuturnya.
Kehabisan Nasi dan Uang Saat di Jerman
Sebagai mahasiswa rantau yang bukan berasal dari keluarga yang berada, Gita pernah mengalami kelaparan karena kehabisan bahan makanan pokok berupa nasi. Ia juga pernah terkena denda karena tidak bisa membayar tagihan kuliah dan rumah di Jerman. Keadaan tersebut tidak lantas membuat Gita menyerah dan mengeluh kepada orang tuanya.
Ia memutar otak bagaimana caranya ia membantu kedua orang tuanya dalam hal finansial. Mulai dari bekerja sebagai penyebar brosur sampai pekerja paruh waktu di sebuah cafe berkali-kali ia jalani. Ia mengalami rasanya dicaci-maki oleh bos dan rekan kerja, bahkan dipecat ketika sedang sangat butuh uang.
“Gue muter otak gimana caranya bantuin Bokap dan Nyokap. Gimana caranya gue bisa berpenghasilan tapi tetep dapet pahala dari apa yang gue lakuin, biar niat gue tetep lurus” tutur Gita pada IDNTimes.com.
Bertahan Demi Orang Tua
Melalui masa adaptasi dari segala hal yang tak bisa dibilang mudah, ia rupanya pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dari mantan pacarnya waktu itu. Gita mengalami pahitnya di selingkuhi oleh kekasihnya yang saat itu berada di Indonesia.
Merasakan kepercayaannya dikhianati, Gita pernah menghadapi keinginan untuk cutting atau menyayat dirinya dengan bermaksud untuk menyakiti dirinya sendiri. Hal itu menambah daftar panjang masa sulit dari kehidupan Gita saat di Jerman, ketika ia harus menyelesaikan pendidikannya.
“Dulu aku diselingkuhi sama orang yang aku percayai. Dikhianati itu rasanya enggak enak sekali rasanya, ya. Di situ juga jadi triggering aku buat cutting,” ungkapnya pada Kompasiana.com.
Saat ditanyakan apa yang membuatnya bertahan dalam masa sulit, ia menjawab bahwa yang membuatnya kuat dalam menghadapi semuanya adalah dengan mengingat perjuangan kedua orang tuanya.
“Satu-satunya yang bikin aku maju itu adalah ingat orang tua, sih, karena aku bukan dari keluarga yang upper class gitu, ya. Jadi, dari dulu itu aku memang udah lihat sendiri gimana perjuangan orang tua,” ucapnya.
Mengakhiri perbincangan, Gita Savitri berbagi pesan untuk semua yang tengah berkuliah di luar negeri dan mengalami masa-masa sulit sepertinya dulu.
“Yang kalian rasakan itu akan berakhir, kok, tenang aja. Karena gini, ada dua hal yang aku sayangkan, yang aku sampai sekarang agak guilt. Pas aku stres itu aku enggak seeking professional help. Kedua, harusnya aku enggak terlalu stres sama kehidupan aku di Jerman dulu, harusnya energi yang aku punya bisa aku alokasikan untuk aku bisa kuliahnya lebih bagus nilainya atau lebih menikmati kehidupan yang baru sekarang,” pungkas Gita Savitri.
Tahan Banting Melawan Kerasnya Kuliah Di Negeri Orang, Inilah Kisah Gita Savitri Devi Untuk Mahasiswa Perantau
Setelah mengalami halangan dan rintangan saat berkuliah di Jerman, Gita kini aktif sebagai seorang YouTuber dan Influencer yang karyanya bisa kalian nikmati dalam chanel Youtube nya yang bernama Gita Savitri Devi.
Adapun karya Gita yang lainnya berupa buku yang berjudul Rentang Kisah dan film dengan judul yang sama. Kedua garapan tersebut berisi kisah hidup seorang Gita Savitri Devi yang ia kemas sedemikian rupa agar tersalurkan kepada para penggemar maupun orang-orang yang mau mendengar serta mengambil inspirasi dari kisah hidupnya.
Seperti biasa, untuk menutup ulasan inspirational story Gita Savitri Devi kali ini, mimin mengutip sebuah quotes dari perempuan berhijab dan memiliki senyuman yang manis ini yang mampu menginspirasi para Sobat Zona sekalian.
"Ingat lagi tujuan awalmu pergi keperantauan, pulang bukan untuk menyerah tapi membawa kebanggaan"
"Manusia itu berbeda satu dengan lainnya, jadi kamu tak perlu lagi iri dengan teman, saudara atau siapa saja"
"Muda itu harusnya bergairah. Jangan cuma kangen rumah, eh sudah mau menyerah!"
Bcaa Juga: Bekerja dengan Ikhlas, Gigih dan Pantang Menyerah, Inilah Kisah Inspiratif Susi Pudjiastuti
Komentar
0