zonamahasiswa.id - Beberapa waktu lalu, DPR RI mengetok palu tanda sahnya Rancangan Kitab Undang-undang Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang.
Di balik pengesahannya itu, banyak masyarakat yang menolak karena tak sedikit pasal yang dicantungkan bermasalah. Padahal, DPR mengatakan keputusan itu berdasarkan aspirasi rakyat. Namun rakyat sendiri pun mempertanyakan aspirasi siapa yang dimaksud?
Baca Juga: DPR Resmi Sahkan RKUHP Jadi Undang-Undang: Masa Hukuman Koruptor Paling Singkat 2 Tahun
Polemik RKUHP
Banyak hal yang perlu disoroti hingga dibenahi oleh pemerintah akan pasal-pasal kontroversial. Apalagi pasal yang mengatur tindak pidana korupsi.
Dalam Pasal 603 tertuang bahwa hukuman pidana koruptor mengalami penurunan. Artinya hukuman bagi mereka yang korupsi paling sedikit hanya selama dua tahun saja.
Lantas, mau dijadikan apa negeri ini bila hukuman koruptor saja dipangkas? Belum lagi soal pasal penghinaan Presiden, Wakil Presiden, dan lembaga negara.
Pasal itu dinilai akan mengancam kebebasan sipil. Lembaga negara yang dimaksud di sini adalah MPR, DPR, DPD, MK, dan MA.
Tentu hadirnya pasal-pasal tersebut dikhawatirkan berbagai elemen masyarakat akan dapat membungkam kritik terhadap pemerintah dan lembaga negara.
Seakan tak ingin mendengar aspirasi rakyat yang sesungguhnya, pada Pasal 240 ayat 1 mengatur ancaman hukuman 1 tahun 6 bulan bagi orang yang secara lisan atau tulisan menghina pemerintah dan lembaga negara di muka umum.
Ada pula Pasal 241 yang mengancam hukuman bagi orang yang menyiarkan hingga menyebarluaskan konten penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara akan terancam hukuman penjara selama 3 tahun.
Tak sampai di situ saja, pasal yang mengatur tentang larangan seks di luar nikah juga mendapat sorotan dari publik, bahkan media asing.
Mereka menyebutkan perubuhan hukum pidana yang terjadi di Indonesia tidak hanya akan mengkhawatirkan para pembela HAM saja, tetapi juga sebagai bentuk pembungkaman kebebasan individu dan memberikan dampak buruk dari sektor pariwisata.
Masih banyak pasal lain yang dinilai sangat kontroversial dan bermasalah. Namun sayangnya, mereka yang mengesahkan tak mendengar aspirasi rakyat secara detail.
Mereka pun cenderung tak menggubris adanya demo bahkan tuntutan yang dilayangkan dengan adanya penolakan pengesahan RKUHP menjadi undang-undang.
Entah siapa yang mereka wakili, apakah benar rakyat? Atau memang 'rakyat'? Meski demikian, pemerintah dan DPR tetap mengesahkan RKUHP meski gelombang penolakan terjadi di berbagai pelosok negeri.
Unjuk rasa banyak terjadi di mana-mana, mereka meminta agar pemerintah dan DPR tak terburu-buru mengetok palu. Pasalnya, masih banyak yang harus dibenahi dari RKUHP tersebut.
Koalisi masyarakat sipil menilai ada 12 aturan yang bermasalah dalam RKUHP yang disahkan. Sedangkan Ketua BEM UI, Bayu Satria Utomo sempat menyebut ada lebih dari 48 pasal yang kontroversial.
Mengenai ini, masyarakat memang sepakat bila KUHP warisan Belanda memang harus dikoreksi dan diperbaiki. Hal itu dilakukan supaya regulasi yang mengatur soal tindak pidana relevan dengan kondisi kekenian.
Selain itu, sebagai bangsa kita pun harus memiliki kitab undang-undang hukum pidana 'karya' sendiri. Namun lagi-lagi, hendaknya pemerintah serta DPR tak tutup mata dan telinga dari berbagai kritikan serta masukan.
Sebab, keterlibatan masyarakat untuk memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan undang-undang merupakan keniscayaan karena sudah diatur dan dijamin dalam undang-undang.
Kali ini sebalinya, kritik dan masukan diabaikan begitu saja. Bahkan, bagi masyarakat yang tak sepakat direkomendasikan untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Apakah harus seperti ini memang? Lantas, gelombang baru KUHP akankan terus dilakukan dan bisa menguntungkan masyarakat atau justru sebaliknya?
RKUHP Sah, Apakah Akan Menguntungkan Masyarakat atau Justru Sebaliknya?
Itulah ulasan mengenai berbagai polemik RKUHP yang banyak ditentang oleh elemen masyarakat karena dianggap bermasalah.
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.
Baca Juga: Kabar Baik! Pemerintah Bakal Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dari UU ITE
Komentar
0